Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Harumnya Nasi Liwet dan Ikan Asin...

Kompas.com - 26/04/2013, 08:22 WIB
Kontributor Ciamis, Irwan Nugraha

Penulis

TASIKMALAYA, KOMPAS.com - Siapa yang tak kenal dengan kenikmatan dan keharuman khas rempah-rempah pada nasi liwet? Makanan khas asli Indonesia ini telah dikenal oleh masyarakat hampir di seluruh wilayah Indonesia.

Khusus di wilayah  Pulau Jawa, nasi ini telah dikenal sejak zaman era penjajahan kolonial Belanda. Perbedaannya, dulu cara pembuatan dan bumbu masakannya masih sederhana, sedangkan sekarang divariasi dengan berbagai bumbu dan lauk yang berbeda-beda.

Salah satu ciri yang masih sama nasi liwet era dulu dan sekarang adalah "harumnya khas".

Proses pembuatan nasi liwet yakni menanak beras menjadi nasi dengan memakai bumbu rempah dan lauk sekaligus. Khusus pembuatan liwet di Jawa Barat, pembuatan nasi ini di era dulu menggunakan potongan batang bambu dengan panjang sekitar 50 centimeter.

Buliran beras dimasukkan ke dalam lobang bambu dengan memakai air disertai daun-daunan rempah, seperti daun selam dan kemangi. Lobang pada ujung bambu pun ditutup menggunakan daun pisang dan dibakar dalam api unggun kecil.

Sedangkan, sekarang pembuatan liwet menggunakan "kastrol" yakni sejenis wajan dari tembaga khusus nasi liwet. Penggunaan bumbu rempah hampir sama dengan era dulu, namun era sekarang liwet menggunakan lauk yang bermacam-macam. Pola memasak nasi liwet ini, sekarang digunakan hampir di seluruh rumah makan yang menyediakan nasi liwet di wilayah Jawa Barat.

Berbagai macam menu nasi liwet dijadikan andalan bagi pengusaha rumah makan berpanorama alam. Sekarang, hampir ratusan rumah makan khas Sunda berpanorama alam, mudah ditemukan di sekitar jalan protokol perkotaan besar di Jawa Barat. Era dulu nasi ini dikenal sebagai makanan orang miskin, tapi sekarang liwet digemari oleh berbagai kalangan.

Seperti di wilayah Tasikmalaya, misalnya, puluhan rumah makan khas Sunda berpanorama alam mayoritas menyediakan nasi liwet beraneka ragam, seperti nasi liwet tongkol, telor asin, pepes ayam, ikan laut, teri, dan banyak lagi macamnya.

Kompas.com pun mencoba ke salah satu rumah makan khas Sunda, untuk menjajal nasi liwet. Ya, rumah makan Saung Ranggon namanya di Jalan Lewidahu Kota Tasikmalaya. Di sini menu nasi liwet telah terkenal sejak beberapa tahun lalu, terutama nasi liwet tongkolnya.

Memasak nasi liwet membutuhkan waktu sekitar setengah jam lamanya. Maka pegunjung yang sering ke Saung Ranggon untuk menikmati nasi liwet, biasanya memesan terlebih dahulu. Sebab, jika menunggu langsung pembuatannya memang agak lama.

Setelah menunggu sekitar setengah jam lamanya, nasi liwet pesanan pun datang dengan mengeluarkan wangi khas rempah-rempah saat dihidangkan di meja makan. Tentunya dengan wadah kastrol sebagai ciri khasnya.

Sebelum menemukan nasi utama liwet ini, di bagian dalam atas kastrol, nasi terbungkus lauk irisan daging tongkol dicampur ampela ayam yang dipotong dadu. Tentunya dengan bumbu lauk daun selam dikombinasi dengan irisan cabai merah dan bumbu dasar lainnya.

Rasa nasi liwet dengan paduan irisan tongkol dan potongan ampela ayam membuat lidah seakan mencair menikmati rasa khas rempah pada liwet. Harumnya nasi ini tak mengalahkan rasanya, memang ciri khas lainnya saat nasi ini adalah agak lembek dibandingkan nasi biasanya. Ini akibat adanya campuran santan yang dimasak bersamaan dengan beras.

Nasi pun semakin gurih terasa di lidah bercampur dengan rasa harum rempah dan lauk saat dikunyah. Biasanya untuk mengimbangi rasa gurih, liwet enak dimakan dengan rasa pedasnya kacang panjang dengan memakai bumbu rujak atau disebut pencok kacang. Enaknya makan nasi ini harus dimakan berbarengan dengan lauk yang tercampur pada liwet.

"Ini enaknya dengan pencok kacang apalagi dengan ikan bakar gurame bumbu kecap kacang. Rasanya itu bercampur gurih, manis dan pedas serta beraroma harum rempah dedaunan khas," terang salah seorang pengelola rumah makan Dedi (35), saat ditemui di rumah makan, Sabtu (13/4/2013).

Dedi menambahkan, harga untuk satu kastrol nasi liwet dihargai Rp 30.000 untuk tiga orang. Sedangkan makanan pelengkap lainnya seperti pencok kacang, sambal dan lalap dipaket seharga Rp 10.000. Untuk makanan pelengkap utama seperti ikan bakar gurame bumbu kecap dihargai Rp 45.000 per satu porsi.
 
