Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Makam Perwira Laut Perancis di Sabang

Kompas.com - 29/09/2011, 03:17 WIB

Nusantara selalu menjadi bagian penting perjalanan sejarah dunia, termasuk dalam Perang Dunia I. Meski Hindia Belanda bersikap netral dalam Perang Dunia I (1914- 1918), sejumlah artefak, seperti makam pelaut Angkatan Laut Perancis korban pertempuran antara cruiser Jerman, SMS Dresden, dan kapal perang Perancis, Le Mousquet, masih tersisa di Pantai Kasih di sebelah barat Kota Sabang.

SMS Dresden adalah kapal penjelajah legendaris semasa PD I milik Kaiser penguasa Jerman. Dresden sendirian bertualang dari pangkalannya di Tsingtao (Mandarin: Qing Dao) yang ketika itu merupakan koloni Jerman di Tiongkok. Dresden mengarungi Laut China Selatan, perairan Nusantara, dan Samudra Hindia untuk menghancurkan kapal-kapal Sekutu: Inggris, Perancis, Jepang, serta Rusia.

Adapun Le Mousquet adalah kapal destroyer dan peluncur torpedo Perancis bagian dari armada Sekutu yang sedang berlabuh di Penang, yang ketika itu merupakan jajahan Inggris (Straits Settlement) di Semenanjung Malaya. Le Mousquet tenggelam saat bertempur dalam jarak dekat melawan Emden di perairan Penang-Selat Malaka pada tanggal 28 Oktober 1914.

Penulis sejarah Indonesia-Perancis, Kolonel (Purn) Jean Rocher, yang ditemui awal September 2011, menceritakan fakta menarik tentang peninggalan PD I berupa sepasang makam pelaut Perancis di Sabang yang terlupakan itu.

”Saya mendapat informasi tersebut dari tulisan pakar Indonesia di Paris, almarhum Denys Lombard,” kata Rocher yang baru saja meluncurkan buku Perang Napoleon di Jawa 1811 terbitan Penerbit Buku Kompas.

Rocher yang bertugas sebagai atase Pertahanan Perancis untuk Indonesia pada 1990-an menemukan lokasi yang disebutkan Lombard. Makam militer Perancis itu terletak di pemakaman Belanda di Sabang. Sepintas lalu bagi mata awam tidak ada yang berbeda antara makam itu dan makam Eropa lainnya.

Perancis-Jerman-Inggris

Lebih lanjut Rocher dalam jurnal ilmiah Archipel terbitan Perancis menulis, Jerman-Perancis yang berperang di Eropa juga berhadap-hadapan di Asia Timur-Pasifik. Jerman memiliki basis di Tsingtao, Papua Niugini, Kepulauan Mariana, Karolina, Palau, dan Marshall. Inggris memiliki basis di Weihaiwei, Tiongkok, dan Singapura-Malaya serta Perancis mempunyai pangkalan di Guangzhou di Tiongkok dan Indo-China (sekarang Vietnam, Laos, dan Kamboja).

Tsingtao diserbu Jepang dan Sekutu. Pertahanan Jerman pun kocar-kacir. Emden sempat melarikan diri dan memulai teror terhadap Sekutu di lautan. Perairan Nusantara yang netral menjadi tempat untuk mengisi ulang pasokan logistik Emden.

Dalam buku The Pepper Trader diceritakan Emden berulang kali lego jangkar di Nusantara untuk mendapat pasokan batubara dan bahan pangan di sejumlah pelabuhan. Sesuai ketentuan, negara netral dalam PD I hanya bisa menerima kapal Sekutu dan negara Entente (Jerman, Austro-Hongaria dan Turki) maksimal 1 x 24 jam.

Serangan mematikan dilancarkan Emden pada 24 Oktober 1914 ke Pelabuhan Penang. Emden memasang satu cerobong asap tiruan sehingga dari jauh terlihat seperti kapal Sekutu. Emden yang menerobos Pelabuhan Penang menenggelamkan sejumlah kapal perang Inggris, Rusia, dan Perancis.

Komandan Emden Julius Lauterbach akhirnya berhadapan dengan destroyer-torpedo Perancis, Le Mousquet. ”Mousquet melepas salvo dan akhirnya torpedo. Emden membalas tembakan dan Mousquet pun tenggelam. Pelaut Jerman bersikap ksatria, mereka menyelamatkan para pelaut Perancis. Sebanyak 20 pelaut Perancis yang terluka diturunkan di Pelabuhan Sabang sebagai wilayah netral. Para korban dikirim ke Rumah Sakit Militer (kini RS Angkatan Laut Sabang) untuk dirawat. Ada dua prajurit yang kemudian meninggal dan dimakamkan di Sabang,” kata Rocher.

Penulis Jerman, Horst Geerken, yang juga menulis buku untuk Penerbit Buku Kompas, mengaku posisi Sabang memang strategis. Pemerintah Nazi pada PD II memerintahkan pembangunan stasiun radar ukuran besar untuk menjaga ujung utara Selat Malaka.

Sabang dibombardir Inggris dari pangkalan di India semasa PD II. Sebuah kapal perang Perancis, Richeliu, yang beroperasi di bawah komando Royal Navy dan dinamai HMS Richeliu, ikut membombardir Sabang.

Kembali ke PD I, makam pelaut Perancis itu diresmikan militer Perancis tahun 1922. Makam Perancis itu adalah bagian dari magnet wisata sejarah militer di Nusantara yang seharusnya dirawat untuk menarik wisatawan asing dan juga menjadi sarana diplomasi military to military oleh TNI. (Iwan Santosa)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com