Sembari membangun, ia juga mendekati warga Desa Ceruk untuk bersama menjaga dan mengelola kawasan wisata itu. Mereka ditawarkan menjadi penjual makanan dan minuman, baik di tempat wisata maupun di rumah masing-masing. ”Saya tidak mau tempat wisata ini malah terasing dari lingkungan dan warga setempat tidak mendapat apa-apa,” tuturnya.
Akhirnya, kawasan wisata di Desa Ceruk bisa dioperasikan pada Agustus 2008. Sejak pertama beroperasi sampai sekarang, hampir seluruh fasilitas di kawasan itu bisa dinikmati gratis. Tidak ada tiket masuk, uang parkir, atau kotak sumbangan di kompleks wisata itu. ”Kolam renang, pondok-pondok, lahan parkir, semua bisa dipakai gratis,” ujarnya.
Ia dan teman-teman mengutip Rp 20.000 per orang yang akan memakai fasilitas outbound. Sebagian uang itu dipakai untuk makan dan minum perawat tempat wisata. Sebagian lagi dipakai untuk memperbaiki dan merawat fasilitas outbound. ”Kalau sedang musim liburan, harganya malah kami turunkan separuh. Di tempat lain, musim liburan justru jadi ajang menaikkan harga tiket tempat wisata,” tuturnya.
Dengan pemasukan yang nyaris tidak ada, ia mengakui kerap kerepotan untuk membiayai pengelolaan tempat wisata itu. Listrik kerap tidak dibayar berbulan-bulan. ”Saya hanya bisa meminta pengertian dari PLN. Begitu dapat rezeki, saya bayar,” ujarnya.
Museum keramik
Obsesi Zaharuddin tidak hanya berhenti di Desa Ceruk. Di pusat pemerintahan Natuna di Ranai, ia mengelola museum keramik. Memang mudah menemukan aneka gerabah di sejumlah tempat di Natuna.
Pesisir Natuna adalah salah satu perairan tempat banyak kapal dagang masa lalu karam bersama aneka muatannya. Hingga beberapa tahun lalu, orang-orang Natuna terbiasa mencari keramik di laut dan di darat.
”Waktu saya gali untuk buat kolam, dapat keramik banyak. Saya, seperti banyak orang Natuna, pernah menjadi pencari keramik di laut,” ujarnya.
Aneka mangkuk, piring, dan guci bisa ditemukan di kapal-kapal yang tenggelam berabad-abad lalu. Zaharuddin pernah menjadi pembeli ataupun penjual. ”Dulu kami tidak tahu itu terlarang, malah dijadikan alternatif penghasilan saat tidak bisa mencari ikan,” ujarnya.