Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencicipi "Neraka" Abashiri

Kompas.com - 18/03/2014, 13:22 WIB
DI sebuah rumah kayu puluhan orang berdesakan berebut kehangatan yang tersisa. Musim dingin pada awal Februari lalu benar-benar beku. Suhu bisa melorot cepat dari angka minus 4 ke minus 18 derajat celsius. Jika puluhan orang itu bukan patung, mereka pasti mati kedinginan sebelum hujan salju reda.

Rumah kayu itu berada di kompleks Penjara Abashiri—sebuah penjara paling angker di Pulau Hokkaido, Jepang—yang didirikan awal abad ke-19 pada masa Pemerintahan Meiji dan kini diubah menjadi museum. Di rumah kayu itu, dulu, ratusan napi melawan dingin agar tidak mati beku hanya bermodalkan piyama tipis dan sehelai selimut tebal yang digunakan bersama.

”Anda bayangkan bagaimana beratnya penderitaan mereka,” ujar Toshihiro Kamba, pemandu tur lima wartawan Indonesia yang diundang Japan Tourism Agency, Japan National Tourism Organization, dan maskapai penerbangan ANA untuk melihat-lihat Pulau Hokkaido.

Rumah itu tidak berdaun pintu dan berdaun jendela sehingga angin beku dengan leluasa masuk ke ruangan, menyelinap ke balik selimut, dan menghunjamkan dingin hingga ke tulang para napi. Tidak ada yang bisa mereka lakukan selain pasrah melewati malam nan beku hingga pagi hari. Di luar rumah, penjaga berdiri tegak dengan senjata. Adegan itu dibuat secara detail dalam bentuk diorama dengan ukuran hampir menyerupai aslinya.

Ketika malam berganti siang, para napi digiring untuk mengerjakan proyek pembangunan Jalan Chuo-Doro sepanjang 200-an kilometer yang menghubungkan daerah tengah dan timur Hokkaido. Mereka juga dikerahkan menyelesaikan perluasan penjara dan pembangunan gedung pemerintah. Boleh dikata, para napilah yang pertama-tama membangun Hokkaido. Ketika itu, pulau tersebut masih dipenuhi hutan dengan beragam binatang buasnya.

Meski tenaga diperas habis, pasokan makanan untuk napi sangat minim, yakni hanya semangkuk kecil sup miso, nasi, sepotong kecil ikan, dan sejumput sayuran. Kesehatan mereka juga diacuhkan. Mereka hanya bisa mandi 1-2 kali sebulan di sebuah pemandian umum yang dijaga ketat. Waktu yang disediakan untuk mandi hanya beberapa menit. ”Penjaga akan memberi aba-aba kepada napi untuk berendam di bak mandi. Lalu menyuruh mereka keluar dari bak mandi, menyabuni badan, kemudian berbilas. Terakhir mereka disuruh mengelap badan. Acara mandi selesai, mereka kembali ke sel,” ujar Toshihiro.

Meski hanya beberapa menit, acara mandi itu sangat ditunggu-tunggu napi. Pasalnya, jika tidak mendapat kesempatan mandi, kulit mereka akan habis digerogoti kudis dan penyakit kulit lainnya. Nasib seperti itu banyak menimpa napi-napi yang berbulan-bulan dihukum di ruang isolasi.

KOMPAS/BUDI SUWARNA Jalanan bersalju di area Museum Penjara Abashiri, Hokkaido, Jepang.
Dengan perlakuan seperti itu, banyak napi yang tidak tahan dan akhirnya mati. Buku panduan wisata yang dikeluarkan Museum Penjara Abashiri, The Largest and Oldest Prison Museum in Japan, menyebutkan, dalam waktu singkat, 221 narapidana tewas akibat keletihan, kurang gizi, dan tidak tahan dengan kerasnya alam Abashiri. Napi yang tewas langsung dikuburkan di sisi-sisi jalan sepanjang 200 kilometer yang baru dibangun.

Dengan reputasi seperti itu, Penjara Abashiri menjadi penjara paling angker dan ditakuti di seantero Jepang. Ia serupa neraka kecil bagi penjahat kelas kakap dan banyak tahanan politik sejak era Pemerintahan Meiji.

Menghadang Rusia

Penjara Abashiri dibangun secara bertahap tahun 1890 pada masa Pemerintahan Meiji. Awalnya, pemerintah khawatir Kekaisaran Rusia akan mencaplok Hokkaido—pulau besar ujung utara Jepang yang berbatasan dengan Rusia. Saat itu, Rusia telah melangkah jauh membangun jalur kereta Trans-Siberia hingga ke timur jauh atau mendekati ujung Pulau Hokkaido.

