Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masak Kari, Ya, Kak Meri

Kompas.com - 31/03/2013, 08:21 WIB

Oleh Ahmad Arif dan Budi Suwarna

KARI Aceh memang legit dan membuat ”nagih”. Namun, untuk menyiapkannya dibutuhkan racikan bumbu yang jumlahnya bisa mencapai 24 jenis. Jangan khawatir, ada Kak Meri (48). Cukup dengan Rp 2.000, warga Banda Aceh dan sekitarnya bisa menikmati bumbu ”kare kameng” (kari kambing) komplet untuk porsi sekeluarga.

Awalnya kami mendapatkan informasi soal Kak Meri, atau yang nama lengkapnya Asber Os Meri, dari cerpenis Aceh, Azhari. Dengan bangga dia mempromosikan sosok Kak Meri yang menurut dia menjadi penyelamat banyak rumah tangga di Aceh. ”Saya biasa beli bumbu di sana. Racikannya enak, sempurna,” katanya. ”Bumbu kari, ya, Kak Meri.”

Benar saja, begitu kami datang ke lapak Kak Meri di lantai dua Pasar Setui, Banda Aceh, para pelanggan terus saja berdatangan dari pagi hingga siang.

Mau masak apa? Kari kambing khas Pidie, kuah belangong dari Aceh Besar, gulai jreuk (durian fermentasi) khas Aceh Barat, kuah pliek u, atau asam keu’eng, Kak Meri siap melayani.

”Masakan Aceh itu gampang, kok. Hampir semua ada ketumbarnya,” kata Kak Meri, membuka rahasia. ”Kalau masakan Pidie, ketumbarnya dibanyakin, Aceh Besar agak kurang.” Selain itu, kata Kak Meri, hampir semua masakan Aceh ada unsur kelapanya. Ada kelapa parut, kelapa gongseng, atau santan kelapa.

Tak hanya aneka masakan Aceh, Kak Meri pun bisa meracik bumbu masakan dari daerah lain, mulai dari rendang, semur, opor, bistik, rica-rica, capcai, lodeh, gudeg, hingga tempe bacem.

Dari mana dia belajar resep itu? ”Pokoknya tahu saja. Asal pernah mencicipi makanannya, saya bisa tahu bumbunya apa saja,” katanya.

Pelanggannya tak hanya dari Banda Aceh dan Aceh Besar. Terkadang dia melayani pesanan untuk dibawa ke luar kota, bahkan ke luar negeri. ”Sering ada pelanggan, terutama orang China di sini yang pesan untuk dibawa ke Malaysia, Singapura, bahkan ke Hongkong,” ujarnya.

Di sela-sela percakapan, seorang pelanggan tiba-tiba menyela. ”Kak, kalau mau buat udang asam manis ditambah apa lagi nih bumbunya?” kata seorang perempuan muda.

”Nih racikannya. Nanti tinggal tambah tomat diblender, sayang,” kata Kak Meri sambil mengangsurkan seplastik bumbu.

Tak hanya berjualan, Kak Meri juga telah menjadi konsultan memasak para pelanggannya. Kerap kali dia memberikan saran kepada pelanggannya yang bingung mau memasak apa hari itu. Cukup menyebutkan mau masak lauk atau sayur apa, Kak Meri akan menerangkan panjang lebar bumbu serta cara memasaknya.

”Kalau mau buat ayam goreng yang enak, ayamnya diungkep dengan bumbu ini ditambah santan,” katanya kepada seorang bapak-bapak yang terlihat bingung dengan sekantong plastik daging ayam yang baru dibelinya. ”Setelah kuahnya mengental, ayam ditiriskan. Habis itu tinggal goreng, beres...,” kata Kak Meri.

Generasi kedua

Kak Meri merupakan generasi kedua penjual racikan bumbu di Pasar Setui, Banda Aceh. Awalnya dia membantu ibunya, Ratijah, yang berjualan bumbu di pasar itu sejak 1985. Sebelumnya, Ratijah berjualan bumbu di Pasar Bireuen sejak tahun 1977.

Dari Ratijah, Kak Meri yang lahir di kota Bireuen ini belajar meracik aneka bumbu. Begitu Ratijah meninggal, tahun 1996, usaha itu pun diwarisinya.

Sebelum tsunami melanda Aceh pada 26 Desember 2004, di lantai dua Pasar Setui itu sebenarnya terdapat puluhan peracik bumbu seperti Kak Meri. Begitu terjadi gempa, banyak penjual yang kebanyakan tinggal dekat pantai bergegas pulang ke rumah. Sejak itu, mereka tak pernah terlihat lagi, menyisakan Kak Meri yang tetap bertahan di Pasar Setui hingga kini.

”Kalau waktu itu bertahan di pasar malah selamat. Air tsunami berhenti persis di depan pasar. Tetapi, siapa yang tahu saat itu akan ada tsunami sebegitu besar?” kata Kak Meri lirih, seolah pada dirinya sendiri.

Setelah tsunami, Kak Meri berhenti berjualan sampai setahun. ”Akhirnya jualan lagi karena beberapa pelanggan yang meminta agar saya jualan lagi,” katanya. ”Kasihan juga, kalau saya berhenti jualan, bisa-bisa tidak masak mereka.”

Hampir sepanjang tahun, Kak Meri bisa ditemui di Pasar Setui. Pagi-pagi sekali, sekitar pukul 06.00, dia biasanya sudah datang ke pasar untuk menyiapkan racikan bumbu. Pertama-tama dia berbelanja bumbu mentah di pasar itu, seperti cabai, kunyit, kemiri, bawang putih, bawang merah, dan sederet bumbu lainnya. Kemudian, dia bawa bumbu-bumbu itu kepada pemilik mesin giling.

”Kalau dulu, zaman mamak, bumbunya digiling sendiri pakai batu. Rasanya sebenarnya lebih enak, tetapi sekarang saya tak sanggup lagi kalau harus giling pakai tangan,” ucapnya.

Setelah bumbu digiling, dia kelompokkan bumbu-bumbu itu dalam sejumlah baskom. Begitu pelanggan datang, Kak Meri tinggal meracik bumbu-bumbu itu sesuai jenis masakan yang diinginkan pelanggan.

Kak Meri biasa berjualan hingga tengah hari. Rata-rata 200 pelanggan per hari. Tetapi, saat hari meugang, sehari-dua hari sebelum Ramadhan, pelanggannya bisa sampai seribuan orang. ”Biasanya yang beli antre memanjang di sana dari pagi sampai malam,” kata Kak Meri menunjuk pintu masuk pasar yang berjarak sekitar 30 meter dari kios tempatnya berjualan.

Selain racikannya yang dianggap pas, Kak Meri populer di kalangan ibu-ibu di Banda Aceh karena keramahan dan pelayanannya yang memuaskan. Sekalipun harga rempah dan bumbu-bumbu mentah melambung, dia tetap melayani pembeli eceran. Pelanggan yang beli racikan bumbu Rp 2.000 pun tetap dilayani dengan senyum ramahnya, dan tak lupa, tetap dipanggilnya dengan kata, ”sayang”.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com