JAKARTA, KOMPAS.com – Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) kembali menggelar Festival Sriwijaya pada Juni mendatang. Festival yang telah diselenggarakan selama 23 tahun tersebut disebut-sebut tahun ini akan mengusung hal yang berbeda dari tahun-tahun sebelumnya.
“Tahun ini kami mengemas dengan sentuhan lebih modern ya, salah satunya dengan video mapping,” kata Plt. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Sumsel, Irene Camelyn Sinaga, di Jakarta, Rabu (3/6/2015).
Lebih lanjut Irene menjelaskan konsep video mapping tersebut diterapkan dalam kisah raja pertama Kerajaan Sriwijaya, Dapunta Hyang. Setelah itu, cerita langsung disambung dengan kisah masa kejayaan Balaputradewa.
“Balaputradewa sudah melakukan perjalanan sampai ke India, ada vihara-vihara yang didirikan di sana, jadi kedekatan Palembang dengan India cukup dekat,” jelas Irene.
Meskipun dibalut dengan konsep modern, namun unsur-unsur budaya tetap diusung Festival Sriwijaya tahun ini. Terdapat seni musik tradisional Batang Hari Sembilan, memperkenalkan aksara kaganga yang sudah hampir punah, serta teater tradisional Sumsel Dul Muluk yang menampilkan pantun, syair, dan nyanyian dalam ceritanya.
Selain itu, dalam rangkaian Festival Sriwijaya dihadirkan seni kuda lumping. Meskipun berasal dari Jawa, namun kuda lumping ditampilkan untuk mewujudkan keharmonisan antar suku dan budaya di Indonesia.
“Kerajaan Sriwijaya mengajarkan harmonisasi antar suku, budaya dan sebagainya, di sini kami mengaitkan kuda lumping untuk jadi woro-woro,” lanjut Irene.
Festival Sriwijaya berlangsung pada 11-14 Juni 2015. Nantinya, Festival Sriwijaya akan digelar di Taman Purbakala Kerajaan Sriwijaya (TPKS) dan Benteng Kuto Besak Palembang.
“Lokasi TPKS sendiri merupakan situs penemuan Prasasti Kedukuan Bukit, jadi kita sambil memperkenalkan situs-situs sejarah,” tutup Irene.