Hujan belum sepenuhnya reda ketika kami tiba di Bukit Kasih. Tampak bangunan menjulang setinggi 25 meter yang ternyata ialah Tugu Toleransi. Badan tugu ini berbentuk pentagonal yang pada setiap sisinya tertulis cuplikan ayat kitab suci dari berbagai agama, yakni Katolik, Islam, Hindu, Buddha, dan Kristen. Maka, orang-orang menyebut kawasan ini Bukit Kasih. Adapun nama resminya adalah Bukit Kasih Toar Lumimu’ut Kanonang. Toar dan Lumimu’ut adalah leluhur orang Minahasa. Wajah keduanya terpahat pada dinding tebing sekitar 500 meter dari Tugu Kasih.
”Di sana juga ada bangunan rumah ibadah lima agama. Kalau mau ke sana, saya siap mengantar,” kata Leo Paendong (10), bocah yang mencari uang jajan sebagai pemandu. Setiap sepulang sekolah, dia ke Bukit Kasih mencari pelancong.
Samar-samar tampak kubah masjid dan tanda salib, tetapi kabut terlalu tebal sehingga bangunan itu tak tampak utuh. Kabut juga mengesankan bangunan-bangunan itu begitu jauh untuk dijangkau. Sambil berjalan menuju bukit, kita bisa mampir ke warung yang menjual minuman panas dan jagung bakar.
Sesampai di warung milik Medi Walangitan (41), bukannya kami ditawari makan atau minum, melainkan pijit. Beberapa ibu usia paruh baya meminta pengunjung agar duduk dan merendam kaki. Mereka menunjuk kolam-kolam kecil berisi air hangat dengan asap mengepul. Aroma belerang memenuhi ruang hidung.
Air-air hangat itu hangat alami oleh panas bumi. Lokasi Bukit Kasih berada di lereng Gunung Soputan yang masih aktif. Kami berlima duduk berjajar menikmati kaki-kaki kami direndam air hangat campur belerang sambil dipijit ibu-ibu. Lumayan, pegal-pegal setelah berkendara sekitar 45 kilometer dari Manado berkurang.
Mereka semula penjual cendera mata, tetapi penghasilan terus menurun karena semakin banyak penjual cendera mata di Bukit Kasih. Melihat peluang penghasilan dengan memijat, mereka bersedia dilatih. Dalam sehari, mereka memperoleh uang Rp 60.000 sampai Rp 100.000. Pada saat libur panjang atau akhir pekan, penghasilan bisa meningkat hingga dua kali lipat. ”Asal tidak hujan. Kalau hujan, banyak yang malas turun dari mobil,” ucap Selvi Rondonuwu (34), rekan Arni.
Seusai pijat, kami menikmati teh manis panas dan jagung bakar. Udara dingin Bukit Kasih menambah nikmat minuman dan makanan hangat itu.
Kisah sengsara
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.