Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pulau Komodo Ramai Turis, tetapi...

Kompas.com - 20/11/2012, 15:53 WIB
Ni Luh Made Pertiwi F

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Sejak beberapa tahun belakangan Taman Nasional Komodo (TNK) di Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur (NTT) tengah naik daun di kalangan pelancong dunia. Setiap tahunnya, wisatawan mancanegara masuk ke Pulau Komodo untuk melihat binatang komodo yang hidup bebas di habitatnya.

Namun, seperti diungkapkan Kepala Bagian Perencanaan dan Kerjasama Destinasi Pariwisata Kemenparekraf, Frans Teguh, penduduk di Pulau Komodo tepatnya di Desa Komodo tidak merasakan dampak dari pariwisata yang begitu pesat terjadi di TNK.

“Mereka (penduduk desa) bilang nggak dapat apa-apa, saya sangat miris mendengarnya,” ungkap Frans kepada Kompas.com baru-baru ini.

Ia menuturkan penduduk desa telah mendapatkan bantuan melalui PNPM Mandiri Pariwisata untuk mengembangkan desa wisata. Pemodalan tersebut diharapkan dapat memasukan penduduk desa ke mata rantai pariwisata.

Menurut Frans, Desa Komodo yang kurang lebih terdiri dari 200 kepala keluarga tersebut, sebagian besar mata pencahariannya adalah nelayan. Dengan adanya program PNPM Mandiri Pariwisata, para penduduk belajar membuat patung-patung komodo.

“Ada workshop dan pelatihan keahlian untuk mereka. Seperti komoditas pariwisata yang bisa dijual, misalnya suvenir patung komodo. Itu yang tengah terbangun. Mereka punya alat sendiri dan pengajar didatangkan dari Bali,” jelas Frans.

Selain itu, lanjut Frans, penduduk setempat juga mengolah makanan khas untuk wisatawan yang datang. Namun, karena tak banyak pengunjung yang datang ke desa tersebut, akhirnya transaksi jual-beli pun terbatas.

“Kritik saya ke Taman Nasional, seolah mau masuk ke core bisnis pariwisata. Harusnya dia core-nya konservasi. Harusnya ada skema untuk meningkatkan core konservasi dengan pelibatan dengan masyarakat lokal. Ketika masuk ke ranah pariwisata, dia harus libatkan pemerintah daerah,” ungkap Frans.

Ia mengakui pihak TNK melibatkan masyarakat lokal dengan merekrut mereka menjadi ranger (polisi hutan). Tetapi, tambah Frans, hal tersebut masih dinilai terlalu kecil. Seharusnya ada sebuah manajemen pengunjung untuk mengatur pariwisata di TNK dan sekitarnya.

“Semua aktivitas wisata harus bergerak dari Labuan Bajo, karena hub-nya di sana. Labuan Bajo bisa menjadi service poin. Kapal pesiar dengan kapasitas 1.000 penumpang lempar jangkar di Labuan Bajo. Lalu diatur secara sosiologis dan masyarakat setempat,” ungkapnya.

Frans menuturkan budaya setempat sebenarnya melibatkan sebuah ritual sebelum bertemu Komodo. Sayangnya, ritual ini sudah tak pernah dijalankan. Ia berpendapat ritual tersebut sebaiknya dijalankan kembali.

“Wisatawan yang datang, harusnya di Labuan Bajo dibuatkan upacara, ritual dijalankan terlebih dahulu sebelum masuk ke TNK. Ritual ini saja bisa menjadi daya tarik wisata,” tuturnya.

Selama ini, jelas Frans, kapal pesiar lepas jangkar di lautan dekat dengan TNK, bukannya di Labuan Bajo. Kemudian turis dari kapal pesiar naik boat langsung datang ke pintu masuk TNK.

“Kita perlu long stay di Labuan Bajo diperpanjang. Kesenian, suvenir, makanan lokal, sampai transportasi akan kena dampaknya. Ini harus community based,” tuturnya.

Sebagai gambaran, tambah Frans, tahun 2011, TNK menerima 52 kunjungan kapal pesiar. Masing-masing kapal pesiar berkapasitas mulai dari 100 penumpang sampai 2.000 penumpang.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

Jalan Jalan
Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

Travel Update
Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

Travel Update
Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

Jalan Jalan
10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

Jalan Jalan
Tanggapi Larangan 'Study Tour', Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Tanggapi Larangan "Study Tour", Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

Travel Update
Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

Travel Update
Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

Travel Update
Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

Travel Update
World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

Travel Update
Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

Travel Update
Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

Travel Update
5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

Jalan Jalan
Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

Travel Update
Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com