Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Melihat Bali Mendunia dengan Menyusuri Asia dan Pasifik

Kompas.com - 24/11/2011, 14:58 WIB

KOMPAS.com - Seni di Bali  menemukan akarnya dalam hiasan dekoratif simbolis kerajaan Bali dan pura. Selama berabad-abad, artis, seniman dan pengrajin di Bali bekerja di bawah patronase para pemuka agama dan penguasa, menghiasi dekorasi kerajaan dengan panel kayu berukir, lukisan, hiasan dinding sutra dan patung batu.

Seniman-seniman Bali tempo dulu tidak pernah menandatangani karya mereka; lukisan diproduksi secara kolaboratif dan karena itu anonim, dan para pemuda biasanya tinggal dekat desa seniman. Umumnya mereka memiliki sedikit ruang untuk ekspresi pribadi karena karya seni mereka harus mengikuti aturan agama yang ketat dan garis pedoman estetika yang telah ditetapkan.

Pada saat itu, lukisan tradisional Bali dibatasi untuk apa yang sekarang dikenal sebagai Kamasan atau gaya wayang dengan dua dimensi visual yang diambil dari kisah mitologi Hindu dan digambar di atas kain atau kertas kulit dengan pewarnaan terbatas pada pewarna alami.

Namun demikian, keadaan mulai berubah dengan kedatangan seniman avant-garde asing di tahun 1920-an dan 30-an, seperti Walter Spies, Rudolf Bonnet dan Adrien-Jean Le Mayeur, yang mendorong kebebasan individu berekspresi.

Para seniman ini juga mempelopori awal keberangkatan dari tradisi seni yang terbatas, dengan menyediakan media lukisan dan memperkenalkan konsep melukis Barat - terutama teknik perspektif, gambar dan warna komposisi dan anatomi manusia. Hasilnya adalah sebuah ledakan karya seni yang sangat individualis, yang menyebabkan lahirnya gaya lukisan tradisional modern Bali.

Sebuah gerakan kedua, lahir dari pengaruh Eropa, terjadi di awal 60-an, dengan kedatangan Arie Smit ke desa Penestanan, Ubud. Dia mendorong para seniman di daerah ini untuk mengeksplorasi dan bereksperimen dengan warna dan bentuk-bentuk abstrak yang lebih sederhana. Lukisan-lukisan dalam gaya ini jauh lebih ekspresionis, dengan sedikit perhatian terhadap detail atau perspektif.

Di Museum Seni Pasifika di Nusa Dua, sebelas ruangan yang dibuat mengelilingi taman tropis bergaya Zen, membawa kita pada perjalanan karya seni Bali dan Indonesia, serta Indocina, Polinesia, Melanesia, Cina dan Asia.

Museum ini menyajikan 400 lukisan bersama dengan 200 patung-patung dan benda-benda dibuat oleh 140 seniman dari 20 negara. Selama bertahun-tahun, banyak dari seniman asing menjadikan Bali sebagai rumah mereka, membuat tema dan gaya mereka sendiri dalam penggambaran mereka terhadap masyarakat Bali, budaya dan agama Hindu.

Memasuki Museum Pasifika, tepatnya di lobi utama, para pengunjung disambut dengan enam peta lithographed Asia Pasifik diciptakan oleh seniman Meksiko Miguel Covarrubias (1904-1957). Pada tahun 1938, ia diundang untuk melukis serangkaian peta bergambar untuk Gerbang Emas Pameran Internasional 1939 di San Francisco.

Miguel Covarrubias menyediakan enam mural, berjudul "Pageant dari Pasifik ", yang memetakan negara-negara Pacific Rim. Dengan elemen bergambar Covarrubias yang dianggap sangat "karakteristik dan representatif", masing-masing panel menyajikan tema yang berbeda: Masyarakat, Fauna dan Flora, Keragaman Seni, Ekonomi, Rumah Adat, dan Sarana Transportasi asli. Peta ini pertamakalinya menempatkan Pasifik Rim sebagai pusat dunia, bukan Eropa atau Amerika Utara.

