Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perjalanan Sejarah Topeng Monyet di Indonesia

Kompas.com - 18/08/2013, 15:27 WIB
KOMPAS.com — Ucapan ini pasti sering kita dengar, "Sarimin pergi ke pasar". Kalau mendengar kata tersebut kita teringat pertunjukan topeng monyet yang sering kita lihat di masa kecil. Namun sekarang seiring perjalanan waktu atraksi topeng monyet ini mulai tergerus oleh zaman dan semakin banyak orang yang menentang karena mengeksploitasi hewan.

Memang kalau dahulu kita bisa melihat topeng monyet ini di sekitar komplek rumah atau di halaman SD. Sayang, sekarang kita banyak melihat topeng monyet dipertontonkan di lampu merah pinggir jalan.

Atraksi topeng monyet ini masuk dalam atraksi budaya, karena pertunjukan akrobatik ini ternyata sudah ada pada awal 1890-an. Topeng monyet adalah kesenian tradisional yang sejak dahulu sangat dikenal di Indonesia, terutama di daerah Jawa Tengah dan Jawa Barat.

Kesenian topeng monyet ini melibatkan seorang pawang diiringi suara musik gamelan mengiringi atraksi topeng monyet yang biasanya digelar di halaman sebuah rumah. Dengan lincahnya sang monyet meliuk-liuk beratraksi mengikuti instruksi sang pawang yang mendampinginya.

BARRY KUSUMA Atraksi topeng monyet.
Atraksi yang banyak disajikan adalah "monyet pergi ke pasar", "tentara maju perang", "pembalap motor", "polisi lalu lintas", "tarian reog" dan "bersepeda keliling kota".

Kalau di Jakarta atraksi ini dikenal dengan nama topeng monyet, sedangkan di daerah Jawa dikenal sebagai ledhek kethek. Setahu saya untuk daerah luar Jawa sangat jarang dijumpai atraksi kesenian ini.

Pelaku kesenian topeng monyet pada umumnya berjalan berkeliling kompleks perumahan dari tempat yang satu ke tempat yang lain di daerah kawasan permukiman padat penduduk.

Alat musik ditabuh untuk menarik perhatian anak-anak agar hadir menyaksikan dan memberikan uang ala kadarnya. Penonton topeng monyet ini kebanyakan anak-anak. Oleh karena itu kedatangan rombongan topeng monyet selalu disambut gembira oleh anak-anak.

BARRY KUSUMA Topeng monyet.
Kegembiraan anak-anak ini menjadi rezeki bagi rombongan topeng monyet. Uang saweran dari warga merupakan sumber nafkah mereka menghidupi keluarga.

Dahulu pertunjukan topeng monyet banyak disukai oleh anak-anak, baik pribumi maupun Belanda dan Eropa. Kita bisa melihat foto koleksi topeng monyet di Tropenmuseum Amsterdam, Belanda. Foto ini diambil oleh Charles Breijer yang bekerja sebagai juru kamera di Indonesia dari tahun 1947 sampai 1953. Dia membuat mendokumentasikan foto Topeng Monyet dan kehidupannya sehari-hari.

Teknologi dan masyarakat kota yang semakin peduli akan keberlangsungan hidup satwa ini telah menggeser keberadaan topeng monyet ini. Saat ini semakin berkurang minat anak-anak untuk menyaksikan atraksi topeng monyet.

Akibatnya, atraksi tradisional ini mulai tersisihkan dan bergeser fungsinya (dapat kita jumpai di lampu merah).

Pada era tahun 80-an atraksi ini sangat terkenal dan dapat dimainkan berkali-kali dalam sehari. Namun pada era milenium ini bahkan banyak anak-anak yang tidak mengenal apa itu atraksi topeng monyet. Mereka hanya mendengar melalui cerita tentang permainan topeng monyet dari orangtuanya saja.

BARRY KUSUMA Atraksi topeng monyet.

Saat ini atraksi topeng monyet memang penuh kontroversi. Namun, banyak juga saya jumpai pemilik atau pawang yang begitu menyayangi hewan tersebut. Walaupun saat ini saya kurang begitu menyukai atraksi topeng monyet, tetapi bagi saya topeng monyet merupakan kenangan masa kecil yang tidak pernah terlupakan. (BARRY KUSUMA)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com