Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Momentum Perbaikan Swasembada Daging Sapi

Kompas.com - 03/12/2012, 01:56 WIB

Indonesia pernah coba menyediakan alternatif sumber sapi impor dari India, Brasil, dan Amerika Serikat untuk produk turunan daging sapi. Namun, hal itu kandas karena ketentuan legal formal, yakni ancaman penyakit mulut dan kuku pada sapi, yang terkesan artifisial. Australia bahkan pernah coba mendorong ekspor daging sapi dan produk olahannya ke Indonesia dengan melempar tuduhan tindakan kasar pada sapi (non-humane) di rumah potong hewan di Indonesia. Namun, gagal karena ditentang peternak domestik Australia yang merasa lebih nyaman mengekspor sapi hidup.

Tahun 2011, Australia sebenarnya sempat pusing karena salah perhitungan dengan kebijakan swasembada daging sapi Indonesia. Tahun ini, terkesan Indonesia didikte Australia. Namun, saat pemerintah mengurangi kuota impor daging sapi tahun 2013 menjadi 80.000 ton, sebagian masyarakat menilai pemerintah cukup konsisten mencapai target swasembada daging sapi tersebut.

Sekian macam inkonsistensi inilah yang harus dibenahi untuk memanfaatkan momentum pencapaian swasembada daging sapi. Pertama, perbaikan basis data stok aktif sapi potong yang siap dikonsumsi. Pemerintah selalu mengandalkan data Sensus Sapi 2011 atau Pendataan Sapi Potong, Sapi Perah, dan Kerbau Tahun 2011, yakni 14,8 juta ekor. Dari data ini, Indonesia telah mencapai swasembada daging.

Fakta di lapangan, tidak semua populasi ini berupa stok aktif sapi potong. Itu karena mayoritas peternak Indonesia hanya punya 2-3 sapi yang berupa investasi. Survei lanjutan yang mengukur stok aktif siap potong harus dilakukan di setiap kabupaten sehingga neraca pasokan dan kebutuhan daging sapi dapat diestimasi lebih akurat.

Kedua, penyediaan sapi bakalan dari dalam negeri lewat pengembangan breeding farm secara sistematis dengan landasan akademik memadai. Kemampuan teknis para pemulia ternak dan praktisi peternakan di dalam negeri sudah sangat mumpuni.

Pemerintah perlu memberikan dukungan penuh bagi peternak dalam negeri, termasuk skala kecil dan menengah, dengan menyediakan akses permodalan dan pembiayaan bagi peternak yang mampu melakukan pembibitan. Penyediaan program Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) saja tidak cukup. Perlu pendampingan spartan dan pengawalan di tingkat lapangan.

Ketiga, pembenahan keseriusan dan perhatian sektor perbankan dalam melaksanakan penyaluran KUPS. Perlu kerja sama lebih erat dengan petugas teknis peternakan, saling memahami tugas dan tanggung jawab masing-masing. Di tingkat politis, anggota parlemen bersama Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Kementerian Pertanian wajib mencari titik temu pembahasan skema pembiayaan dan asuransi pertanian dalam kerangka Rancangan Undang-Undang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani.

Keempat, peningkatan produktivitas dan perbaikan reproduktivitas ternak sapi lokal, dengan dukungan bimbingan teknis dan ekonomis kepada peternak, serta pemberian insentif dan fasilitasi ekonomi yang memadai kepada peternak. Apabila badan usaha milik negara secara serius berminat melakukan usaha penggemukan sapi, melalui integrasi dengan kebun sawit, misalnya, hal itu perlu melibatkan kaum profesional peternakan yang telah teruji keandalannya.

Bustanul Arifin Guru Besar Universitas Lampung dan Professorial Fellow di InterCAFE dan MB-IPB

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com