Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Takpala, "Gunung" Pemersatu Alor

Kompas.com - 05/11/2012, 12:18 WIB

Sampai tahun 1970-an, di kampung ini terdapat kekuatan mistis-magis. Ada orang tertentu diyakini bisa terbang melintasi beberapa gunung dan pulau sekaligus, dengan cara merapatkan pulau atau gunung itu. Kini, kemampuan itu mulai sirna, kecuali jauh di pedalaman Alor, belum tersentuh teknologi atau kemajuan modern.

Takpala memiliki tujuh unit rumah tradisional dengan sebuah rumah adat di tengahnya. Rumah adat ini disebut ”Kolwal Kanurat”, berukuran 3 x 3 meter. Namun diyakini sangat sakral. Di dalam Kolwal Kanurat terdapat tombak, parang, busur, dan panah peninggalan leluhur. Tidak semua anggota masyarakat bisa mendekati rumah adat itu.

Darius Yetimau, tokoh adat setempat mengaku rumah di kampung adat itu dibangun dengan menggunakan bahan alamiah. Rumah yang dibangun sesuai struktur adat, disebut Falafaka. Falafaka memiliki lima tingkat. Tingkat pertama berupa panggung, tempat menerima tamu, bermusyawarah, dan tempat tidur kaum pria. Panggung ini terbuat dari bambu atau kayu, lalu dibentangkan tikar yang teranyam dari daun lontar.

Tingkat kedua untuk dapur masak. Tingkat ketiga kamar tidur kaum perempuan, tingkat keempat menyimpan makanan, dan kelima untuk menyimpan moko dan gong adat. Tingkat terakhir ini diyakini juga sebagai tempat tinggal leluhur.

Bahan bangunan rumah ini tidak pernah menggunakan paku, seng, atau besi lainnya. Ada keyakinan bahwa hasil pabrik tidak membawa keteduhan, rasa nyaman, dan sejahtera bagi penghuni rumah itu.

”Kampung adat Takpala dihuni 13 keluarga atau sekitar 36 jiwa. Mereka adalah turunan leluhur Takpala dengan tiga suku yang menghuni di dalamnya,” jelas Yetimau.

Meski hanya 13 keluarga, tetapi saat penyelenggaraan upacara adat, kampung kecil dan sunyi mendadak ramai. Kampung ini terletak di pinggang bukit Takpala, atau sekitar 100 mdpl.

Setiap 20 Juni diperingati upacara ”Tifoltol”, artinya tanam baru. Upacara ini sebagai persiapan musim tanam. Benih padi dan jagung disiapkan setelah direciki air, yang diambil langsung dari sumber mata air bukit Takpala, sekitar 2 km dari kampung. Masing-masing warga dari desa sekitar membawa benih, alat-alat pertanian, diletakan di dalam dan sekitar rumah adat, didoakan ketua adat.

Usai upacara, warga menyiapkan lahan. Mereka menggunakan alat-alat pertanian yang juga sudah didoakan secara adat.

”Tujuannya agar petani yang menyiapkan lahan pertanian itu tidak terluka, tidak ada wabah atau hama tanaman, atau tidak ada gangguan selama proses persiapan lahan. Pekerja sendiri harus memiliki sikap hati yang jujur, jangan serobot lahan warga sekitar, membakar hutan, dan berdamai dengan tetangga serta harus berdamai dengan orang yang sebelumnya dianggap sebagai musuh,” ujar Yetimau.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com