Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masak Kari, Ya, Kak Meri

Kompas.com - 31/03/2013, 08:21 WIB

Dari Ratijah, Kak Meri yang lahir di kota Bireuen ini belajar meracik aneka bumbu. Begitu Ratijah meninggal, tahun 1996, usaha itu pun diwarisinya.

Sebelum tsunami melanda Aceh pada 26 Desember 2004, di lantai dua Pasar Setui itu sebenarnya terdapat puluhan peracik bumbu seperti Kak Meri. Begitu terjadi gempa, banyak penjual yang kebanyakan tinggal dekat pantai bergegas pulang ke rumah. Sejak itu, mereka tak pernah terlihat lagi, menyisakan Kak Meri yang tetap bertahan di Pasar Setui hingga kini.

”Kalau waktu itu bertahan di pasar malah selamat. Air tsunami berhenti persis di depan pasar. Tetapi, siapa yang tahu saat itu akan ada tsunami sebegitu besar?” kata Kak Meri lirih, seolah pada dirinya sendiri.

Setelah tsunami, Kak Meri berhenti berjualan sampai setahun. ”Akhirnya jualan lagi karena beberapa pelanggan yang meminta agar saya jualan lagi,” katanya. ”Kasihan juga, kalau saya berhenti jualan, bisa-bisa tidak masak mereka.”

Hampir sepanjang tahun, Kak Meri bisa ditemui di Pasar Setui. Pagi-pagi sekali, sekitar pukul 06.00, dia biasanya sudah datang ke pasar untuk menyiapkan racikan bumbu. Pertama-tama dia berbelanja bumbu mentah di pasar itu, seperti cabai, kunyit, kemiri, bawang putih, bawang merah, dan sederet bumbu lainnya. Kemudian, dia bawa bumbu-bumbu itu kepada pemilik mesin giling.

”Kalau dulu, zaman mamak, bumbunya digiling sendiri pakai batu. Rasanya sebenarnya lebih enak, tetapi sekarang saya tak sanggup lagi kalau harus giling pakai tangan,” ucapnya.

Setelah bumbu digiling, dia kelompokkan bumbu-bumbu itu dalam sejumlah baskom. Begitu pelanggan datang, Kak Meri tinggal meracik bumbu-bumbu itu sesuai jenis masakan yang diinginkan pelanggan.

Kak Meri biasa berjualan hingga tengah hari. Rata-rata 200 pelanggan per hari. Tetapi, saat hari meugang, sehari-dua hari sebelum Ramadhan, pelanggannya bisa sampai seribuan orang. ”Biasanya yang beli antre memanjang di sana dari pagi sampai malam,” kata Kak Meri menunjuk pintu masuk pasar yang berjarak sekitar 30 meter dari kios tempatnya berjualan.

Selain racikannya yang dianggap pas, Kak Meri populer di kalangan ibu-ibu di Banda Aceh karena keramahan dan pelayanannya yang memuaskan. Sekalipun harga rempah dan bumbu-bumbu mentah melambung, dia tetap melayani pembeli eceran. Pelanggan yang beli racikan bumbu Rp 2.000 pun tetap dilayani dengan senyum ramahnya, dan tak lupa, tetap dipanggilnya dengan kata, ”sayang”.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com