Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harmoni Alam Pura Taman Ayun

Kompas.com - 09/10/2012, 10:37 WIB

Oleh Ayu Sulistyowati dan Cokorda Yudhistira

Menyeberangi sungai besar dan melewati jembatan serta apit surang (gapura) jadi pertanda memasuki Pura Taman Ayun, Mengwi, Kabupaten Badung, Bali. Taman yang asri dengan hamparan rumput hijau, cemara angin, pohon bodi, kolam seperti sungai berisi ikan nila yang mengelilingi area pura, serta candi air mancur menjadi pemandangan luar biasa.

Pura Taman Ayun berdiri pada abad ke-17 atau sekitar tahun 1634. Saat itu, yang memimpin Raja Mengwi Tjokorda Sakti Blambangan atau I Gusti Agung Ngurah Agung. Area pura tercatat seluas 100 meter x 250 meter. Raja Mengwi memercayakan pembangunan pura ini kepada arsitek asal China, Kang Choew.

Jika melihat fisik dari seluruh pahatan bangunan memiliki gaya Jawa dan Bali. Ketinggian jumlah meru merupakan angka ganjil, tertinggi adalah 11 tumpang dan jumlah tumpang paling sedikit tiga. Meru adalah bangunan dari kayu yang beratap limas dari ijuk, serabut pohon enau. Adapun tumpang adalah atap limas yang bertumpuk dari paling besar dan mengecil ke atas seperti pohon cemara.

Meru di Pura Taman Ayun dijadikan perwakilan pura-pura utama di Bali. Ini upaya Raja Mengwi saat itu meringankan warganya jika ingin sembahyang, tak perlu jauh-jauh ke Pura Besakih karena sarana transportasi belum sebaik sekarang.

Sementara itu, tempat sembahyang kalangan keluarga Kerajaan Mengwi memiliki pura sendiri di dalam Utama Mandala. Seorang Pendeta Pura Taman Ayun Jro Mangku Ida Bagus Punia dan beberapa pemangku memiliki amanat menghaturkan sesaji setiap hari.

Sejak pagi hingga sore, pengunjung dapat berkeliling melihat pura hingga mengajak keluarga sekadar menikmati kolam dan taman. Namun, pengunjung tidak diperkenankan memasuki kawasan utama pura. Tiket pengunjung harganya Rp 15.000 per orang untuk wisatawan asing dan Rp 10.000 per orang untuk wisatawan domestik.

Letak Taman Ayun sekitar 18 kilometer dari Kota Denpasar. Di sekitar pura terdapat warung tradisional, jajanan, dan tempat parkir. Ke depannya, pemerintah setempat akan membebaskan jalan sekitar lima kilometer di depan Pura Taman Ayun agar tak lagi dilalui kendaraan. Ini sebagai bagian dari menjaga kestabilan tanahnya dan kebaikan alam sekitarnya.

Pura Taman Ayun terbagi dalam tiga kawasan: Utama Mandala, Madia Mandala, dan Nista Mandala. Umat Hindu yang akan bersembahyang dan kalangan keluarga Kerajaan Mengwi saja yang diperkenankan memasuki Utama Mandala. Masyarakat yang berkunjung hanya bisa melihat dari luar pagar pura setinggi sekitar 150 sentimeter. Wisatawan tetap bisa mengambil gambar dan melihat aktivitas di kawasan utama.

Aturan dibuat agar pengunjung tidak sembarangan memasuki wilayah untuk sembahyang sehingga tempat itu tetap terjaga kesucian serta kebersihannya. Pengunjung masih bisa melalui kawasan Madia dan Nista Mandala.

Pintu masuk berupa bangunan gerbang tinggi dengan pintu dari ukir kayu hanya terbuka saat ada upacara besar di pura itu. Dalam kesehariannya, para pemangku serta umat yang bersembahyang melalui satu pintu kecil dari kanan kawasan utama.

Keunikan pura ini terdapat di dua kolam seperti sungai yang mengelilingi seluruh area pura. Kolam pertama di luar area yang biasa menjadi tempat rekreasi keluarga kerajaan. Kolam kedua terdapat dalam kawasan utama. Ini menjadi satu-satunya konsep kolam yang mengelilingi pura di Pulau Bali.

Bupati Badung Anak Agung Gede Agung yang juga keturunan Kerajaan Mengwi menjelaskan, area pura ini tetap punya konsep China, yaitu konsep angsa tidur jika dilihat dari angkasa. Apit surang merupakan kepala dari angsa, lalu jalan setapak masuk itu adalah leher angsa, dan baru menuju badan angsa.

Selain itu, fungsi pura ini memuat tiga hal, yaitu religius, pemersatu, dan sosial ekonomi. Fungsi religius merupakan pelayanan terhadap masyarakat, fungsi pemersatu karena menyatukan keluarga kerajaan dan masyarakat dari sejumlah keturunan, serta sosial ekonomi tecermin pada kolam yang bisa menjadi waduk bagi pengairan subak sekitar 40 desa sekitarnya.

”Kami pun terharu dengan perjuangan pemerintah selama sekitar 10 tahun agar pura dari Kerajaan Mengwi bisa menjadi kebanggaan masyarakat Badung serta Bali hingga bagian warisan dunia. Kami berusaha konsisten mempertahankannya,” kata Gede Agung, pertengahan Agustus lalu, di Badung.

Juni lalu, UNESCO menetapkan Pura Taman Ayun jadi bagian dari empat lokasi budaya subak Bali sebagai warisan budaya dunia. Tradisi itu menunjukkan nilai filosofi Tri Hita Karana, yakni keseimbangan manusia dengan Tuhan, manusia dengan manusia, serta manusia dengan alam. Lokasi itu adalah Pura Ulun Danu Batur dan Danau Batur (Bangli), Subak Pakerisan (Gianyar), Catur Angga Batukara (Tabanan), dan Pura Taman Ayun (Badung).

Ketua Grup Riset Sistem Subak Universitas Udayana, I Wayan Windia menyatakan, air kolam mengelilingi pura mampu memberikan manfaat bagi pengairan sawah sekitarnya. Karena itu, Pura Taman Ayun layak jadi warisan budaya dan perlu dijaga kelestariannya. Semua menyatu menjaga harmoni alam.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com