Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Wisata Sinema Helsinki, antara Cinta dan Anarki

Kompas.com - 17/11/2011, 17:13 WIB

KOMPAS.com - Pergi menonton film ke bioskop terdekat bisa membawa kita menjelajahi dunia nun jauh. Dalam temaram pancaran lampu proyektor, sinema selalu menggelitik imajinasi dan menularkan rasa katarsis mengenai cerita suka duka kehidupan.

Hanya dalam sekali duduk, kita diajak berpetualang dari kursi kita, berwisata sambil berempati dengan karakter, budaya, dan tempat yang jauh berbeda, seakan keluar bertubi-tubi dari rekaman pita seluloid. Kita tidak sendiri, bersinggungan siku dengan kita adalah turis virtual lainnya berbagi kenyamanan dan pengalaman berwisata sinema.

Kecintaan berwisata sinema bersama inilah yang ikut melahirkan berbagai festival film di seluruh dunia. Festival film merayakan menonton film sebagai kegiatan sosial kultural yang mengasyikan. Pergi menonton festival film bisa membawa kita berkeliling dunia berkali-kali.

Layaknya ketika sebuah rombongan karnival sirkus berkunjung. Festival film bisa menawarkan beragam genre film dari berbagai negara sambil mengangkat tema dan cerita komunitas marginal yang biasanya tidak mendapat tempat di industri.

Festival film menjadi konvensi pertemuan seni dan bisnis, diskusi dan penghargaan bagi insan perfilman. Sekaligus masyarakat awam sambil berbagi kesenangan menonton film.

Bagi pecandu sinema, ajang festival film tahunan menjadi surga tersendiri dan bisa mendorong mereka secara lahiriah berwisata ke kota tempat festival film itu sedang diselenggarakan. Tak jarang, identitas suatu kota dan budaya terbentuk dari berbagai festival film. Sebut saja Cannes, Venesia, San Sebastian dan Toronto yang bisa menyedot turis ketika festival film prestisius mereka berlangsung.

Helsinki pun tidak mau ketinggalan. Selama lebih dari dua dekade, Festival Film Internasional Helsinki tak luput diadakan setiap musim gugur selama sepuluh hari, merayakan cinta dan anarki dalam sinema.

Festival Film Internasional Helsinki lebih akrab dikenal oleh warga Helsinki sebagai Rakkautta & Anarkiaa atau secara lahiriah berarti Cinta dan Anarki. Hal ini memang menjadi motor romantika petualangan sinema dalam festival ini. Sifatnya yang tidak kompetitif, memberi kesempatan bagi tema film alternatif dan radikal dari seluruh dunia untuk tampil berdampingan dengan film-film mainstream.

Maka konon dibutuhkan hati dengan kapasitas toleransi yang besar, sikap pemberontak yang kritis serta imajinasi yang liar untuk menikmati rangkaian film yang beragam ini. Tetapi tentunya selalu menjadi diri sendiri, pilih film sesuai selera dan bersedia dihibur oleh sinema sudah menjadi pilihan yang cukup aman.

Film pembuka bisa menjadi gambaran karakter festival ini. Festival dibuka dengan karya fantastik dari Pablo Almodovar, “The Skin I Live In” yang memadukan genre horor, melodrama, dan thriller dengan sentuhan narasi dan serangan sinematografi khasnya.

Lalu sepanjang lebih dari seminggu, kita diprovokasi, dihibur dan diajak berpikir. Kemudian turut merasakan suatu sensasi hanya karena permainan gambar bergerak dan suara yang meneriakkan pesan cinta sekaligus pertanyaan jika bukan perlawanan akan status quo.

Kita bisa terjebak dalam sebuah serangan teroris di Irak bersama seorang sutradara film dokumenter dalam “20 Ciggarettes”. Bisa juga bersenandung “Pata Pata” atau melongok sejarah perjuangan Afrika Selatan melawan apharteid dengan biduanita legendaris Miriam Makeba dalam “Mama Africa”.

Kemudian jatuh hati dan berharap bisa mengendarai mobil bersama menembus malam dengan karakter Ryan Gosling dalam “Drive”. Lalu terperangah bangga menyaksikan karya tim animator Indonesia sebagai persembahan sutradara Eric Khoo pada artis manga Yoshihiro Tatsumi dalam “Tatsumi”.

Hingga menyelami alam pikir sutradara Iran terkenal, Jafar Panahi yang terkena sanksi larangan membuat film. Tetapi ia tetap memperjuangkan kebebasan berkarya dan berpendapat lewat “This is not a Film”.   Kharisma Kaurismäki

Festival film juga menjadi atraksi sosial tersendiri karena kekuatan bintang yang mampu menyedot massa. Seperti halnya Festival Film Sundance yang tak bisa dipisahkan dari nama besar Robert Redford dan Festival Film Tribeca di New York dari Robert de Niro, tahun ini Festival Film International Helsinki berhasil mendatangkan Mika Kaurismäk.

