Kedekatan dan ketulusan melayani masyarakat Papua, khususnya suku Asmat di Keuskupan Agats, membuat dia dekat dengan Asmat. Mgr Alo, panggilan dia, kerap dianggap ”lebih Papua” dari orang Papua sendiri.
”Orang-orang di sini menghormati dan segan dengan dirinya,” kata Pastor Umar Sunardi OSC, rekan kerjanya yang berasal dari Kuningan, Jawa Barat, dan lebih dari 5 tahun menjadi pastor Paroki Atsj, salah satu paroki di Keuskupan Agats.
Hati Mgr Alo tertarik pada Papua sejak dia praktik lapangan, saat menjadi mahasiswa Sekolah Tinggi Pengembangan Sosial di Malang, Jawa Timur. ”Di sini, tampaknya saya diutus untuk berkarya bagi orang Papua yang dikenal masih terbelakang,” ucapnya.
Melayani umat di Asmat memang serba khas. Fasilitas seadanya, sarana komunikasi terbatas, dan informasi tentang dunia di luar Agats hanya diperoleh lewat radio dan televisi. Sebagian besar wilayah ini harus ditempuh lewat sungai dan laut.
Koran dari Jakarta diperoleh lima-enam hari setelah terbit. Itu pun jika dari Timika ada yang mengantarkannya bersamaan dengan logistik dan titipan paket dari Pulau Jawa. Telepon seluler atau saluran internet terkadang lancar, tetapi bisa mendadak putus begitu saja.
”Berkat telepon seluler, saya bisa cepat membaca koran yang terbit hari itu di Jakarta,” ujar Mgr Alo.
Menurut dia, keterbatasan yang dialami Papua, terutama Kabupaten Asmat, adalah sarana transportasi. Keterbatasan komunikasi juga menyebabkan mereka ketinggalan informasi.