Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencari "Berkah" dari Si Rambut Gimbal

Kompas.com - 05/07/2011, 07:58 WIB

Oleh Sumarwoto

Hajatan besar para pelaku pariwisata di Dataran Tinggi Dieng, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah, kini telah usai dengan berakhirnya gelaran "Dieng Culture Festival (DCF) 2011" yang diselenggarakan pada tanggal 1-3 Juli 2011.

Salah satu gelaran budaya yang diunggulkan dalam DCF 2011, yakni prosesi ruwatan anak-anak berambut gimbal yang diharapkan menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan untuk mendatangi kawasan wisata ini, khususnya di Kompleks Candi Arjuna.

Apa yang diharapkan panitia, dalam hal ini Kelompok Sadar Wisata "Dieng Mandala" Desa Dieng Kulon, Kecamatan Batur, bersama Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Dinbudpar) Kabupaten Banjarnegara pun menjadi kenyataan.

Ribuan pengunjung dari berbagai daerah termasuk wisatawan mancanegara "membanjiri" pelataran Kompleks Candi Arjuna di Dataran Tinggi Dieng untuk sekadar menyaksikan prosesi ruwatan anak berambut gimbal yang digelar pada hari terakhir gelaran DCF 2011, Minggu (3/7).

Kendati demikian, Dinbudpar kesulitan untuk menjaring tiket tanda masuk terhadap para pengunjung Kompleks Candi Arjuna.

Kepala Unit Pelaksana Teknis Dinbudpar Banjarnegara Wilayah Dieng, Ibnu Hasan mengatakan, pihaknya sulit membedakan antara pengunjung yang merupakan masyarakat sekitar Dataran Tinggi Dieng dengan wisatawan.

"Oleh karena itu, kami sulit menjaring tiket tanda masuk meskipun jumlah orang yang datang mencapai ribuan," katanya.

Kendati demikian, dia mengatakan, ramainya kunjungan tersebut diharapkan dapat berdampak positif terhadap kepariwisataan di Dataran Tinggi Dieng yang sempat mengalami kelesuan akibat peningkatan aktivitas Kawah Timbang pada awal bulan Juni silam. "Bagi kami yang terpenting ke depan pariwisata Dieng dapat kembali terangkat," kata dia menegaskan.

Disinggung mengenai jumlah pengunjung pascapeningkatan aktivitas Kawah Timbang, dia mengatakan, hal itu mulai menunjukkan peningkatan meskipun belum signifikan.

Dalam hal ini, kata dia, jumlah kunjungan wisatawan mengalami kenaikan sekitar lima persen dari kondisi ketika terjadi peningkatan aktivitas Kawah Timbang yang turun 80 persen dari kondisi normal.

"Dalam kondisi normal, jumlah kunjungan rata-rata 300 orang per hari, kalau musim liburan bisa mencapai 1.000 orang per hari. Namun saat ada kejadian di Kawah Timbang, kunjungan turun hingga 80 persen dan sekarang sudah mulai naik sekitar lima persen jika dibanding saat terjadi penurunan," katanya.

Secara terpisah, Kepala Dinbudpar Banjarnegara Suyatno mengatakan, gelar budaya ruwatan anak berambut gimbal yang merupakan bagian dari kegiatan DCF 2011 diharapkan dapat memulihkan kepariwisataan Dataran Tinggi Dieng yang sempat mengalami kelesuan akibat peningkatan aktivitas Kawah Timbang.

"Kalau bisa pulih seperti dulu mungkin membutuhkan waktu yang lama, tidak bisa serta merta. Tapi paling tidak acara ini dapat menunjukkan bahwa Dieng aman untuk dikunjungi sehingga wisatawan akan berangsur-angsur datang," katanya.

Sementara itu, Direktur Pemberdayaan Masyarakat Direktorat Jenderal Pengembangan Destinasi Pariwisata Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata (Kemenbudpar) Bakri mengatakan, gelaran DCF 2011 berpotensi menjadi ajang wisata internasional.

"Kegiatan ini bisa menjadi agenda wisata nasional dan berpotensi menjadi ajang wisata internasional. Namun demikian, pelaksanaannya masih perlu ditata lebih bagus lagi," katanya.

Oleh karena itu, menurut dia di sela-sela ruwatan anak berambut gimbal yang merupakan rangkaian kegiatan DCF 2011 di Kompleks Candi Arjuna Dataran Tinggi Dieng, Kemenbudpar berencana menyediakan alokasi anggaran untuk mendukung kegiatan tersebut.