Perjalanan seni memasuki ruangan pertama di Museum, Ruangan Indonesia, dimulai dengan sebuah lukisan langit-langit besar gaya Kamasan Tua di Bali oleh Pan Seken, diikuti oleh beberapa gambar oleh Ida Bagus Nyoman Rai, salah satu dari beberapa pelukis Bali pada tahun 1930-an yang menggambarkan peristiwa-peristiwa bersejarah di sekitar desanya.

Ida Bagus Nyoman Rai tinggal di Sanur dan karyanya meliputi penggambaran paus terdampar dan dokumentasi peristiwa selama pendudukan Jepang. Ida Bagus Nyoman Rai berteman baik dengan seniman Swiss Theo Meier, yang kemudian menjadi pelindung pertamanya yang paling setia.

Meier adalah seorang seniman dengan karakter berwarna warni sebagaimana karya lukis minyak yang dia lukis di atas kanvas. Ida Bagus Nyoman Rai menyewa pondok gunung Walter Spies 'di Iseh, Karang Asem dimana kesenangan dan keahliannya dalam hal budaya, kuliner dan pergaulan, menjadi hampir sama legendarisnya dengan karya artistiknya.

Seniman kontemporer yang tampil di Pasifika di Ruangan Indonesia ini termasuk Nyoman Gunarsa, salah satu seniman terkenal Bali. Lukisannya, yang telah mempengaruhi banyak seniman muda baik di Bali dan Indonesia, mengeksplorasi kekayaan budaya Bali, dari cerita rakyat, upacara tradisional dan tari, dengan alam yang subur Bali.

Di Ruangan Indonesia ini juga dapat kita temukan Bapak Seniman Indonesia, Raden Saleh dengan karya terkenalnya “Berburu Harimau” (tiger hunt) dan “Potret Pangeran Ari” (portrait of Prince Ari, the Dutch East Indies Governor), juga “Potret Pangeran Al Qadri”. Tidak lupa juga karya para seniman Indonesia yang sudah mengharumkan Indonesia di mata asing seperti Affandi, Dullah, H. Widayat, Sudarso, Hendra Gunawan dan lain-lain.

Memasuki ruangan kedua di Museum Pasifika, Ruangan Itali, kita dapat menyaksikan lukisan dari pelukis Italia paling bergengsi dengan goresan minyak di atas kanvas yang luar biasa, menggambarkan seorang penari legong Bali. Lukisan ini dibuat pada tahun 1939 oleh Romualdo Locatelli yang karyanya sudah dikoleksi oleh Mussolini dan Paus di Roma. Lukisan ini merupakan salah satu dari sangat sedikit karya seni Locatelli yang tidak hancur dalam pemboman rumahnya pada tahun 1945 setelah artis itu sendiri terbunuh di Filipina selama Perang Dunia II.

Meninggalkan ruangan Itali, kita memasuki zaman kolonial Belanda. Dapat dilihat karya seni artis Eropa pertama yang mengunjungi Bali bernama WOJ Nieuwenkamp, yang dijuluki 'petualang' karena pada awal abad ke-20 ia melakukan perjalanan di seluruh Bali dengan sepeda, dan membuat sketsa adegan apa saja yang dilihatnya.

Sekelumit cerita menarik tentang Nieuwenkamp dituangkan dalam gambar dimana dia sedang menunggangi sepeda dengan roda berbunga-bunga di sebuah batu ukiran pada dinding candi Pura Meduwe Karang, Kubu Tambahan, Bali Utara. Sampai saat ini, prasasti bergambar pria asing bersepeda ini masih bisa dilihat di pura tersebut.

Di ruangan Belanda ini dapat juga kita saksikan karya-karya seni bersejarah dari Isaac Israel, Charles Sayer, Hendrik Paulides, W.G Hofker, Auke Sonnega, dan juga Arie Smit yang lahir pada tahun 1916 dan sampai saat ini masih hidup, menetap di Ubud. Juga dipamerkan dalam ruangan 'Seniman Belanda di Indonesia' ini adalah Rudolf Bonnet, yang merupakan salah satu seniman asing yang paling berpengaruh Bali.

