Data Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menunjukkan jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Indonesia dari tahun ke tahun meningkat. Sebagai contoh, pada tahun 2011, wisman yang berkunjung mencapai 7,6 juta orang atau naik 8,5 persen dibandingkan tahun 2010. Capaian 2011 melampaui patokan rencana strategis 7,2 juta orang atau tipis di bawah target moderatnya 7,7 juta orang.
Peningkatan jumlah kunjungan wisman ke Indonesia juga terjadi tahun berikutnya (2012) yang mencapai 8.044.462 orang. Jumlah itu melampaui target pesimistis 8 juta orang, yang berarti pula mengalami kenaikan 5,16 persen dibandingkan dengan jumlah kunjungan wisman tahun sebelumnya (2011).
Sebaliknya, tentang jumlah wisatawan Indonesia yang melancong ke luar negeri, antara lain terungkap melalui pameran Asosiasi Perusahaan Agen Penjual Tiket Indonesia (Astindo) atau Astindo Fair 2013 pekan ketiga Maret lalu di Jakarta Convention Center (JCC). Seperti disampaikan Ketua Astindo Elly Hutabarat ketika itu, adalah hal mengejutkan karena pelancong Nusantara yang berkunjung ke luar negeri jumlahnya ternyata lebih dari 8 juta orang. Hal itu berarti tidak jauh berbeda, bahkan mungkin imbang, dengan jumlah wisman ke Indonesia.
Data Kemenparekraf juga menggambarkan, pengeluaran wisman selama berwisata di Indonesia mengalami peningkatan. Sebagai contoh, pada tahun 2010, pengeluaran tiap wisman senilai 1.085,75 dollar AS per kunjungan dan mengalami kenaikan menjadi 1.118,26 dollar AS pada tahun 2011.
Dengan demikian, industri pariwisata Indonesia pada tahun 2011 berhasil meraup devisa senilai 8,5 miliar dollar AS (sekitar Rp 85 triliun). Raihan itu mengalami peningkatan 11,8 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang berhasil mengantongi devisa senilai 7,6 miliar dollar AS (sekitar Rp 76 triliun).
Raihan devisa dari sektor pariwisata hingga puluhan triliun rupiah tentu saja tidak kecil. Namun, jika disandingkan dengan arus pelancongan wisatawan Nusantara keluar negeri yang jumlahnya tidak jauh berbeda, raihan devisa itu menjadi tidak signifikan karena terjadi pengurasan yang nilainya tidak kecil pula.
Hingga sejauh ini belum diketahui secara persis rincian pengeluaran wisatawan Indonesia ketika berwisata di berbagai negara asing. Namun, sejumlah pihak menduga jumlah pengeluarannya tidak jauh berbeda dengan total devisa dari belanjaan keseluruhan wisman. Bahkan, ada yang menduga industri pariwisata Indonesia mengalami devisit karena devisa terkuras lebih tinggi dari devisa yang diraih.
Garuda Indonesia
Di tengah kondisi industri pelancongan Indonesia yang ”belum sehat” atau masih ”goyah”, maskapai penerbangan Garuda Indonesia bersama Badan Pariwisata Jepang mensponsori pelancongan media, termasuk Kompas, ke sejumlah obyek wisata di Kansai, Kyoto, Kobe, Sakai, dan Osaka (Jepang) selama lima hari, 8-12 November 2013. Bagi Garuda Indonesia, kunjungan itu sekaligus menandai pembukaan kembali rute penerbangan langsung Bandara Internasional Soekarno-Hatta (Jakarta)-Bandara Internasional Kansai (Osaka).
Sebelumnya, Garuda pernah menerbangi rute Jakarta-Osaka hingga sekitar lima tahun lalu. Rute itu ditutup karena jalurnya sepi.
”Rute ini baru dibuka kembali sekarang setelah diketahui menjadi jalur potensial,” ujar Senior Manajer Pemasaran Garuda Luqmanul Hakim, sebagai pimpinan tim, setiba di Osaka, Jumat (8/11/2013) menjelang siang.
