Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yuk ke Museum Etnobotani...

Kompas.com - 19/08/2012, 07:48 WIB
Ni Luh Made Pertiwi F

Penulis

KOMPAS.com – Alam Indonesia yang kaya sudah pasti dan malah sering didengung-dengungkan di setiap kesempatan. Bagaimana dengan manusianya? Leluhur berbagai suku di Indonesia begitu kreatif memanfaatkan alam, namun mampu hidup selaras dengan alam yang menghidupinya.

Bentuk kreativitas itu bisa dilihat di Museum Etnobotani Indonesia yang berada di Kota Bogor, Jawa Barat. Etnobotani sendiri merupakan ilmu tumbuh-tumbuhan yang mempelajari hubungan antara suku asli suatu daerah dengan tumbuhan yang ada di sekitarnya.

“Kita punya banyak suku di Indonesia. Kita bisa lihat, dari kayu saja dimanfaatkan untuk berbagai barang. Di Kalimantan, kayu dipakai untuk pakaian,” jelas Suwondo, petugas di Museum Etnobotani.

Sesuai tema Museum Etnobotani Indonesia yaitu “Pemanfaatan Tumbuhan Indonesia”, pengunjung dapat melihat aneka produk yang terbuat dari tumbuh-tumbuhan. Ada sekitar 1700 koleksi di museum tersebut.

Koleksi berasal dari semua provinsi di Indonesia, mulai dari Aceh sampai Papua. Uniknya, koleksi yang dipamerkan bukan dibagi berdasarkan wilayah asal koleksi-koleksi tersebut, misalnya koleksi dari Aceh dan sebagainya. Melainkan, setiap kaca pamer menampilkan koleksi berdasarkan jenis tumbuhan dan pemanfaatannya.

Memang ada beberapa koleksi yang disatukan berdasarkan daerah, seperti area lontar. Di sini pengunjung melihat pemanfaatan daun lontar yang menjadi bahan primadona suku-suku di daerah Nusa Tenggara Timur dalam membuat aneka kerajinan, seperti wadah air sampai alat musik sasando.

Selain koleksi yang diletakan dalam kaca, ada pula koleksi yang dibiarkan terbuka. Sehingga pengunjung bisa melihat dengan lebih leluasa. Sebut saja bagian pameran tenun, di area ini ditampilkan beragam alat tenun yang terbuat dari kayu.

Sementara di area kaca, ada seperti area daun pandan dan pemanfaatannya menjadi keranjang, kursi, serta benda rumah tangga lainnya. Pun serupa dengan bagian rotan dan kayu. Uniknya, di bagian kayu, ditampilkan pakaian yang terbuat dari kulit kayu.

Ada pula area pamer pemanfaatan tumbuhan untuk jamu. Serta pembuatan tempe dengan ragi dan kedelai. Lalu replika rumah-rumah adat menggunakan tumbuhan seperti rumah adat suku Timor yang menggunakan lontar.

Pengunjung juga bisa melihat pemanfaatan batok kelapa, bambu, teknik pewarnaan batik dengan bahan alami, aneka kain tenun, dan masih banyak tumbuhan dan kreasinya. Satu hal yang pasti bersiap-siaplah terkagum-kagum dengan segala kreativitas para nenek moyang suku-suku di Indonesia.

Jika Anda penggemar berat kerajinan tangan, baik hobi membeli maupun membuatnya, museum ini wajib dikunjungi. Siapa tahu, malah muncul ide-ide membuat aneka kerajinan tangan dengan memanfaatkan tumbuhan di sekitar Anda, seperti yang dilakukan sejak lama oleh suku-suku di Indonesia.

Seperti Kebun Raya Bogor, Museum Etnobotani juga berada di bawah pengelolaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).

Biasanya, pelancong yang ke Bogor hanya bertandang ke Kebun Raya Bogor dan Museum Zoologi. Itu pun, karena Museum Zoologi berada di dalam kawasan Kebun Raya Bogor. Sementara Museum Etnobotani yang secara jarak memang tak berdekatan dengan Kebun Raya Bogor, seringkali dilewatkan.

Menurut Suwondo, pengunjung Museum Etnobotani sangat sedikit jika dibandingkan pengunjung Museum Zoologi. Pengunjung yang datang rata-rata adalah anak-anak sekolah yang berkunjung dalam rangka darmawisata.

Museum Etnobotani sendiri tergolong baru, yaitu diresmikan pada 18 Mei 1982 oleh BJ Habibie yang kala itu adalah Menristek. Bandingkan dengan Museum Zoologi yang sudah ada sejak masa kolonial Belanda.

Menuju Museum

Museum Etnobotani berada di Pusat Penelitian Biologi-LIPI di Jalan Ir. H. Juanda Nomor 22-24, Bogor, Jawa Barat. Untuk mencapai museum ini cukup berjalan kaki sekitar 10 menit dari Kebun Raya Bogor. Jika malas berjalan, bisa dengan naik becak dari kawasan Kebun Raya Bogor.

Waktu kunjungan dari hari Senin sampai Jumat dari pukul delapan pagi sampai empat sore. Kunjungan di Sabtu dan Minggu diperlukan perjanjian terlebih dahulu. Pengunjung yang ingin masuk ke dalam museum akan dipungut bayaran sebesar Rp 2.000. Tergolong sangat murah untuk semua pengetahuan akan nilai-nilai tradisi para leluhur yang hidup selaras dengan alam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com