Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tangkubanparahu yang Penuh Legenda...

Kompas.com - 19/06/2010, 17:23 WIB

Jika hujan rintik turun, kegelapan segera menyelimuti kawasan itu. Keraguan kerap muncul, antara ingin pergi karena hawa begitu dingin, atau bertahan karena penasaran menyaksikan gelap yang datang.

Kawah Ratu selalu menjadi tujuan pertama wisatawan. Perjalanan diteruskan ke Kawah Upas yang berjarak 1,5 kilometer dari Kawah Ratu, lalu menuju Kawah Domas berjarak 1,2 kilometer. Di Kawah Domas wisatawan bisa duduk-duduk di dasar kawah, sembari merendam kaki dengan air hangat. Suhu air bervariasi, mulai 35 derajat celsius hingga yang terpanas 100 derajat celsius. Turis juga bisa merebus telur di kolam terpanas selama 10 menit. Merebus telur di kawah gunung benar-benar sebuah sensasi.

Rata-rata 1.500 turis berkunjung setiap hari, 500 di antaranya turis asing yang sebagian besar dari Malaysia dan India.

Sayang, keindahan alam itu jadi kurang sempurna karena kondisi jalan sepanjang sekitar 5 kilometer di kawasan itu rusak. Perbaikan jalan terkendala karena status pengelolaan Tangkubanparahu yang bermasalah.

Sejak 2007, PT Graha Rani Putra Persada memegang izin pengelolaan pariwisata alam Taman Wisata Alam Tangkubanparahu dari Kementerian Kehutanan. Namun, izin itu ditentang tokoh dan pegiat lingkungan Jabar karena dinilai merusak fungsi ekologis kawasan itu. Ada informasi, PT Graha Rani akan membangun hotel, restoran, dan cottage di sana. Padahal, perizinannya, tanpa rekomendasi Gubernur Jabar.

Pengelolaan kawasan itu menjadi sorotan publik karena taman wisata alam berfungsi ekologis, ekonomis, sekaligus etnologis bagi masyarakat Sunda. Tangkubanparahu memasok 60 persen sumber air bagi cekungan Bandung. Kerusakan ekologis di sini berarti ancaman bagi warga Bandung.

Di gunung ini juga tumbuh beberapa jenis flora khas Tatar Sunda, antara lain puspa (Schima wallichii), pohon lemo yang bisa mengusir ular dan serangga, dan 12 macam pakis. Fauna langka yang dilindungi, seperti elang jawa, macan tutul, dan macan kumbang, juga hidup di sana.

Fungsi etnologis merekatkan hubungan masyarakat Sunda dengan Tangkubanparahu. Dikisahkan, Sangkuriang yang ingin menikahi ibunya, Dayang Sumbi, dimintai syarat untuk membuat danau, berikut perahunya dalam semalam. Dayang Sumbi menggagalkan upaya itu dengan mengibarkan selendang, dan di ufuk timur muncullah semburat fajar.

Merasa gagal, Sangkuriang marah dan menendang perahunya sehingga jatuh tertangkup. Dari sanalah nama Tangkubanparahu muncul sebagai ”kata bersayap”. Tangkubanparahu juga dikenal sebagai tempat para dewa karena secara etimologis parahu menunjuk kata para yang artinya banyak dan hu yang artinya dewa atau kebaikan.

Kini Tangkubanparahu berubah jadi sandaran hidup ribuan orang. Pedagang suvenir dan makanan, tukang parkir, dan tukang kuda, dan banyak lagi. Bibir Kawah Ratu, yang dulu sunyi, kini dijejali ratusan kios, tempat parkir mobil, sampai pemain angklung yang menggoda dengan lagu jenaka Sunda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com