Untuk mencegah invasi Rusia, pemerintah memutuskan membangun jalan di Hokkaido sebagai jalur logistik dan persenjataan. Persoalannya, saat itu pemerintah tidak memiliki uang yang cukup untuk melaksanakan pembangunan.

Sekretaris Pemerintahan Meiji, Kentaro Kaneko, kemudian mengajukan gagasan ke pemerintah untuk memanfaatkan narapidana sebagai tenaga kerja. Dalam sebuah suratnya yang dikutip buku panduan wisata Museum Penjara Abashiri, Kaneko menuliskan, ”Hokkaido masih terbelakang dan perlu biaya besar untuk membangun jalan. Dengan memanfaatkan narapidana, kita dapat menuntaskan pembangunan dengan biaya jauh lebih murah. Jika tahanan mati selama proses itu, pengeluaran kita untuk mengurus tahanan pun berkurang. Sekali dayung, dua pulau terlampaui,” kata Kentaro seperti dikutip buku panduan Museum Abashiri.

Usulan itu diterima. Penjara Abashiri pun dibangun semasa Gubernur Hokkaido Takeshiro Nagayama. Bentuknya adalah penjara tanpa atap yang dikelilingi hutan. Setelah proyek Jalan Chuo-Doro selesai, penjara itu ditutup sementara tahun 1897, kemudian dibuka lagi tiga tahun kemudian.

Para napi yang frustrasi membakar penjara tersebut tahun 1909. Pemerintah lantas membangun kembali penjara itu tahun 1912. Penjara baru inilah yang sekarang dijadikan museum. Bentuknya seperti lima jari dengan satu pos penjagaan tepat di tengahnya. Bangunan penjara yang seluruhnya terbuat dari kayu itu amat indah, namun tetap saja tidak bisa menutupi keangkeran penjara tersebut.

Awal Februari lalu, kami berdiri di pos penjagaan bekas Penjara Abashiri. Dari pos itu, lorong-lorong penjara yang dingin tersebut terlihat seluruhnya. Ada 600 sel di penjara seluas 3.000-an meter persegi itu. Setiap sel luasnya 4,95 meter persegi dan didesain untuk dihuni seorang tahanan. Kenyataannya, sel itu bisa dijejali beberapa orang sekaligus.

Berubah wajah

Usainya Perang Dunia II membawa angin segar ke Penjara Abashiri yang gelap dan dingin. Penjara yang awalnya seperti kamp kerja paksa diubah menjadi seperti penjara dengan ladang pertanian nan luas. Napi diajak bercocok tanam dan mengolah hasil pertanian yang bisa dijual ke masyarakat dengan harga murah. Ilmu bertani juga ditularkan kepada masyarakat. Dengan jalan itulah, Hokkaido menjadi daerah pertanian yang penting bagi Jepang.

KOMPAS/BUDI SUWARNA 'Manusia salju' yang dibangun di area Museum Penjara Abashiri, Hokkaido, Jepang.
”Jadi, para napi di Abashiri itu sangat berjasa bagi masyarakat Hokkaido. Pada masa perang mereka membangun jalan, setelah perang mereka membantu memulihkan Hokkaido,” ujar Toshihiro.

Penjara Abashiri digunakan dan menjadi model farming prison hingga tahun 1983. Setahun kemudian, bangunan itu dipindahkan dan dijadikan museum. Di lokasi asli Penjara Abashiri dibangun penjara baru yang lebih modern dengan televisi di setiap selnya.

Kini, keangkeran Penjara Abashiri tinggal cerita yang hidup di museum. Takada Koji, petugas Museum Penjara Abashiri, mengatakan, sekitar 120.000 turis setiap tahun datang ke museum itu untuk mendengar kisah napi Abashiri. Harga tiketnya kalau dirupiahkan kurang dari Rp 150.000.

Pengunjung juga bisa mencicipi secuil pengalaman ”menjadi napi”. Cukup membayar beberapa ratus yen Anda diberi seragam napi, makan dengan menu napi, dan dikurung—meski sebentar—di sel bui. Sambil berwisata dan menyeruput minuman hangat, pengunjung bisa membayangkan betapa menderitanya napi pada masa lalu. (Budi Suwarna)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga Mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga Mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahim Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahim Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

Travel Tips
Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Sandiaga Harap Labuan Bajo Jadi Destinasi Wisata Hijau

Travel Update
10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

10 Tips Bermain Trampolin yang Aman dan Nyaman, Pakai Kaus Kaki Khusus

Travel Tips
Ekspedisi Pertama Penjelajah Indonesia ke Kutub Utara Batal, Kenapa?

Ekspedisi Pertama Penjelajah Indonesia ke Kutub Utara Batal, Kenapa?

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com