Film itu sendiri bercerita tentang seseorang yang terlalu sibuk dengan rutinitas hingga suatu hari anaknya dinyatakan hilang dan meninggal saat menjalani Camino de Santiago. Inti ceritanya adalah sang ayah menjalani sendiri Camino de Santiago yang tidak terselesaikan oleh anaknya dan perjalanan tersebut membawa perubahan yang besar yang positif dalam hidupnya.
Kembali lagi ke pertanyaan awal. Apa itu Camino de Santiago? Camino dalam bahasa Spanyol artinya jalan kaki. Sedangkan Santiago adalah nama sebuah kota di Spanyol. Nama lengkap Camino de Santiago adalah Camino de Santiago de Compostela, di mana Santiago de Compostela adalah nama katedral yang ada di kota Santiago tersebut. Secara singkat, Camino de Santiago artinya "jalan kaki menuju Santiago".
Sesuai dengan namanya, rute ini juga dikenal dengan istilah “The Way of James”. Rutenya bukan cuma satu namun tersebar dari segala penjuru dunia. Ada yang dari Portugis, Perancis, dan berbagai titik di Spanyol.
Seiring dengan semakin terkenalnya rute Camino de Santiago, kini orang-orang yang menjalani rute tersebut bukan hanya peziarah saja namun orang-orang dari berbagai latar belakang agama dan budaya.
Tidak ada aturan bahwa rute tersebut hanya untuk orang Kristen maupun harus dilakukan dengan alasan keagamaan. Banyak orang yang melakukan rute tersebut hanya untuk alasan kesehatan, mencari waktu untuk kontemplasi, mencari inspirasi, dan beribu alasan lainnya.
Rute yang kami pilih namanya Camino Frances atau dikenal juga dengan The French Way. Dimulai dari St. Jean pied de Port, kota kecil di perbatasan Perancis-Spanyol, melewati pegunungan Pyrenees masuk ke Spanyol hingga sampai di Santiago de Compostela. Berapa jaraknya? Ada beberapa versi karena di tengah-tengah banyak alternatif jalan, namun untuk lebih mudahnya sebut saja 780 km.
Sebelum memulai kami menjalani latihan fisik dulu. Jalan kaki mulai dari 2 km per hari, 5 km per hari, 10 km per hari sampai mencoba jalan kaki 18 km dalam satu hari. Yang penting bukan masalah kecepatan, tapi endurance. Kami menargetkan untuk menjalani 780 km dengan rata-rata berjalan kaki 25 km per hari. Kalau lancar, bisa selesai dalam 33-35 hari.
Masalah lain adalah backpack. Dalam perjalanan ini kami bertekad membawa sendiri barang bawaan kami setiap harinya. Sesuai dengan panduan yang beredar, berat beban yang dibawa idealnya sekitar 10 persen dari berat badan. Saya mencatut sedikit, total berat backpack saya 6 kg (seharusnya 5 kg) sedangkan Adam bawa 7 kg sudah termasuk laptop dan kamera DSLR.
Total jarak hari pertama adalah 27 km. Baru 2 km jalanan langsung menanjak curam. Saya ngos-ngosan di trotoar jalan beraspal. Untungnya kami segera memasuki daerah pertanian dengan pemandangan indah yang menghibur mata dan jiwa.
Berangkat jam 7 pagi, rute menanjak terus sampai jam 3 sore. Akhirnya kami tiba di Albergue (penginapan khusus pejalan camino) di desa kecil bernama Roncevaux jam 5 sore.
Albergue ini konsepnya unik. Bentuknya seperti dorm namun besar. Kapasitasnya bisa menampung 300 orang. Ada 3 lantai dimana masing-masing lantainya bisa menampung 100 orang. Ruang-ruang kecil semi terbuka berisi 2 bunk beds untuk menampung 4 orang disekat dengan tembok-tembok. Deretan toilet, kamar mandi dan washtafel berjejer di masing-masing ruangan terpisah untuk wanita dan pria.
Selesai menyegarkan badan dengan mandi, kami menuju ke makan malam bersama yang sudah dipesan begitu segera kami tiba karena hanya ada 2 pilihan restoran di desa itu.
Hal yang menyenangkan dari percakapan di meja makan adalah bertukar cerita yang sama namun berbeda. Sama karena semua orang menjalani rute yang sama, berbeda karena masing-masing orang punya pendapat sendiri mengenai perjalanannya. Ada yang bilang mudah, ada yang bilang setengah mati menanjak. Ada yang bilang lututnya sakit saat rute menurun tajam. Kalau biasanya pertukaran cerita di hostel-hostel dengan backpacker lain kadang kita tidak terbayang pengalamannya, kali ini semua orang mengerti apa yang dibicarakan. Seru!
Ritual seperti itu berulang terus setiap harinya. Rutin tapi tidak membosankan. Orang-orang yang kami lihat di sepanjang jalan kami kenali, namun belum tentu kenal secara pribadi. Senyuman dan sapaan saling ditukar saat kami melihat pejalan lain. “Buen Camino!” (yang artinya have a good walk) diteriakkan bukan hanya antar sesama pejalan namun juga dari penduduk lokal yang rumahnya kami lewati.
Ada juga pengendara mobil yang dengan sengaja membuka kaca mobil untuk memberi semangat dengan berteriak “Buen Camino!”. Tubuh yang sudah lelah pun kembali terpompa untuk maju terus hingga mencapai tujuan.
Dengan menggunakan 1 hari istirahat di hari ke 13, kami akhirnya tiba di Santiago de Compostela di hari ke-34. Total 33 hari berjalan kaki menempuh jarak 780 km. Di depan katedral Santiago de Compostela para pejalan saling berpelukan, menangis terharu dan saling memberikan selamat.
Saat saya menulis pengalaman ini saya merasa terpanggil untuk mengulangi pengalaman seru ini. Banyak orang yang sudah mengulangi rute ini, bahkan ada yang sudah sampai 6 kali. Just think positive and enjoy the walk. Pasti pengalaman Camino de Santiago ini menjadi pengalaman yang tak terlupakan seumur hidup. Buen Camino! (Susan Poskitt, penulis bisa dikontak melalui twitter @PergiDulu)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.