Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bertualang di Alas Purwo

Kompas.com - 19/06/2013, 15:06 WIB
MENJELAJAHI kawasan hutan Taman Nasional Alas Purwo di ujung paling timur Jawa, yang berada di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, seperti merasakan sensasi bertualang ke suatu daerah yang eksotis dan penuh mistis. Bagi petualang, perjalanan wisata begitu mengasyikkan meski agak mendebarkan.

Cahaya matahari yang mulanya berlimpah perlahan-lahan meredup tertutupi rimbun dedaunan saat kami memasuki kawasan hutan Alas Purwo di Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Selain suara mesin kendaraan, kicauan burung, gesekan dedaunan, dan suara monyet bersahutan terdengar jelas di rumah itu.

Banyak yang mengenal Alas Purwo sebagai hutan angker di Jawa. Kerajaan Blambangan disebut pernah berpusat di tengah hutan itu, sebelum pindah ke Muncar. Pengunjung kawasan ini tidak hanya para turis, tetapi juga para wisatawan religi dari Jawa dan Bali. Bahkan, pada malam tertentu kawasan hutan justru ramai karena didatangi peziarah dari sejumlah kota di Jawa.

Sepertinya terkesan misterius, tetapi Alas Purwo menyimpan keindahan yang eksotis. Menelusuri hutan di kawasan ini mirip menelusuri sebuah etalase rimba raya. Sepanjang perjalanan diisi pepohonan kayu dengan batang besar dan tua, yang mungkin sudah berusia ratusan tahun.

Gulma anggrek rimbun menghiasi semangnya, berpadu dengan rotan hutan dan palem. Gerimis sempat menyambut kedatangan kami. Suasana seperti itu saat paling tepat untuk membuka jendela mobil dan menghirup udara penuh oksigen dengan aroma basah hutan hujan tropis pesisir.

Jalur hutan yang hanya berjarak 5 kilometer, laju kendaraan bergardan ganda yang ditumpangi berkali-kali terguncang karena harus melewati jalur tak beraspal di tengah rimba.

Keasyikan justru muncul karena kondisi jalan yang menantang. Beberapa kali kami berpapasan dengan biawak, lutung, dan sekilas terlihat merak hijau yang hinggap di sela-sela dahan di tepi jalan.

DOK INDONESIA.TRAVEL Taman Nasional Alas Purwo di Banyuwangi, Jawa Timur.
Menurut pemandu, jalur yang kami jelajahi adalah jalur rimba. Jadi kemungkinan berpapasan dengan hewan liar, tak terkecuali macan yang bisa membuat jantung deg-degan.

Kawasan bukan taman safari. Akan tetapi, Alas Purwo benar-benar rumah dari berbagai macam hewan, termasuk si macan. Kendati ketika berkunjung pada Mei lalu, kami hanya menemukan hewan-hewan yang lebih jinak.

Tujuan utama sebenarnya Pantai Plengkung dengan keunggulan deburan ombak yang tinggi dan nyaris tak putus, melintas di Sadengan. Sadengan, sabana luas tempat berkumpulnya gerombolan Boss javanicus alias banteng jawa yang kini sulit dijumpai.

Di sabana, sejumlah banteng terlihat bergerombol di kejauhan. Banteng dulu memang banyak ditemukan di hutan-hutan wilayah Banyuwangi. Tidak hanya di Alas Purwo, kadang Banteng juga menjelajahi perkebunan kawasan selatan hingga ke Taman Nasional Merubetiri yang berada di perbatasan Jember dan juga di Baluran di perbatasan Situbondo.

Rombongan serdadu

Berdasarkan catatan serdadu Inggris, John Joseph Stockdale, dalam buku Island of Java, dulunya ketiga kawasan hutan itu merupakan satu kawasan hutan. Saat mereka melakukan perjalanan dari Panarukan ke Banyuwangi, rombongan serdadu itu harus melewati jalur setapak yang kerap dilewati macan, banteng, dan merak. Binatang-binatang itu juga ditemukan di selatan wilayah Banyuwangi yang kini dikenal sebagai Alas Purwo dan Merubetiri.

Saat-saat tertentu, seperti kemarau, kawanan banteng akan mudah sekali ditemukan. Mereka biasanya berada di dekat menara pengamatan di mana ada oase buatan yang memang disediakan oleh pengelola Taman Nasional Alas Purwo untuk minum gerombolan kerbau saat kemarau.

