Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kelekup Gangsa dan Danau Ranau

Kompas.com - 23/10/2010, 04:55 WIB

Sebanyak 28 pemain teater berdesak-desakan di atas sebuah panggung. Tidak lazimnya panggung, itu terbuat dari ponton. Apalagi, melayang di atas danau yang dalamnya puluhan meter.

Pentas sendratari yang diangkat dari cerita rakyat bertajuk ”Kelekup Gangsa” di atas panggung dadakan terapung itu merupakan pemuncak dari perhelatan Festival Lombok (baca Lumbok) yang diadakan di Danau Ranau, Lampung Barat, 9-10 Oktober lalu.

”Doakan sukses ya, semoga pentasnya lancar dan tidak terjadi apa-apa. Soalnya tidak pakai pengaman nih,” teriak seorang penari kepada seorang rekan di seberangnya sebelum pertunjukan. Meskipun jaraknya hanya 7 meter, suaranya itu terdengar sayup-sayup akibat terbawa angin cukup kencang.

Penonton dipaksa menghela napas ketika peristiwa cukup menegangkan terjadi, saat sebuah papan backstage dadakan terbang tertiup angin. Saat itu, cuaca memang tak terlalu mendukung, banyak angin kencang, terutama di tengah danau. Dapat dibayangkan tingginya risiko para pemain. Apalagi, tidak satu pun dari mereka dilengkapi pelampung.

Namun, bukan suatu kebetulan jika pertunjukan yang berisiko tinggi ini akhirnya bisa berjalan aman. Beberapa hari sebelumnya, warga setempat melakukan tirakatan atau melepas sesajen ke tengah danau. Akarnya adalah legenda dan mistis yang dibawakan dalam sendratari itu.

”Kelekup Gangsa” bercerita tentang kentungan sakti milik warga adat Lampung Way Mengaku yang dipercaya memiliki kekuatan magis. Kentungan ini lalu dicuri prajurit-prajurit Kerajaan Sriwijaya. Namun, di tangan prajurit Sriwijaya, kentungan ini justru menjadi malapetaka. Mereka yang tak berhak membawa kentungan itu justru tewas. Kentungan ini kemudian jatuh ke danau dan berubah menjadi naga emas.

Naga emas ini dipercaya warga asli sekitar maupun para pendatang masih ”hidup” sebagai ”penunggu” danau. ”Kadang muncul dalam mimpi orang- orang tua,” cerita Ahmadi (56), warga Dusun Sukabangun, Kecamatan Lombok Seminung, Lampung Barat.

Naga emas ini menjadi pelindung warga yang memiliki perilaku dan itikad baik, antara lain menjaga keasrian danau. Sebaliknya menjadi pemicu azab bagi mereka yang tamak, angkuh, atau tidak berperilaku baik.

Menurut Arifulloh (55), warga Pekon Pagaralam, pernah ditemukan korban tewas tenggelam yang diketahui orang yang tidak berbuat senonoh atau sengaja menantang ingin ”berenang” menaklukkan danau.

Menjaga etika

Mereka percaya, alam bukan sesuatu untuk ditaklukkan. Sebaliknya, manusia harus rendah hati, hidup berdampingan selaras dengan alam dan lingkungannya. ”Dongeng ini menjaga etika dan perilaku masyarakat setempat terhadap danau ini,” ujar Nyoman Mulyawan, koreografer sendratari ”Kelekup Gangsa”.

Kepercayaan tersebut yang mengawal keasrian danau terbesar kedua di Sumatera itu hingga kini. Berbeda dengan danau ataupun waduk di daerah lainnya, danau yang airnya bersumber dari 50 sumber mata air itu masih jernih. Danau ini bahkan nyaris tidak pernah surut, malah bertambah ketinggiannya sekitar 1 meter, akhir-akhir ini.

Wilayah hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) yang berada di dekat mereka tidak diusik. Beberapa titik hutan penyangga yang berada di punggung danau tidak juga mereka sentuh karena dianggap larangan, sebagai tempat kuburan legenda Si Pahit Lidah. Warga takut dikutuk apabila melanggar.

Padahal, mayoritas dari mereka umumnya adalah petani kopi yang identik dengan ”label” kegiatan merambah hutan. ”Saya berani jamin, mereka ini tidak merambah hutan TNBBS meskipun katanya ada 22.000 penjarah di sana. Di sini ada aturan adat yang membuat warga takut,” ujar Rusman Effendi (39), warga Pekon Lombok yang juga anggota DPRD Lambar.

Kesederhanaan dan kerendahan hati pula yang membuat warga di sekitar Danau Ranau tidak ”teriak” meskipun daerah mereka belum teraliri listrik PLN hingga kini. Sebagian besar tetap teguh mempertahankan adat istiadat, serta membangun rumah-rumah panggung meskipun telah memasuki abad modern.

Gempa

Rumah-rumah dari kayu itu pun mayoritas masih berdiri kokoh meskipun sempat beberapa kali digoyang gempa dahsyat, termasuk Gempa Liwa 1994.

Berkat keteguhan itu, Pekon Lombok kini dijadikan salah satu percontohan desa wisata berbasiskan ekowisata di Lampung Barat. Setiap tahun pula, selama empat tahun terakhir, desa ini menjadi pusat perhelatan Festival Danau Ranau di Lampung Barat.

Perubahan pun pelan-pelan mulai terasa. Jalan menuju ke desa mereka semakin mulus, menara-menara antena telepon seluler pun mulai bermunculan seiring bermunculannya hotel- hotel baru. Bahkan, PLN pun mulai memasang jaringan kabel listrik ke tempat ini.

Ke depan, keteguhan itu akan mendapat cobaan besar seiring pesatnya perkembangan pariwisata dan pembangunan di sana. Namun, sepanjang legenda kolosal itu masih menjadi ingatan kolektif warga setempat, naga emas akan senantiasa menjaga keteguhan hati mereka.

(Yulvianus Harjono)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Malang Dreamland, Wisata Keluarga Favorit dengan Pemandangan Hijau

Malang Dreamland, Wisata Keluarga Favorit dengan Pemandangan Hijau

Jalan Jalan
WSL Nias Pro 2024 Digelar, Targetkan Gaet 30.000 Wisatawan Domestik

WSL Nias Pro 2024 Digelar, Targetkan Gaet 30.000 Wisatawan Domestik

Hotel Story
Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Jalan Jalan
Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Travel Update
Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Jalan Jalan
10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

Jalan Jalan
Tanggapi Larangan 'Study Tour', Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Tanggapi Larangan "Study Tour", Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Travel Update
Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Travel Update
Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com