Mika Kaurismäk adalah sutradara terkenal Finlandia. Keluar dari persembunyiannya di Brasil, ia datang untuk mempromosikan film dokumenter terbarunya, Mama Africa.

Ia berhasil membangkitkan kembali arwah diva dari Afrika, Miriam Makeba yang sangat menyihir dan kepribadiannya yang keibuan dan vokal melawan ketidakadilan. Jantung dari film ini terletak dalam pernyataan Makeba, “Saya tidak bernyanyi soal politik, saya bernyanyi soal kebenaran”.

Kharisma dan kerendahan hati Kaurismäki terpancar selama sesi tanya jawab informal dan hangat dengan penonton setelah pemutaran film Mama Africa. Sentuhan budaya Finlandia tetap terasa meski beberapa tema filmnya sangat kental dengan kultur Amerika Latin dan Afrika.

Selain aktif menyelenggarakan Festival Film Midnight Sun berupa festival film yang memutar film non-stop di bawah matahari musim panas yang bersinar sepanjang malam, Mika bersama saudaranya Aki, menjadi duta perfilman yang memperkenalkan Finlandia secara luas kepada dunia.

Tak hanya secara kultural tetapi juga seperti membawa kita berjalan-jalan keliling negeri. Jika berkesempatan, coba berkenalan dan berkeliling berbagai pelosok area di Helsinki secara virtual bersama empat belas karakter yang semuanya bernama Frank dalam film Aki berjudul “Calamari Union”.

Wisata sinema tak lengkap tanpa menyaksikan film dokumenter lokal populer, “Finnsurf” tentang berselancar di pantai Finlandia yang bersalju dan berbatuan terjal dalam suhu minus. Olah raga ekstrem ini sudah menjadi gaya hidup alternatif para peselancar yang tidak bisa menikmati setiap saat surga tropis dengan gulungan ombak yang menawan seperti di Bali.

Air laut yang dingin dan karang bisa memecahkan tubuh serta ombak yang rendah karena pesisir yang pendek, tidak menyurutkan nyali dan nafsu para peselancar anarkis ini.

Bermodalkan kostum selancar anti-dingin dan laporan prakiran cuaca, mereka menanggalkan identitas keseharian sebagai akuntan, pekerja konstruksi atau profesi lainnya. Lalu mengejar hujan badai yang bisa menghasilkan ombak tinggi yang menantang.

Refleksi tentang kehidupan sebagai orang Finlandia dengan alam yang keras. Serta impian mereka berada dalam kehangatan Bali memberi perspektif kultural yang hanya bisa ditemui dalam wisata sinema ini.

Keliling Bioskop Budaya menonton di gedung bioskop menyajikan pengalaman wisata tersendiri ketika kita mengunjungi berbagai bioskop tua yang masih dilestarikan dan beroperasi di Helsinki. Selain unik secara historis dan arsitektur, kita juga bisa mendapatkan pengalaman yang berbeda dari satu bioskop dengan yang lain.

Beberapa bioskop tua terkenal seperti Orion, Biorex, Maxim dan Andorra serta Dubrovnik. Bioskop-bioskop ini memutar koleksi festival film tahun ini bersama jaringan biokop besar Finnkino.  

Melihat film animasi Tatsumi di teater tertua di Helsinki, Maxim menjadi pengalaman menonton yang maksimal. Layaknya Djakarta Theater zaman dahulu dengan teaternya yang bertingkat dua, penonton bisa memilih untuk duduk di tingkat bawah atau balkon.

Dari segi ukuran tentunya, Maxim didesain kecil dan kompak namun tetap memberi ruang nyaman bagi mereka yang duduk. Deretan kursi beludru merah dengan ornamen klasik pada atap layar lengkap dengan tirai hijau tua dan relief kuno pada kedua sisi seperti membawa kita kembali ke awal abad 19 dengan suasana teaterikal Yunani kuno.

Anda bisa juga menonton film sambil duduk santai dekat bar atau deretan sofa dalam studio Dubrovnik di lantai dasar Bar Corona sambil menengak bir dingin atau segelas anggur merah sesuai mood. Siapa tahu Anda bisa duduk bersebelahan dan berdiskusi film dengan pemiliknya, Kaurismäki bersaudara.  

