Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bernostalgia di Malang Tempo Doeloe dengan Gulali

Kompas.com - 27/05/2012, 11:03 WIB
Kontributor Malang, Yatimul Ainun

Penulis

MALANG,KOMPAS.com - Festival Malang Tempo Doeloe (MTD), agenda tahunan khas Pemerintah Kota (Pemkot) Malang, Jawa Timur, tak hanya isi dengan aneka macam dagangan tempo dulu seperti baju, dan barang antik lainnya, yang ada sejak zaman kolonial. Namun yang juga menjadi ciri khas MTD, hampir setiap pengunjung, saat keliling area MTD, sembari menikmati gulali.

Sejak MTD dibuka, pada 24 Mei lalu, puluhan penjual gulali mewarnai pemandangan MTD. Para penjual gulali, terlihat mayoritas dari kalangan orang tua. Penjual memang tak memiliki stan khusus untuk gulali. Namun, para penjual mangkal di depan beberapa stan mewah. Maklum, harga stan untuk di arena dalam sepanjang Jalan Ijen, rata-rata diatas Rp 1 juta.

"Kalau cuma jual gulali sewa stan, tak nutut labanya. Bisanya hanya nempel di depan stan. Ada yang jual keliling. Tapi resmi," kata Misnari, salah satu penjual gulali keliling di Area MTD.

Namun, walau tak memiliki stan khusus untuk menjual gulali, penganan yang terbuat dari gula itu laris manis, dibeli para pengunjung yang datang ke MTD. "Gulali yang dijual disini, bukan gulali yang dibuat dengan mesin modern. Tapi murni dimasak dengan menggunakan wajan besar. Bukan dari gula pasir, tapi dibuat dari bahan dasar gula pasir. Yakni tebu. Itu khas gulali Malang, yang terbuat dair tebu," katanya.

Gulali adalah makanan serba gula, yang mengingatkan kita pada masa kanak-kanak. Gulali lebih mirip lolipop, meski tentu dengan rasa yang berbeda. Gulali 100 persen terbuat dari gula pasir yang dilelehkan dalam wajan besar dan kemudian dijual menggunakan wajan kecil, dibawa berkeliling dengan pikulan.

Di wilayah Malang, terutama di Kabupaten Malang, yang mayoritas masyarakatnya bertani tebu, gulali, sudah ada sebelum tahun 1940. Gulali dikelola secara modern, dengan menggunakan mesin, pertama kali diperkenalkan pada 1904 oleh William Morrison dan John C Wharton, di St. Louis World's Fair dengan nama "Fairy Floss" (benang peri).

Namun, gulali yang dijual di MTD, masih tradisional. Gulali masih di dalam wajan. Setiap pembeli diambilkan langsung oleh si penjual di kendi berukuran besar dengan menggunakan bambu yang sudah dipotong-potong, layaknya tusuk sate. Kalau tak ada Festival MTD, gulali yang diproduksi secara tradisional sudah jarang ditemukan di Malang.

"Saat ini sudah jarang dijual di tempat umum. beda dengan zaman dulu. Makanya gulali boleh dijual di MTD, karena masuk makanan khas zaman dulu," katanya.

Sementara itu, Misiyan (70), tampak sibur malayani pembeli gulal yang dijualnya. Kepada Kompas.com, ia mengaku sejak MTD dibuka, barang jualannya sudah laris manis. "Saya sudah 4 tahun jualan gulali di MTD ini. Memang laris," katanya ditemui Minggu (27/5/2012).

Harga gulali, murah meriah. Punya uang Rp 1.000 sudah bisa makan gulali. "Harganya tergantung pembelinya. Mulai harga Rp 1.000 hingga Rp 3.000. Kalau Rp 2.000 lebih banyak," katanya.

Misiyan mengaku, dalam sehari, dirinya harus menyediakan tiga wajan besar. "Masaknya malam hari di rumah. Pagi sudah dibawa kesini untuk dijual. Enak sambil jalan-jalan makan gulali," katanya bernada promosi.

Dalam sehari semalam, Misiyan mengaku, mampu meraup hasil Rp 500.000. "Kalau modalnya tak terlalu mahal. Satu wajan paling hanya Rp 250.000. Hasilnya bisa sampai Rp 250.000 juga," akunya.

Sementara, Faizatul Hamidiyah, bersama tiga temannya, serentak beli gulali. "Gulali mengingatkan kita masih kecil. Makan gulali, bisa bernostalgia. Sambil jalan-jalan di Malang Tempo Dulu," ujarnya.

Saat makan gulali, katanya, bisa cerita masa lalu bersama teman-teman masa kecil, sambil jalan-jalan di MTD. "Selain itu, gulali juga enak dan murah," katanya.

Hingga penyelenggaraan MTD ketujuh kalinya, gulali masih setia mewarnai festival MTD. Bernostalgia bersama gulali sembari menikmati suasana tempo dulu di MTD akan berakhir 27 Mei 2012.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Jalan Jalan
Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Travel Update
Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Jalan Jalan
10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

Jalan Jalan
Tanggapi Larangan 'Study Tour', Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Tanggapi Larangan "Study Tour", Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Travel Update
Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Travel Update
Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Travel Update
Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com