”Mereka yang produksinya banyak dan rapi akan mendapatkan imbalan lebih tinggi. Hal ini saya lakukan untuk memotivasi pekerja lain agar berlomba-lomba jadi yang terbaik. Bagaimanapun, kinerja seseorang itu harus dihargai dan tidak bisa dipukul rata,” tutur Suyanto.
”Anak bambu”
Berkat usahanya, Suyanto bisa mendapat omzet yang cukup besar meskipun jumlahnya tergantung pesanan. Setidaknya, dari setiap bambu seharga Rp 4.000-Rp 6.000, uang yang dihasilkan bisa berkisar Rp 1 juta-Rp 2 juta.
”Kalau modal Rp 10 juta, saya bisa mendapat keuntungan bersih Rp 25 juta sampai degan 30 juta. Keuntungan itu tidak termasuk upah tenaga pekerja dan biaya bahan,” ujar dia.
Dari usahanya itu juga, Suyanto mampu menghidupi keluarganya, bahkan orangtua dan adik-adiknya. Suyanto bahkan menyebut anak-anaknya sebagai ”anak bambu”, yang dibesarkan dari uang hasil kerajinan bambu.
Saat ini, Suyanto belum banyak berpromosi. Kartu nama pun dia tak punya. Alasannya, melayani pesanan yang datang saat ini saja sudah kewalahan. Apalagi jika berpromosi besar-besaran dan mendapatkan pesanan dalam jumlah banyak.
”Kalau promosi besar-besaran, kami takut tidak bisa memenuhi target dari pelanggan. Saat ini, yang penting kualitas terjaga dan pelanggan puas,” kata dia.
Topi dan kerajinan karya Suyanto sudah merambah beberapa kota di Pulau Jawa, seperti Jakarta dan Surabaya. Bahkan, karyanya juga merambah Pulau Bali. Keikutsertaannya dalam pameran kerajinan di Jakarta membuat pelanggannya bertambah.
Kendati usahanya itu menghasilkan uang, Suyanto tetap berpegang pada hukum alam dan tradisi. Dia tidak akan pernah membeli bambu yang ditebang saat musim rebung atau bambu muda tumbuh.
”Kami tidak menebang bambu pada awal musim kemarau. Kami khawatir bambu yang kami tebang itu akan merusak rebung yang baru tumbuh. Bagaimanapun, kelestarian bambu tetap harus dijaga,” ujar dia.
Melalui usahanya itu, Suyanto berharap Pringsewu kembali dikenal sebagai wilayah yang kaya bambu. Bahkan, jika mungkin, Pringsewu identik dengan bambu.
Suyanto jelas tak rela jika kerajinan bambu justru dikenal dari daerah lain yang tidak memiliki kedekatan historis dengan bambu.
”Kejayaan Pringsewu sebagai hutan bambu harus dikembalikan,” ucap Suyanto. (Angger Putranto)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.