Coba pula mengintip kuliah terbuka mengenai sejarah film dunia yang diadakan setiap Senin sore pada awal November oleh Universitas Helsinki di Orion, bioskop kecil dengan teater tunggal. Jaraknya dekat dari Corona dan biasa memutar berbagai film klasik dan eklektik.

Jika ingin merasakan studio yang besar dan massal, kunjungi Bio Rex dan rasakan sensasi tradisional seperti ketika berada di Djakarta Theatre tempo dulu yang megah berpadu dengan kapasitas mega studio Blitz Megaplex Jakarta. Lalu jangan lewatkan museum film di Tennispalatsi yang terletak di antara Bio Rex dan Dubrovnik.

Sehabis berkunjung ke ikon kota Gereja Putih, Anda bisa menyeberang jalan mampir ke Museum Kota dengan Kino Engel, teater film kecil di lantai dasar. Teater ini biasa memutar film pendek Finlandia secara gratis.

Tentunya dengan mudah Anda juga bisa mengunjungi jaringan bioskop modern. Seperti Kinopalatsi dan Tennispalatsi yang dikelola Finnkino dengan puluhan studio tersebar di seluruh negeri mengingatkan kita akan monopoli jaringan XXI di Indonesia.

Apabila tak berhalangan, sampai berjumpa di seperempat abad Festival Film Internasional Helsinki pada 20-30 September 2012. (IMY FERICA dari Helsinki, Finlandia)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

10 Museum di Solo untuk Libur Sekolah, Ada Museum Radya Pustaka

10 Museum di Solo untuk Libur Sekolah, Ada Museum Radya Pustaka

Jalan Jalan
Tarif Kereta Api Rute Jakarta-Yogyakarta Mei 2024, mulai Rp 260.000

Tarif Kereta Api Rute Jakarta-Yogyakarta Mei 2024, mulai Rp 260.000

Travel Update
Harga Tiket Pesawat Jakarta-Yogyakarta PP Mei 2024, mulai Rp 850.000

Harga Tiket Pesawat Jakarta-Yogyakarta PP Mei 2024, mulai Rp 850.000

Travel Update
Turis Asing Diduga Bikin Sekte Sesat di Bali, Sandiaga: Sedang Ditelusuri

Turis Asing Diduga Bikin Sekte Sesat di Bali, Sandiaga: Sedang Ditelusuri

Travel Update
Ada Pembangunan Eskalator di Stasiun Pasar Senen, Penumpang Bisa Berangkat dari Stasiun Jatinegara

Ada Pembangunan Eskalator di Stasiun Pasar Senen, Penumpang Bisa Berangkat dari Stasiun Jatinegara

Travel Update
Hotel Ibis Styles Serpong BSD CIty Resmi Dibuka di Tangerang

Hotel Ibis Styles Serpong BSD CIty Resmi Dibuka di Tangerang

Hotel Story
10 Mal di Thailand untuk Belanja dan Hindari Cuaca Panas

10 Mal di Thailand untuk Belanja dan Hindari Cuaca Panas

Jalan Jalan
Menparekraf Susun Peta Wisata Berbasis Storytelling di Yogyakarta, Solo, dan Semarang

Menparekraf Susun Peta Wisata Berbasis Storytelling di Yogyakarta, Solo, dan Semarang

Travel Update
Waisak 2024, Menparekraf Targetkan Gaet hingga 300.000 Wisatawan

Waisak 2024, Menparekraf Targetkan Gaet hingga 300.000 Wisatawan

Travel Update
3 Bulan Lagi, Penerbangan Langsung Thailand-Yogyakarta Akan Dibuka

3 Bulan Lagi, Penerbangan Langsung Thailand-Yogyakarta Akan Dibuka

Travel Update
Jelang Waisak 2024, Okupansi Hotel di Area Borobudur Terisi Penuh

Jelang Waisak 2024, Okupansi Hotel di Area Borobudur Terisi Penuh

Hotel Story
iMuseum IMERI FKUI Terima Kunjungan Individu dengan Pemandu

iMuseum IMERI FKUI Terima Kunjungan Individu dengan Pemandu

Travel Update
9 Wisata Malam di Jakarta, dari Taman hingga Aquarium

9 Wisata Malam di Jakarta, dari Taman hingga Aquarium

Jalan Jalan
Jangan Sembarangan Ambil Pasir di Pulau Sardinia, Ini Alasannya

Jangan Sembarangan Ambil Pasir di Pulau Sardinia, Ini Alasannya

Travel Update
6 Cara Cegah Kehilangan Koper di Bandara, Simak Sebelum Naik Pesawat

6 Cara Cegah Kehilangan Koper di Bandara, Simak Sebelum Naik Pesawat

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com