"Selain itu, kegiatan DCF 2011 itu juga merupakan momentum kebangkitan pariwisata Dataran Tinggi Dieng pascapenurunan kunjungan akibat peningkatan aktivitas Kawah Timbang, Gunung Dieng," katanya.

Prosesi Ruwatan

Gelar budaya ruwatan dalam DCF 2011 ini diikuti tujuh anak berambut gimbal dari Kabupaten Wonosobo --Dataran Tinggi Dieng berada di Kabupaten Banjarnegara, Wonosobo, dan Batang-- karena anak-anak berambut gimbal dari wilayah Banjarnegara atau daerah lain yang memiliki garis keturunan dengan masyarakat Dataran Tinggi Dieng belum ada yang menghendaki diruwat.

Pemangku adat masyarakat Dataran Tinggi Dieng, Mbah Naryono (61) mengatakan, orang tua tidak bisa sembarangan meruwat anaknya yang berambut gimbal karena hal itu harus atas permintaan dari sang anak.

Selain itu, kata dia, permintaan sang anak berambut gimbal sebelum maupun saat hendak diruwat juga harus dituruti oleh orang tuanya.

Menurut dia, ruwatan ini ditujukan untuk memohon keselamatan bagi anak-anak berambut gimbal yang diyakini sebagai anak bajang titipan Ratu Kidul (Ratu Laut Selatan).

"Konon anak berambut gimbal atau gembel yang berjenis kelamin laki-laki merupakan titisan Eyang Agung Kala Dete, sedangkan yang perempuan titisan Nini Ronce Kala Prenye. Mereka diyakini sebagai titipan anak bajang dari Ratu Samudera Kidul," katanya.

Selain Dataran Tinggi Dieng (lereng Gunung Prahu, red.), kata dia, anak-anak berambut gembel ini juga dapat dijumpai di lereng Gunung Sindoro, Gunung Sumbing, dan Gunung Rogojembangan.

Menurut dia, rambut gembel pada anak-anak ini tidak tumbuh dengan sendirinya karena bisanya diawali dengan sakit lebih dulu.

"Jadi setiap gembelnya akan tumbuh, anak-anak itu lebih dulu sakit. Namun setelah gembelnya tumbuh semua, mereka tidak akan sakit-sakitan lagi," katanya.

Setelah gembelnya tumbuh, kata dia, rambut anak-anak tersebut tidak pernah disisir karena hal itu justru akan membuatnya sakit.

Informasi yang dihimpun dari sejumlah masyarakat setempat, rambut gembel ini terdiri empat jenis, yakni gembel pari (gembel padi yang memiliki ukuran paling kecil seperti padi), gembel jagung (seperti rambut jagung), gembel jatah (gembelnya hanya beberapa helai), dan gembel wedus atau kambing (gembel yang ukurannya paling besar).

Konon, gembel pari jarang ada yang memilikinya sedangkan jenis gembel lainnya banyak dijumpai di Dataran Tinggi Dieng.

Terkait upaya menghilangkan rambut gembel ini, Mbah Naryono mengatakan, hal itu dapat dilakukan dengan cara ruwatan, yakni ritual memotong rambut tersebut.

"Kalau dipotong sendiri tanpa melalui acara ruwatan, sang anak akan sakit dan rambut gembelnya akan kembali tumbuh, sehingga harus melalui acara ruwatan," katanya.

Menurut dia, anak-anak tersebut diyakini tidak akan berambut gembel lagi setelah menjalani ruwatan. "Saya dulunya juga berambut gembel," ujarnya.

Salah satu orang tua peserta ruwatan, Ahmad Zauhi mengatakan, anak perempuannya yang bernama Suibatul Asiamiah (5) mulai tumbuh rambut gimbalnya saat berusia tiga tahun.

"Sebelum tumbuh rambut gimbal, dia sering sakit-sakitan hingga kejang-kejang. Namun setelah sakitnya sembuh, rambutnya menjadi gimbal," katanya.

Menurut dia, anaknya berkeinginan rambut gimbalnya dipotong (diruwat, red.) dengan syarat dibelikan sepeda warna merah jambu.

Sementara itu ayah Fajar (3), Sardiyanto mengatakan, anaknya yang ikut ruwatan ini minta seekor "wedhus brengos" (kambing berjenggot, red.), sepasang ayam, dua ekor marmut, dan tempe "kemul" (sejenis mendoan, red.) sebanyak 100 buah.

Kendati demikian, tidak semua anak berambut gimbal mengikuti ruwatan tersebut karena mereka belum menginginkannya.

"Anak saya, Najati Lulu Asabila (3,5) belum mau diruwat. Dia memiliki rambut gimbal sejak usia 11 bulan yang diawali dengan sakit-sakitan," kata Aris (32), warga Desa Parikesit, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo.

