Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pulau Cingkuak, Menguak Masa Lalu...

Kompas.com - 31/01/2013, 11:47 WIB

Madame Van Kempen diperkirakan meninggal sekitar 150 tahun sebelumnya. Madame Van Kempen, sesuai tulisan di nisan itu, adalah istri Thomas Van Kempen yang dituliskan sebagai Residen Poeloe Tjinko (Pulau Cingkuak).

Sebuah makam lain adalah replika nisan bertuliskan Nurlian yang dibangun Martias. Nurlian adalah ayah Martias. Nurlian tak dimakamkan di lokasi itu karena saat meninggal sedang tak berada di pulau itu.

Pada bagian barat pulau yang menghadap ke Samudra Hindia terdapat gerbang dari batubata yang masih terlihat rapi. Buku Direktori Pulau di Provinsi Sumatera Barat dari Direktorat Pemberdayaan Pulau-Pulau Kecil Dirjen Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Kementerian Kelautan dan Perikanan (2009) menyebutkan Pulau Cingkuak berarti nama binatang kera.

Daya tarik pantai

Yudi (29), seorang pengelola kedai di pulau itu, mengatakan, pengunjung lebih tertarik menikmati pantai ketimbang pergi ke bekas benteng. Jumlah wisatawan pada akhir pekan bisa mencapai 300 orang dan ribuan orang pada musim liburan atau hari raya. Pada hari kerja hanya sekitar 50 orang. ”Kebanyakan pengunjung lebih tertarik mandi dan berenang di pantai atau mencoba banana boat,” kata Yudi.

Martias menambahkan, kini pulau itu tak ditinggali, kecuali pada akhir pekan oleh sejumlah pemilik kedai saat pengunjung ramai. Namun, setelah zaman pendudukan Belanda, pulau itu pertama kali ditinggali ayah dan ibunya, yakni pasangan Nurlian dan Pawarna, tahun 1954.

Bersama orangtua dan saudara kandungnya, Martias sempat tinggal di pulau itu. Ia mulai membuka kedai di pulau itu tahun 1996 sejak kunjungan wisatawan mulai ramai. Setelah sempat merantau keluar pulau, mulai empat bulan terakhir ia kembali tinggal di pulau itu untuk mengelola kedai. Pala, kelapa, cengkeh, sukun, dan sejumlah buah-buahan ditanam sebagai sumber penghasilan. Sejak kunjungan wisatawan ramai tahun 1990, ia dan kerabatnya mulai fokus pada usaha kedai makanan.

”Namun, setelah tsunami di Aceh tahun 2004 hingga empat tahun sesudahnya, pulau ini sepi dari pengunjung,” kata Martias.

Kini selain pendapatan dari kedai makanan, Martias dan sejumlah pemilik hak atas pulau itu memperoleh bagian dari setiap penumpang kapal penyeberangan wisata. Selain itu, ada juga organisasi kemasyarakatan yang menerima bagian.

Bagi operator perahu, seperti Masri dan Makmur, uang yang diterima pemilik pulau dan organisasi kemasyarakatan untuk menjaga kebersihan dan keindahan pulau itu. Namun, kini Pulau Cingkuak kotor. Sampah berserakan di berbagai area.

Keluhan itu juga diutarakan Edison (35), wisatawan dari Teluk Kuantan, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. ”Pulau ini strategis karena dekat dengan daratan dan tenang. Namun, masih perlu penataan seperti sampah yang ada,” sebutnya.

Menurut Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga, Kebudayaan, dan Pariwisata Kabupaten Pesisir Selatan Nazwir, untuk mengembangkan potensi wisata kawasan itu, pemerintah akan mengintegrasikan sejumlah pulau, yaitu Pulau Cingkuak, Pulau Semangki, Pulau Aur, Pulau Babi, dan Pulau Panyu, serta membangun berbagai fasilitas baru.

Ikuti twitter Kompas Travel di @KompasTravel

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com