Kata Faik Fahmi, penerbangan langsung Jakarta-Osaka merupakan bagian dari upaya pengembangan jaringan penerbangan Garuda sekaligus meningkatkan layanan dengan pilihan lebih banyak untuk bepergian ke Jepang atau sebaliknya. ”Dengan tambahan penerbangan ini, diharapkan akan semakin banyak wisatawan Jepang yang berkunjung ke Indonesia atau sebaliknya,” tuturnya.
Ia mengungkapkan, wisatawan Indonesia yang melakukan pelancongan ke Jepang tahun lalu sebanyak 101.000 orang. Jumlah itu mengalami lonjakan tajam, mencapai 63 persen dari jumlah pengunjung tahun sebelumnya.
Sebaliknya, wisatawan Jepang yang berkunjung ke Indonesia pada periode yang sama jumlahnya memang jauh lebih tinggi, mencapai 445.000 orang. Namun, dari sisi persentase, kenaikannya hanya sekitar 7 persen.
Sementara itu, Kamite Kenji menyambut gembira pembukaan kembali penerbangan Jakarta-Osaka. ”Kami mengharapkan akan semakin banyak pelancong Indonesia yang berkunjung ke Jepang,” katanya.
Menyusul penerbangan perdana itu, rute Jakarta-Osaka selanjutnya dilayani empat kali seminggu, yakni setiap Senin, Rabu, Jumat, dan Minggu. Penerbangan ini melengkapi rute penerbangan ke Jepang sebelumnya, yakni Denpasar-Osaka, Denpasar-Tokyo, yang totalnya 32 kali dalam seminggu. Dengan demikian, rute penerbangan Garuda jaringan internasional semakin meluas, menyentuh hampir seluruh kota ternama di dunia.
Pelancongan tim media bersama sejumlah agen perjalanan wisata dari Indonesia, seperti Astrindo dan Wita Tour, setidaknya mengunjungi 13 obyek wisata di kawasan Osaka dan sekitarnya. Dalam panduan serius Kiyotaka Kondo, pelesiran tim media antara lain mengunjungi Museum Istana Osaka, Jembatan Akashi Kaikyo (jembatan terpanjang di dunia), Kuil Kiyomizu, dan Studio Universal Jepang.
Kunjungan itu tentu saja bertujuan mempromosikan berbagai obyek wisata tersebut agar menjadi pilihan pelancongan bagi wisatawan Indonesia. Proyeksi lanjutannya diharapkan akan meningkatkan jumlah warga Indonesia yang bepergian ke Jepang dengan menumpang Garuda atau maskapai lainnya. Namun, bagi pariwisata Tanah Air, yang terjadi pada saat yang sama adalah pengurasan devisa.
Apalagi, Garuda Indonesia sebagai maskapai pelat merah telah didukung rute penerbangan berjaringan luas di dunia dan berprestasi unggul secara internasional. Sekadar diketahui, Garuda Indonesia pada sekitar September lalu meraih penghargaan World’s Best Economy Class dari Skytrax. Oleh Asosiasi Peningkatan Layanan Penerbangan atau Airline Passenger Experience Association yang berkedudukan di New York, Amerika Serikat, Garuda pun terpilih sebagai maskapai terbaik di kawasan Asia dan Australia.
Atas gagasan mensponsori tur media asing mengunjungi berbagai obyek menarik di Indonesia, Luqmanul Hakim meresponsnya secara positif. ”Ini gagasan menarik, kami akan mempertimbangkan pelaksanaannya agar lebih sering. Sebenarnya Garuda sejauh ini sudah beberapa kali melakukan kegiatan seperti itu,” ujarnya.
Ia tidak bersedia berkomentar lebih jauh mengapa persentase kenaikan jumlah wisatawan Jepang ke Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan wisatawan Indonesia ke Jepang. ”Mungkin Badan Pariwisata Nasional yang punya otoritas menjawab pertanyaan seperti itu,” katanya. (Frans Sarong)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.