Berperan Menumpas DI/TII

Di wilayah Tasikmalaya, nasi liwet memiliki peranan sejarah tersendiri. Yaitu, disebut-sebut ikut berperan dalam menumpas pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pada tahun 1962. Pada masa itu, beberapa warga dan tentara Siliwangi memancing para pemberontak keluar dari persembunyiannya di kawasan pegunungan dengan keharuman khas nasi liwet.

Salah seorang pelaku sejarah, Omod (89), warga Kelurahan Cipari, Kecamatan Mangkubumi, Kota Tasikmalaya, merupakan salah seorang warga yang ikut dalam penumpasan pemberontak DI/TII melalui strategi "Pagar Betis".

Strategi ini merupakan upaya tentara Siliwangi bersama warga Tasikmalaya menumpas pemberontak di kawasan Gunung Galunggung dan sekitarnya.

Omod mengaku, saat itu terjadi pengepungan pemberontak yang bersembunyi di kawasan Gunung Galunggung. Tentara dan warga saat itu merasa kesulitan untuk menemukan para pemberontak, meski kini telah diketahui para pemberontak kala itu bersembunyi di dalam tanah, dengan cara membuat lubang persembunyian di hutan.

"Saat itu tidak diketahui persembunyiannya dimana? Soalnya hutan saat itu masih belantara dan banyak hewan buas," terang lelaki yang saat ini kondisinya masih terlihat bugar.

Tak direncanakan sebelumnya, ide memancing musuh dengan keharuman nasi liwet saat berperang digunakan sebagian tentara dan warga kala itu. Awalnya ide itu diketahui saat rombongannya membuat nasi liwet dengan lauk ikan asin di kaki bukit gunung.

Harumnya masakan nasi liwet dan ikan asin saat itu, menyebar sampai ke puncak gunung terbawa angin. Ternyata keharuman masakan tersebut memancing pemberontak yang kelaparan, karena hampir beberapa bulan tidak menemukan makanan di hutan. Sebab pemberontak tidak bisa menjarah makanan warga atau turun gunung, karena sekeliling hutan telah dikepung oleh tentara dan warga sekitar dengan strategi pager betis.

"Si pemberontak tidak bisa turun gunung untuk mengambil makanan, jadi mereka kelaparan. Awal mengetahui gorombolan (pemberontak) kelaparan, saat kami meninggalkan bekas makanan nasi liwet dengan ikan asin untuk pergi bergerilya, eh sisa makanan ada yang ngambil. Kami pun curiga gorombolan itu yang mengambilnya," papar Omod.

Mengetahui hal itu, warga dan tentara yang melakukan pagar betis mencoba memancing pemberontak dengan harumnya nasi liwet. Caranya, nasi liwet dengan lauk ikan asin dimasak dengan api unggun kecil dan ditinggalkan seolah-olah bekas dimakan. Tentara dan warga pun bersembunyi dan memperhatikan dari kejauhan masakan nasi liwet yang ditinggalkan di bara api unggun.

Ternyata benar, sekelompok orang bersenjata turun dari gunung untuk mengambil makanan karena terlihat kelaparan. Mereka mengira nasi liwet telah ditinggalkan oleh pasukan pagar betis, dan hendak membawanya ke persembunyiannya.

"Pemberontak yang terpancing langsung diserang dan ditembak. Dor! dor! dor! Rentetan suara senjata pasukan saya menembaki pemberontak yang terpancing. Mereka ada yang tewas dan ada juga yang menyerah. Pemberontak yang menyerah dipaksa untuk menunjukkan persembunyiannya," kata Omod.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

    Pengalaman ke Pasar Kreatif Jawa Barat, Tempat Nongkrong di Bandung

    Jalan Jalan
    Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

    Libur Panjang Waisak 2024, KAI Operasikan 20 Kereta Api Tambahan

    Travel Update
    Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

    Pasar Kreatif Jawa Barat: Daya Tarik, Jam Buka, dan Tiket Masuk

    Travel Update
    Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

    Berkunjung ke Pantai Nangasule di Sikka, NTT, Ada Taman Baca Mini

    Jalan Jalan
    10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

    10 Wisata Malam di Semarang, Ada yang 24 Jam

    Jalan Jalan
    Tanggapi Larangan 'Study Tour', Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

    Tanggapi Larangan "Study Tour", Menparekraf: Boleh asal Tersertifikasi

    Travel Update
    Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

    Ada Rencana Kenaikan Biaya Visa Schengen 12 Persen per 11 Juni

    Travel Update
    Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

    Kasus Covid-19 di Singapura Naik, Tidak ada Larangan Wisata ke Indonesia

    Travel Update
    Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

    Museum Kebangkitan Nasional, Saksi Bisu Semangat Pelajar STOVIA

    Travel Update
    World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

    World Water Forum 2024 Diharapkan Dorong Percepatan Target Wisatawan 2024

    Travel Update
    Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

    Tebing di Bali Dikeruk untuk Bangun Hotel, Sandiaga: Dihentikan Sementara

    Travel Update
    Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

    Garuda Indonesia dan Singapore Airlines Kerja Sama untuk Program Frequent Flyer

    Travel Update
    5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

    5 Alasan Pantai Sanglen di Gunungkidul Wajib Dikunjungi

    Jalan Jalan
    Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

    Pantai Lakey, Surga Wisata Terbengkalai di Kabupaten Dompu

    Travel Update
    Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

    Bali yang Pas untuk Pencinta Liburan Slow Travel

    Travel Tips
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com