Menurut dia, rambut gimbal yang dimiliki Lulu (nama panggilan anaknya, red.) ini kemungkinan faktor keturunan karena keluarga istrinya (ibunda Lulu, red.), Tri Utami (23) ada yang berambut gimbal.

Dalam keseharian, kata dia, anaknya tetap bermain seperti biasa bersama teman-temannya tanpa ada rasa malu karena memiliki rambut gimbal.

Akan tetapi ketika sedang emosi, katanya, Lulu tidak akan peduli dengan siapa pun. "Bahkan kalau emosinya sedang tinggi, rambut gimbalnya terlihat berdiri," katanya.

Saat ditanya mengenai keinginannya jika suatu saat mengikuti ruwatan, Lulu mengatakan, ingin ayam dan ikan kecil yang banyak. "Ayam kaliyan lunjar (ayam dan ikan kecil yang banyak, red.)," katanya.

Masyarakat Dataran Tinggi Dieng meyakini, apa yang diinginkan anak-anak berambut gimbal merupakan keinginan makhluk gaib yang mendampingi mereka sehingga harus dituruti.

Oleh karena itu, dalam prosesi ruwatan yang diawali dengan kirab budaya yang diberangkatkan dari halaman rumah Mbah Naryono di Desa Dieng Kulon menuju pelataran Candi Arjuna, terdapat pasukan pembawa sesaji, antara lain berupa tumpeng tujuh warna, jajan pasar, buah-buahan, dan "ingkung" ayam (sejenis ayam panggang tetapi direbus, red.) termasuk sejumlah ternak dan barang-barang yang diminta anak-anak berambut gimbal ini.

Sesampainya di depan Pendopo Soeharto Whitlam, perjalanan iring-iringan tersebut berpencar menjadi dua, pasukan pembawa sesaji langsung menuju pelataran Candi Arjuna, sedangkan ketujuh anak berambut gimbal yang biasa disebut sebagai "calon pengantin" ini dibawa orang tuanya menuju Sendang Maerakaca di Kompleks Sendang Sedayu untuk mengikuti prosesi "siram jamas" atau pemandian.

Anak-anak berambut gimbal yang mengenakan ikat kepala putih ini dimandikan oleh Mbah Naryono secara bergantian.

Usai dimandikan, mereka segera dibawa menuju pelataran Candi Arjuna untuk mengikuti prosesi pemotongan rambut gimbal yang juga dipimpin oleh Mbah Naryono.

Kendati demikian, pemotongan rambut gimbal tersebut tidak dilakukan Mbah Naryono melainkan oleh para pejabat Kabupaten Banjarnegara.

Selama prosesi pemotongan tersebut berlangsung, Mbah Naryono tampak duduk bersila sembari membaca mantra di depan anak-anak berambut gimbal yang menunggu giliran pemotongan rambut.

Usai prosesi ruwatan, potongan rambut gimbal tersebut selanjutnya akan dilarung ke Kali Tulis dan Telaga Warna yang bermuara di laut selatan Jawa Tengah.

Sementara berbagai makanan yang tersaji di pelataran Candi Arjuna, dimakan oleh anak-anak berambut gimbal yang telah diruwat dengan harapan memperoleh berkah dari ruwatan yang mereka ikuti.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Travel Update
Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Travel Tips
Turis Asing Beri Ulasan Negatif Palsu ke Restoran di Thailand, Berakhir Ditangkap

Turis Asing Beri Ulasan Negatif Palsu ke Restoran di Thailand, Berakhir Ditangkap

Travel Update
19 Larangan dalam Pendakian Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi demi Keselamatan

19 Larangan dalam Pendakian Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi demi Keselamatan

Travel Update
Harga Tiket Camping di Silancur Highland, Alternatif Penginapan Murah

Harga Tiket Camping di Silancur Highland, Alternatif Penginapan Murah

Travel Update
Harga Tiket dan Jam Buka Terkini Silancur Highland di Magelang

Harga Tiket dan Jam Buka Terkini Silancur Highland di Magelang

Travel Update
Awas Celaka! Ini Larangan di Waterpark...

Awas Celaka! Ini Larangan di Waterpark...

Travel Tips
BOB Downhill 2024, Perpaduan Adrenalin dan Pesona Borobudur Highland

BOB Downhill 2024, Perpaduan Adrenalin dan Pesona Borobudur Highland

Travel Update
Terraz Waterpark Tanjung Batu: Harga Tiket, Lokasi, dan Jam Buka

Terraz Waterpark Tanjung Batu: Harga Tiket, Lokasi, dan Jam Buka

Jalan Jalan
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com