Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menunggu Konsep Pejalan Kaki di Bukittinggi

Kompas.com - 22/11/2011, 03:46 WIB

Jam Gadang dengan mesin jam merek B Vortmann yang dibuat di Recklinghausen, sebuah kota di bagian utara Jerman, pada tahun 1926 itu adalah hadiah Ratu Wilhelmina dari Belanda kepada Sekretaris Kota Bukittinggi. Saat itu, jam tersebut diangkut dari Rotterdam, Belanda, menuju Pelabuhan Teluk Bayur, Kota Padang.

Selama itu pula, kubah atapnya mengalami tiga kali pergantian. Pertama, bentuknya lonjong selayaknya peluru. Ini bentuk lazim pada kubah gereja yang dipengaruhi arsitektur Byzantium pada abad IV-XV dan terimbas sentuhan renaisans pada abad XV-XIX yang disebut cupola (koepel) yang juga mirip pucuk lentera.

Saat pendudukan Jepang, kubah atapnya berubah menjadi serupa dengan bentuk atap yang lazim ditemukan pada kuil-kuil di Jepang. Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 1945, kubahnya diubah hingga kini menjadi bentuk atap bagonjong empat dengan motif pucuk rebung yang khas tempat tinggal di Minangkabau.

Namun, kawasan Jam Gadang belum kunjung ideal sebagai lokasi kunjungan wisata. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bukittinggi Syafnil mengatakan, sejauh ini belum ada solusi untuk menata pedagang kaki lima yang menyemuti kawasan Jam Gadang. ”Yang dilakukan hanya beberapa kali razia tanpa diketahui ke mana para pedagang itu mesti dipindahkan,” katanya.

Mengenai pengelolaan parkir, ia mengatakan, Pemerintah Kota Bukittinggi juga menghadapi kesulitan. ”Berdasarkan ketentuan, pengelolaan parkir tidak boleh dilakukan pihak ketiga. Sementara pegawai kita terbatas dan juga tidak diperbolehkan menambah pegawai baru. Akhirnya, yang terjadi praktik pengelolaan parkir di bawah tangan,” Syafnil menambahkan.

Sesungguhnya, lanjut Syafnil, sejumlah tukang parkir dibekali karcis parkir dengan tarif resmi Rp 2.000 per kendaraan bermotor.

”Tapi, itulah jika tidak diawasi, tarifnya dinaikkan sendiri dan tidak ada karcis,” ujarnya.

(INGKI RINALDI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com