Maka, tidaklah heran, ketika Panitia Legu Gam 2011 berinisiatif melaksanakan pencatatan rekor Muri untuk tarian massal, bukanlah suatu hal yang sulit.
Sekretaris Panitia Legu Gam 2011 Suryadi Syarif mengatakan, tim-tim kecil yang dibentuk panitia hanya butuh waktu satu minggu untuk melatih gerak tarian soya-soya di setiap sekolah. Setelah itu, hanya cukup satu hari geladi resik guna menyeragamkan gerak para penari. ”Mereka sudah tahu gerakan dasar soya-soya sehingga tidak susah melatihnya,” tambahnya.
Apriyadi (11), murid kelas VI SDN Ngidi, mengakui, ada perasaan malu jika anak laki-laki tidak bisa menarikan soya-soya. Terlebih lagi, gerak tarian yang seperti gerak prajurit, heroik, dan penuh tenaga itu mendorongnya untuk selalu semangat menarikannya. Inilah yang mendorong Apriyadi mempelajarinya sejak berusia 6 tahun.
Kebanggaan yang lahir pada anak-anak itu juga muncul pada orangtua mereka. Rasa bangga itulah yang membuat mereka rela menanti dari pukul 11.00 WIT sampai 16.30 WIT saat acara baru dimulai, di bawah terik matahari.
Rela pula mereka menyisihkan uang untuk membeli pakaian dan peralatan tari yang dibutuhkan. Harga pakaian tarian soya-soya tiba-tiba melonjak menjelang Festival Soya-soya. Jika biasanya hanya sekitar Rp 50.000, harganya naik menjadi Rp 150.000. Adapun ngana- ngana dan salawaku dibeli dengan harga Rp 50.000.
”Agar budaya tetap lestari dan anak-anak tahu sejarah keemasan Kesultanan Ternate di bawah Sultan Baabullah,” kata Sulaeman (40), warga Ternate yang anaknya juga turut serta dalam Festival Soya-soya. Semangat ini pulalah yang menjadi wajah dari Legu Gam, yang telah menjadi agenda rutin setiap tahun sejak sembilan tahun lalu atas inisiatif dari Kesultanan Ternate.
Aset wisata
Koordinator Sanggar Wahana Parada Nusantara Iskandar Pamungkas mengatakan, karena pesta digelar untuk rakyat, kelompok seni yang terlibat rela tidak dibayar.
Sudah bisa terlibat saja merupakan suatu kebanggaan. Karena itu, jumlah kelompok seni yang ingin terlibat tidak pernah surut.
Panitia Legu Gam mencatat, setiap Legu Gam, ada sekitar 70 sampai 100 kelompok seni yang mendaftar ingin terlibat. Kelompok seni ini tidak hanya menampilkan budaya yang berkembang di Ternate, tetapi juga yang berkembang di tiga kesultanan lain di Maluku Utara, yaitu Bacan, Jailolo, dan Tidore. ”Legu Gam telah menjadi wadah ekspresi bagi kelompok-kelompok seni di Maluku Utara sehingga mereka rela meski tidak dibayar,” lanjut Iskandar.
Wali Kota Ternate Burhan Abdurrahman mengatakan, pelestarian budaya Ternate tidak hanya berhenti pada Festival Soya-soya ataupun Legu Gam. Sejumlah acara budaya lain pun akan digelar, salah satunya Festival Kora-kora, perahu tradisional Maluku, yang direncanakan digelar pertengahan tahun ini.
Selain itu, pemerintah juga merencanakan membangun museum di Kadaton (Keraton) Ternate dan merevitalisasi lima benteng bekas peninggalan Belanda dan Portugis di Ternate.
”Kekayaan budaya, kekayaan peninggalan sejarah, keanekaragaman hayati bawah laut, dan pesona panorama Ternate menjadi modal pengembangan pariwisata di Ternate,” katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.