Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pulau Asuh, Surga Peselancar

Kompas.com - 12/10/2012, 08:55 WIB

Sebelum tsunami, Pulau Asuh adalah pulau favorit para peselancar. Ombaknya tinggi dan panjangnya bisa ratusan meter. Saat gempa dan tsunami menerjang Nias tahun 2004-2005, Pulau Asuh terangkat sekitar tiga meter. Akibatnya, ombak memendek menjadi sekitar 70 persennya saja meskipun tingginya masih 8 hingga 10 meter. Banyak peselancar yang tidak lagi datang ke Pulau Asuh.

Namun bagi Earl, kondisi ini lebih menyenangkan karena lebih aman. Risiko cedera pun lebih sedikit. Selain itu Pulau Asuh menjadi lebih tenang.

”Bagi peselancar AS, mimpi kami adalah berselancar di pantai-pantai Indonesia,” kata Earl. Ia telah keliling di banyak tempat selancar termasuk ke Mentawai, dan pilihannya jatuh ke Pulau Asuh.

Kalau angin di Pulau Asuh sedang tidak bagus, para peselancar akan pindah ke Pulau Bawah, tak jauh dari Pulau Asuh.

Edison Marunduri (48), pemilik penginapan Mama Silvi–satu-satunya penduduk asli yang memiliki penginapan–bercerita, Pulau Asuh mulai jadi kawasan wisata sejak tahun 1980-an saat peselancar asal Belgia bernama Patric dan Nicholas menemukan ombak besar di Pulau Asuh. Dua orang itu kemudian bekerja sama dengan penduduk lokal mendirikan penginapan dan mempromosikan Pulau Asuh.

Setelah itu, muncul orang Australia yang juga bermitradengan penduduk lokal membangun penginapan. ”Saya baru tahun 1997 membangun,” tutur Edison.

Para pengelola mematok harga antara Rp 200.000 hingga Rp 400.000 per hari untuk satu bungalow bagi wisatawan asing. ”Untuk wisatawan lokal ada diskon separuh,” tutur Manati Gulo, pengelola Asu Camp yang memasang tarif Rp 400.000 untuk wisatawan asing termasuk makan tiga kali.

Meskipun wisatawan asing turun 50 persen, namun ada peminat baru yang datang ke Pulau Asuh beberapa tahun terakhir, yakni pencinta kegiatan memancing. Mereka datang dari Medan, Singapura, dan Jakarta.

Berombongan para pencinta kegiatan memancing itu menginap antara lima hari hingga seminggu. Mereka pun membawa peralatan sendiri, bahkan kapal sendiri, meskipun bisa juga menyewa dari nelayan setempat.

Ikan di seputar Pulau Asuh masih sangat banyak dari tongkol, layar, tenggiri, berbagai jenis kakap, hingga ikan yang disebut penduduk ikan nanas merah, ikan jarang gigi. Para pencinta memancing hanya menangkap untuk berfoto kemudian ikan akan dilepaskannya lagi.

Tak heran kalau Edison dan para nelayan di Kepulauan Hinako dan Sirombu geram saat banyak kapal pukat harimau beroperasi di perairan Kepulauan Hinako. Ia khawatir rumput terancam habis, keindahan laut hilang dan ikan pun hilang.

Rasa geram itu kiranya menjadi komitmen semua pihak untuk peduli akan kelestarian ekologi pulau ini....

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com