Semua tampak cantik dan rapi. Semua orang pun datang dengan teman, pasangan dan atau keluarga. Tak terlihat seorang pun yang datang sendirian. Hal ini mungkin juga merupakan tradisi yang menggambarkan, betapa masyarakat Jepang suka berkumpul. Bahwa hidup itu bukanlah milik sendiri, tapi untuk dinikmati bersama-sama.
Hmm… saya jadi teringat ketika di Indonesia dalam masa pemerintahan Presiden Soeharto. Tiap tahun, sekolah dasar, baik negeri maupun swasta selalu mengadakan festival sepeda hias dan konvoi dengan menggunakan baju daerah yang diiringi grup drum band. Hal ini tak hanya menyenangkan bagi peserta festival tapi juga menjadi hiburan tersendiri bagi warga yang menonton di pinggir jalan.
Ya … wajah-wajah penonton kembang api di Jepang, sama persis seperti wajah-wajah warga di kampung halamanku, Tuban saat konvoi dilaksanakan. Meski konvoi itu ada tiap tahun, tapi toh mereka selalu tetap melihat dengan antusias. Teringat saat itu, jika konvoi dimulai, maka seluruh rumah di kampung akan kosong karena mereka semua berada di pagar untuk melihat arak-arakan anak-anak berbaju daerah dan bersepeda hias dan diiringi drum band lewat.
Oya … pesta kembang api di Jepang tak hanya sekadar ada kembang api dan para penontonnya yang berpakaian yukatta, tapi juga ada berbagai pertunjukan dan ada pasar kaget. Pengen tahu ada pertunjukkan apa saja dan ada apa saja di pasar kagetnya? Tunggu artikel berikutnya yah.... (Catur Guna Yuyun Angkadjaja)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.