Di antara para wartawan dari sejumlah negara yang kongko-kongko di Hollands House, ada Enerel Enkstsag, wartawan dari Daily News Mongolia. Ia banyak mendengar Indonesia karena keinginannya pergi ke Bali. ”Saya juga dengar tentang tsunami di Sumatera, kasus Luna Maya dan Cut Tari,” ujar wanita berkulit kuning dan gempal itu.
Kereta api
Jumat sekitar pukul 12.00 siang waktu setempat, saya dan rekan dari Jurnal Nasional meninggalkan Davos dengan kereta api ke Zurich. Berangkat dari stasiun utama kereta api Davos (Davos Platz) dengan tiket per orang 56 CHF atau sekitar Rp 450.000 (kelas ekonomi). Kami memilih kereta jalur Davos Platz-Zurich Flughafen (bandar udara) lewat Lanquart. Kelas utama untuk kereta jalur ini per orang 175 CHF (Rp 1,3 juta) dan kelas dua 110 CHF (sekitar Rp 1 juta).
Perjalanan dengan kereta api tidak kalah menarik. Bukan hanya bisa memandang sejumlah perkampungan rumah kayu dan gereja-gereja kuno, tetapi juga Danau Davos yang luas dan panjang. Juga melintasi jembatan buatan seperti jalan kereta api Jakarta-Bandung di masa lalu.
Memandang danau ingat tentang ikan. ”Namun, orang Swiss sangat suka lele dari Indonesia. Akan tetapi, untuk impor lele dari Indonesia harus lewat birokrasi Indonesia yang sangat rumit dan tidak masuk akal. Selain itu, para pengusaha Swiss yang datang ke Indonesia sering merasa tidak diwongke,” ujar Duta Besar Indonesia untuk Swiss, Djoko Susilo dalam pertemuan dengan wartawan Indonesia di Zurich, akhir Januari lalu.
Berhenti di stasiun Landquart, kami ganti kereta api. Butuh waktu lima menit dengan jalan cepat untuk mendapatkan kereta api ke Zurich. Gerbong kelas ekonomi ke Zurich yang kami tumpangi kosong. Di depan kami duduk seorang wanita tua yang menolak diajak bicara dalam bahasa Inggris. Di stasiun utama Zurich (Zurich's Hauptbahnhof) ganti kereta api lain. Di sini tempatnya lebih luas dan banyak jalur kereta api. Dibutuhkan waktu 15 menit dengan jalan cepat sambil bertanya-tanya pada orang untuk bisa menemukan kereta api ke Zurich Flughafen (bandar udara).
Stasiun kereta api di sini menjadi satu dengan bandar udara. Sebelum meninggalkan stasiun kereta api dan bandara, kami masuk ke mal-mal di sini. Banyak barang dari negara-negara di Asia Tenggara, seperti aksesori, mutu manikam (batu permata, berlian, mutiara, dan lainnya), pakaian, kerajinan tangan. ”Untuk bisa menjual barang ke sini, Indonesia berada di bawah Vietnam, Thailand dan Filipina,” ujar Djoko.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.