Bayangkan, andai wisatawan mancanegara yang berniat membeli kain batik tersebut tidak memperoleh informasi memadai soal motif pada kain tersebut! Yang terjadi adalah kondisi bak membeli kucing dalam karung. Meski, kualitas kain dan pewarnaan batik tulis bersangkutan termasuk bagus.
Maka dari itulah, kebutuhan akan pentingnya sepotong informasi soal motif tersebut lama-kelamaan makin mendesak. "Turis asing memang suka bertanya soal kisah motif batik yang akan mereka beli," kata Direktur Rumah Batik dan Kerajinan Indonesia Pendopo Meutia Kumala dalam kesempatan wawancara beberapa waktu lalu.
Meutia, lebih lanjut, menyambut baik adanya sebentuk penjelasan yang tertempel pada label yang disertakan di tiap lembar kain batik tulis. Dengan cara itu, ada cerita yang bisa memberikan penjelasan kepada turis mencanegara, khususnya. Menjadi lebih baik kalau penjelasan dibuat juga dalam Bahasa Inggris. Sehingga, kolaborasi antara motif batik dengan cerita soal motif batik akan klop rasanya dengan pemeo "makin kenal makin makin sayang".
Selanjutnya, dalam pengamatan Meutia, turis asing juga memerlukan semacam jaminan soal orisinalitas pewarnaan batik. Menurutnya, bahkan sampai kini, tak cuma orang asing yang acap terkecoh pada tampilan warna batik. Pewarnaan batik dengan bahan alami seperti kulit mahoni, rempah-rempah, kulit buah manggis, dan lain sebagainya justru terlihat kusam dan tak bercahaya.
Sebaliknya, pewarnaan batik dengan bahan kimia menampilkan warna yang cenderung tampak cerah. "Masih banyak yang menganggap kalau yang tampilannya kusam justru tidak asli," kata Marketing Director Omnimedia Citraglobal Yenny N Petrus yang berkecimpung dalam bisnis suvenir, termasuk batik.