Rudolf Bonnet adalah kekuatan pendorong dalam seni modern Bali, dan pada tahun 1936, mendirikan Gerakan Seni Pita Maha dengan Walter Spies, Gusti Nyoman Lempad dan Cokorda Gede Agung Sukawati. Gerakan ini didirikan untuk menjaga kualitas seni Bali, yang terlihat mengalami penurunan tajam sejak kedatangan wisatawan asing pertama di awal 1930-an.

Ruangan keempat mewakili seniman Perancis di Indonesia. Sesuai dengan ukuran ruangannya yang relatif kecil, tidak terdapat banyak pengaruh seniman Perancis di Indonesia dan Bali karena mereka sebagian besar mengunjungi wilayah jajahan Perancis.

Namun, Gabrielle Ferrand adalah seorang seniman dan wartawan Perancis yang berkeliling nusantara pada awal tahun 1920. Juga terdapat karya pelukis wanita Lea Lafugie yang mengadakan perjalanan sampai ke Kalimantan untuk menggambarkan kehidupan suku Dayak di zaman itu.

Memasuki Ruangan Indo European, yang mewakili seniman dari seluruh dunia dalam satu ruangan, pengunjung disambut oleh karya seni Pelukis asal Brussels, Belgia, Adrien Jean Le Mayeur, yang tiba di Bali pada tahun 1932, dan menikahi modelnya, Ni Pollok, seorang penari legong terkenal.

Rumah mereka di Sanur telah dilestarikan sebagai Museum Le Mayeur, dan karyanya di Pasifika diwakili dengan sebuah lukisan besar dengan panjang dua meter, serta beberapa pastel. Nama besar Le Mayeur dengan istrinya yang cantik, serta kedekatan mereka dengan Presiden Pertama Indonesia, Soekarno, diabadikan lewat foto dokumentasinya yang dapat dilihat di ruangan ini lengkap dengan surat tulisan tangan dari Soekarno sendiri untuk Le Mayeur.

Tidak kalah terkenalnya dalam mengharumkan nama Bali adalah seniman asal Meksiko Miguel Covarrubias. Sejarahwan, ilustrator, kartunis, etnolog dan seniman ini menulis buku, "Island of Bali ', yang berkontribusi melambungkan popularitas Bali pada tahun 1930-an di New York.

Lukisan ikoniknya dengan judul “Lumbung Padi Bali” dengan dua model gadis Bali di depan lumbung (seperti yang terlihat dalam edisi 1937 dari bukunya) dapat diamati terpampang pada media lukisan tidak transparan, dan enam lithografi peta Asia Pasifik, yang pertama kalinya menempatkan Pasifik sebagai pusat dunia, bukan Eropa atau Amerika Utara.

Miguel bersama istrinya Rossa saat itu juga memproduksi film dokumenter yang menggambarkan Bali di tahun 1930-an. Buku dan film dokumenter ini banyak menginspirasi para pengunjung dan seniman asing saat itu untuk mengunjungi Bali dengan keunikan seni budayanya.

Seorang sahabat bagi Bali, seniman asal Australia, Donald Friend yang merupakan penyusun gambar sketsa terkemuka, penulis buku harian, printmaker dan pelukis, dikagumi karena bakatnya dalam memainkan paduan warna, di samping kepekaan dekoratif dan penggambaran yang terampil tentang figur manusia, khususnya sosok laki-laki.  Donald Friend menetap di Bali dari tahun 1968 sampai 1980.

Tidak hanya karya seni yang melukiskan Bali dan Indonesia tempo dulu, setengah bagian dari Museum Pasifika juga memamerkan karya seni ternama dari Indochina (Vietnam, Laos, dan Kambodja), negara-negara di Asia seperti China, Jepang, Thailand, serta Filipina. Pengunjung Pasifika Art Museum juga dimanjakan dengan pameran objek-objek seni utama dari Pasifik dengan koleksi patung dan 'tapas' Oceania yang terpajang di atas kulit kayu.

Museum Pasifika terletak di BTDC Area, Blok P Nusa Dua, Bali. Mereka yang berminat mengunjungi museum ini bisa mendapatkan informasi lebih lanjut dengan menghubungi +62 361 774 935 atau mengunduh www.museum-pasifika.com

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com