Maimun (33) sibuk membantu dua tukang bangunan menyelesaikan penginapan dengan atap segitiga yang merunduk nyaris hingga ke permukaan tanah, Sabtu (9/11/2013) sore. Bangunan baru tersebut akan melengkapi tiga penginapan yang sebelumnya telah dia miliki.
”Mereka adalah penduduk lokal yang baru pertama kali ini membuat bangunan, tetapi saya beri gambar rancangan rumahnya, dan akhirnya jadi juga,” kata Maimun menunjuk penginapan baru itu.
Maimun adalah satu dari sekian banyak pengelola penginapan di Pekon (Desa) Kiluan Negeri yang berada di kawasan Teluk Kiluan, Kabupaten Tanggamus, Lampung, yang kini dikenal sebagai tempat wisata ”mengejar lumba-lumba”.
Wiraswasta jasa pariwisata telah mengubah wajah Pekon (Desa) Kiluan Negeri dalam beberapa tahun terakhir. Harga tanah yang tadinya Rp 2.000 per meter (2006) kini melonjak menjadi Rp 100.000.
”Sekarang harga setengah hektar lahan sudah mencapai Rp 250 juta,” kata Noksohenah (58), yang berasal dari Menes, Pandeglang, Banten. Selain mengelola warung, Sohenah juga menjadi semacam perantara jasa penginapan bagi pengunjung.
Biaya penginapan semalam Rp 350.000-Rp 400.000, sementara biaya mengejar lumba-lumba di laut untuk satu perahu isi empat orang Rp 250.000. Makan malam, sarapan, dan makan siang untuk empat orang dihargai Rp 180.000. Biaya menyeberangi teluk Rp 60.000 plus Rp 40.000 sewa jaket penyelamat serta sejumlah bagian untuk kas desa.
Perahu ”berburu” umumnya milik dan dioperasikan oleh penduduk setempat. Demikian pula dengan makanan yang diserahkan pengolahan dan penyajiannya kepada orang-orang lokal.
Maimun mengatakan, kini ada 25 pengusaha penginapan dengan 20 orang di antaranya orang lokal yang masing-masing mempekerjakan dua atau empat warga setempat.
”Pariwisata mulai dikenalkan sekitar tahun 2006 oleh Yayasan Ekowisata Cinta kepada Alam (Cikal) dengan orang pertama yang melakukan adalah Riko Stafanus,” kata Maimun.
Transplantasi terumbu karang mulai dilakukan tahun ini dan papan larangan menggunakan alat penembak ikan yang merusak terumbu karang dipasang.
Sebelum tewas, Antawijaya meminta dimakamkan pada salah satu pulau di kawasan itu. Permintaan terakhir ini kemudian menjadi nama lokasi tersebut karena kata ”kiluan” dalam bahasa Lampung berarti ”permintaan”.
Mengejar lumba-lumba
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.