Sekilas, banteng jawa mirip sekali dengan kerbau, tetapi ada ciri khusus yang membedakan keduanya, yakni banteng jawa berpantat putih dan berkaki putih seperti layaknya memakai kaus kaki.

Sayangnya, kami belum beruntung karena gerombolan banteng ternyata berada jauh di ujung sabana. Mereka tak juga beranjak dari ujung sabana sampai meninggalkan kawasan itu.

Namun, begitu hendak balik kanan, kejutan menanti. Seekor merak hijau bertengger di salah satu mobil pengantar kami. Meski kami datang berombongan dan banyak orang yang tertarik memotret, tetapi merak jantan itu tak terlihat takut dan beranjak dari atap mobil. Ia malah memamerkan bulunya yang berkilau ditimpa matahari seolah-olah menjadi model catwalk.

Betah di Plengkung

Selepas menikmati alam liar, saatnya kami menuju ke tempat yang paling ternama, Pantai Plengkung atau G-Land. Untuk menuju pantai ini, kami harus melakukan perjalanan sekitar 5 kilometer dalam waktu 1 jam menembus hutan rimba.

Kompas.com/ M. AGUS FAUZUL HAKIM Seorang pengunjung pantai Plengkung di Banyuwangi tengah mencari titik bidik lensa kameranya. Pada saat musim gelombang, pantai tersebut banyak dikunjungi para peselancar.
Bagi peselancar, kawasan ini selayaknya surga dalam kesunyian. Mereka bisa menghabiskan waktu berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan menikmati gulungan ombak yang tak putus-putus di G-Land.

Di kawasan ini ada tiga resor yang menyediakan tempat tinggal bagi para wisatawannya. Resor itu, di antaranya, adalah Bobby’s Surf Camp, sebuah resor mewah di tengah hutan. Manajer Bobby’s Surf Camp Hanif mengatakan, kawasan ini menjadi kawasan favorit para peselancar. Mereka datang dari sejumlah negara untuk bisa menikmati dahsyatnya gulungan ombak di G-Land. Tidak sekadar satu atau dua hari, mereka bisa tinggal berminggu-minggu bahkan sebulan lebih.

Michael Narchi, misalnya, peselancar asal California, Amerika Serikat, yang sudah tinggal berbulan-bulan di Plengkung. Michael, yang profesi aslinya adalah naturalis, memilih meninggalkan pekerjaannya dan menikmati hidup di tengah hutan. Untuk menunjang hidup, Ia bekerja part time di Bobby’s Surf Camp sebagai perawat dan pekerja serabutan.

”Ini seperti surga, setiap hari bisa bermain ombak dan menikmati kehidupan hutan,” kata Michael yang suka bercanda dan bercengkerama dengan budeng, sejenis kera ekor panjang di Alas Purwo.

Akan tetapi, Plengkung bukan kawasan selancar bagi pemula. Meski ombaknya menggoda, kondisi pantainya yang berkarang, sangat berbahaya bagi peselancar mula. Karena itu, kamp-kamp di Plengkung selalu menyediakan peralatan dan tenaga medis sebagai antisipasinya. Perpaduan ombak dan karang bisa menjadi duet maut yang bikin deg-degan bagi peselancar.

Jika bukan peselancar, G-land masih bisa dinikmati karena pantainya terkenal bening dan bersih. Kawasan hutan bakau Bedul di perbatasan Alas Purwo dan permukiman warga bisa menjadi alternatif lain jika ingin melihat burung bermigrasi.

Pada musim tertentu, kawasan yang rimbun bakau itu menjadi tempat singgah burung-burung migran dari Australia. Pemandu wisata yang ramah akan mengantarkan Anda dengan perahu klotok mengelilingi Teluk Bedul.

Kompas/Agnes Swetta Pandia Pulau Merah di Kecamatan Pesanggaran, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur.
Dari Bedul, bisa menuju ke Grajagan. Perkampungan nelayan yang pada abad XVII pernah menjadi pelabuhan pertama yang dibangun di Banyuwangi oleh kerajaan Macan Putih.

Perkampungan nelayan ini juga pernah hancur luluh akibat tsunami pada 1994. Hingga kini kawasan itu masih menjadi kawasan nelayan dengan perahu slereg khas Banyuwangi.

Perjalanan menuju berbagai pusat wisata di Alas Purwo itu tak kan cukup sehari. Transportasi, masih menjadi kendala, apalagi tidak semua mobil bisa melewati kawasan rimba. Bagi wisatawan yang gemar bertualang di kawasan Alas Purwo, agaknya banyak medan yang harus dijelajahi. (Siwi Yunita)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com