Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

12 Jam Wisata Sejarah di Jakarta

Kompas.com - 15/04/2012, 08:32 WIB
Ni Luh Made Pertiwi F

Penulis

KOMPAS.com – Tahukah Anda ada lebih dari 130 bangunan cagar budaya di Jakarta? Tak akan cukup waktu seharian untuk bisa menjelajahi dan menelisik bangunan-bangunan tersebut.

Beruntunglah jika Anda tinggal di Jakarta, kota yang kaya akan sejarah dan dipenuhi bangunan-bangunan tua penuh nilai historis. Sayangnya, banyak bangunan cagar budaya tidak mendapatkan perhatian.

Tak sedikit bangunan-bangunan tersebut tampak tak terawat. Coba saja tengok kawasan Kota Tua Jakarta, kotor dan bau pesing sudah menjadi hal lumrah. Beberapa bangunan, terutama yang tak masuk kategori cagar budaya, perlahan-lahan hancur.

Walau begitu, banyak pula bangunan cagar budaya yang masih menampilkan kecantikan arsitektur seperti di masa kejayaannya. Wisata sejarah di kota Jakarta tak selalu tentang area Taman Fatahillah. Mari menjelajahi kekayaan sejarah Batavia dalam 12 jam.

Pagi hari. Mulailah dengan mengunjungi Rumah Si Pitung di Kelurahan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara. Rumah tersebut dimiliki oleh H. Syafiuddi, seorang pengusaha kaya. Lalu mengapa disebut sebagai rumah Si Pitung?

Si Pitung sendiri dianggap jagoan penentang kolonial Belanda. Ia dipandang sebagai “Robin Hood” dari Betawi. Nah, kabar yang beredar rumah  H Syafiuddi pernah dirampok oleh Si Pitung. Namun, beberapa sumber sejarah menyebutkan kabar tersebut sengaja diembuskan untuk mengelabui kompeni alias kolonial Belanda.

Konon, Si Pitung sebenarnya bersembunyi di rumah tersebut. Aneka misterius dari sosok Si Pitung bisa Anda ketahui di rumah ini. Bentuk rumah panggung dari kayu tersebut juga memiliki kisah tersendiri. Tanyakan aneka kisah menarik di balik rumah tersebut pada penjaga.

Siang hari. Kelar menjelajahi Rumah Si Pitung, lanjutkan jelajah Anda ke Menara Syahbandar. Biasanya penggemar fotografi langsung mengarahkan perjalanan ke kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa dan melewatkan Menara Syahbandar.

Padahal, menara tersebut pun begitu memesona.Dari kejauhan, bangunan tersebut pun tampak menarik. Apalagi jika diperhatikan seksama menara itu tampak miring, seperti Menara Pisa di Italia saja.

Dahulu, di sinilah titik nol kilometer Jakarta, sebelum akhirnya dipindahkan ke Monumen Nasional (Monas). Jangan hanya berfoto-foto dengan latar belakang menara, tetapi naiklah sampai ke atas menara dan layangkan pandangan ke arah Pelabuhan Sunda Kelapa.

Rasakan sensasi kilas balik seperti di masa kolonial Belanda. Ya, fungsi awal menara tersebut memang merupakan menara pengawas keluar masuknya kapal. Bangunan terdiri atas tiga lantai.

Lanjutkan perjalanan ke Galangan VOC. Bangunan tersebut tampak megah dari  luar. Apalagi logo VOC yang terlihat menyolok. Nah, saatnya makan siang di bangunan peninggalan kolonial Belanda. Galangan VOC memang telah dialihfungsikan menjadi restoran.

Awalnya, Galangan VOC dibangun sebagai galangan untuk kapal kecil. Bangunan ini juga pernah menjadi  tempat penggilingan kopi. Bisa dibayangkan di masa kejayaannya sebagai tempat memperbaiki kapal, pastilah Galangan VOC begitu sibuk.

Sore hari. Lanjutkan perjalanan ke arah selatan yaitu ke Jembatan Gantung Kota Intan. Jembatan ini memang sudah tak berfungsi lagi. Di malam hari, jembatan ini malah jadi tempat nongkrong atau pacaran anak-anak muda.

Saat matahari tak terlalu panas, paling pas mampir ke jembatan ini pada sore hari. Apalagi saat matahari mulai turun dan memberikan warna semburat jingga pada langit. Saat cocok dengan nuansa jembatan yang berwarna merah bata.

Dahulu jembatan ini dapat diangkat dan diturunkan secara mekanis bila ada kapal yang melintas. Jembatan yang terbuat dari kayu itu dari kejauhan memang tampak gagak. Namun, besi-besi sudah begitu berkarat dan di beberapa bagian kayu sudah lapuk.

Mampir ke jembatan, Anda boleh saja berjalan hingga ke tengah jembatan. Tetapi, tetaplah berhati-hati. Lalu layangkan pandangan ke arah kali di bawahnya. Dulu, para noni Belanda menyeberangi kali dengan perahu-perahu.

Di bawah Jembatan Intan tersebut konon tersimpan banyak barang-barang peninggalan VOC maupun kolonial sebelumnya. Meriam Si Jagur juga disebut-sebut ditemukan di dasar kali tersebut.

Lanjutkan perjalanan ke Jalan Gajah Mada dan Anda akan menemukan pemandangan yang aneh. Diapit gedung-gedung tinggi nan modern, sebuah bangunan sederhana dengan arsitektur China masih berdiri kokoh. Seakan menentang arus zaman dan tak lekang oleh waktu.

Ya, bangunan tersebut adalah Gedung Candranaya. Bangunan ini dibangun di awal abad ke-19 oleh Khouw Tian Sek. Paling menonjol dari gedung ini adalah arsitekturnya yang merupakan perpaduan antara Tionghoa dan Belanda.

Malam hari. Akhiri perjalanan dengan mampir ke Gedung Kesenian Jakarta (GKJ). Jika waktunya pas, Anda bisa menonton aneka pertunjukan kesenian di Gedung ini. Biasanya, pertunjukkan akan dimulai antara pukul tujuh atau delapan malam.

Anda bisa melihat pentas teater sampai sendratari di gedung ini. Jangan lupa sebelum menonton pertunjukan, telusuri area tunggu di kanan dan kiri ruang pertunjukan. Di dinding terdapat foto-foto yang menampilkan perjalanan GKJ dari masa ke masa.

Jika ini pertama kalinya Anda menonton pertunjukan di GKJ, bersiaplah terpesona dengan area ruang pertunjukkan. Kursi-kursi merah berjejer rapi. Bagian panggung yang luas dan tinggi. Lalu pilar-pilar tinggi nan megah. Sepintas pengunjung terasa terlempar ke masa kolonial Belanda, ketika tuan-tuan dan nyonya-nyonya Belanda berkumpul dan menonton pertunjukan.

Sejak dulu, fungsi gedung ini selalu tetap yaitu sebagai gedung pertunjukan. Walaupun di masa Jepang sempat menjadi markas tentara, namun pada akhirnya kembali menjadi gedung pertunjukkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com