Seusai doa, satu gunungan belimbing di panggung pun akhirnya menjadi incaran undangan, termasuk Wakil Bupati Bojonegoro Setyo Hartono. Dua gunungan belimbing tersebut bersama tumpeng yang dibawa warga sebelumnya diarak keliling kampung, dimeriahkan dengan bunyi tetabuhan lesung.
Gunungan belimbing setinggi 2 meter dan 1,5 meter itu adalah sumbangan dari 104 petani untuk menyemarakkan Festival Belimbing pada Minggu (20/9/2015) di Desa Agrowisata Belimbing, Desa Ringinrejo (warga menyebutnya Ngringinrejo), Kecamatan Kalitidu, Kabupaten Bojonegoro. Petani menyumbangkan belimbing untuk dibuat gunungan masing- masing orang 5-15 kilogram.
Para pengunjung bisa menikmati sejuknya kebun belimbing milik petani. Mereka bebas memetik, memilih buahnya, dan membawa pulang setelah ditimbang dan membelinya Rp 10.000 per kg. Belimbing Ngringinrejo terasa segar dan banyak kandungan airnya.
Rasa manis bisa menjadi pelepas dahaga di saat matahari sedang panas. Di Ngringinrejo, jika pengunjung takut salah petik belimbing, bisa membeli langsung pada gerai-gerai petani yang mirip gasebo. Harganya Rp 7.000-Rp 9.000 tergantung ukuran dan kualitasnya.
Pengunjung pun bisa sekadar piknik, menikmati makanan yang dibawa dari rumah sambil lesehan di bawah rindangnya pohon belimbing. Mereka juga bisa memanfaatkan gasebo-gasebo yang telah tersedia untuk melepas penat.
Kebun belimbing seluas 20,4 hektar itu juga bisa dimanfaatkan menjadi sarana edukasi, apalagi kini juga tersedia bumi perkemahan. Selain di kawasan agrowisata, ada pula tanaman belimbing yang dikembangkan di pekarangan warga, tetapi jumlahnya paling banyak 10 pohon.
Sejahterakan warga
Kepala Desa Ringinrejo Mochammad Syafii menyebutkan, keberadaan kebun belimbing di desanya berdampak pada penghasilan warga, bukan hanya petani. Setiap hari, minimal ada 100 pengunjung. Bahkan, pada akhir pekan atau hari libur, bisa lebih dari 1.000 pengunjung.
Di kawasan itu ada 36 pedagang kaki lima yang turut kecipratan berkah adanya kebun belimbing. ”Bahkan, pada tahun baru lalu, omzet sehari mencapai Rp 72 juta,” kata Syafii.
Selama dua tahun terakhir, pengunjung yang masuk ke kawasan agrowisata belimbing dikenai retribusi Rp 1.000 per orang. Retribusi itu digunakan untuk pemeliharaan, kebersihan, dan kas desa. Apalagi, kebun belimbing bisa dikatakan tidak pernah sepi.
Syafii menyebutkan, dalam setahun, satu pohon belimbing bisa dipanen raya 3-5 kali. Satu pohon total bisa menghasilkan belimbing hingga 1 kuintal. Buahnya dijual langsung saja mencapai Rp 10.000 per kg berisi 3-5 buah.
Sebenarnya sudah ada yang merintis membuat sari buah, sirup, dodol, atau keripik melalui Kelompok Usaha Bersama. ”Namun, keuntungannya tidak sebanding dengan tenaga dan biaya yang dikeluarkan sehingga sebagian besar petani memilih menjual dalam bentuk buah segar,” papar Syafii.
Kompetisi
Untuk menggairahkan semangat petani, sejak tahun lalu digelar kontes belimbing dengan kriteria ukuran, warna, tekstur, dan rasa. Pada tahun ini, belimbing terberat mencapai 8 ons milik Supangat. Berat belimbing yang diikutkan kompetisi mencapai rata-rata 5 ons.
Menurut Supangat (55), petani belimbing yang memenangi kontes, bertani belimbing cukup menguntungkannya. Apalagi, masuk kawasan agrowisata. Ia menanam 40 pohon, sekali panen dari satu pohon bisa menghasilkan 40-50 kg. ”Saya sedikitnya bisa panen setahun tiga kali. Sekali panen raya bisa empat juta rupiah hasilnya,” ujarnya.
Pria kelahiran 12 April 1960 itu sangat menjaga kualitas kesegaran belimbingnya. Bahkan, dia meracik ramuan yang disemprotkan pada tanaman belimbingnya. Ramuan itu terbuat dari limbah buah belimbing atau buah belimbing yang kualitasnya kurang bagus. ”Setelah dicampur susu dan bahan lainnya, lalu difermentasi. Hasilnya bagus, buahnya tidak mudah busuk,” ujarnya.
Petani lain, Sujani, juga merasa menanam belimbing cukup menjanjikan. Ia menanam 54 batang pohon. Setahun, ia bisa panen hingga lima kali, termasuk yang ukuran kecil-kecil. Ia dan istrinya memetik sendiri buah lalu dipilah-pilah dengan ukuran yang sama. Harganya Rp 8.000 sampai Rp 10.000 per kg.
Tarik wisatawan
Festival Belimbing merupakan salah satu upaya meningkatkan penghasilan warga dan menarik wisatawan berkunjung ke Ringinrejo. Festival itu dimeriahkan tarian jaranan, reog, kirab, dan arak-arakan gunungan belimbing dan tumpeng hingga berebut belimbing.
Selain itu, ada ritual pembagian janur (daun kelapa muda) oleh Zainuri (80), sesepuh dan perintis petani belimbing di Ringinrejo kepada para petani. Pemberian janur sebagai simbol memohon keselamatan dan memohon kepada Tuhan agar belimbing petani bagus hasilnya.
Sebelum 1984, petani di bantaran Bengawan Solo sebelah utara, tepatnya Desa Ringinrejo, menanam palawija. Setiap tahun, lahan mereka hanya bisa ditanami padi saat musim hujan, ditanami palawija juga sering gagal panen.
Pada 1984, setelah mendapatkan informasi di wilayah Tuban, tepatnya Desa Siwalan, ada yang menanam belimbing. Mbah Zainuri mencoba menanamnya. Sekitar kurang lebih empat tahun, belimbingnya mulai berbuah dan hasilnya bisa tiga kali lipat daripada ditanami palawija. Langkah itu akhirnya diikuti petani lainnya, hingga kini ada 104 petani menanam belimbing dan luasannya mencapai 20,4 hektar.
Pemerintah Kabupaten Bojonegoro pun mendorong perkembangan agrowisata belimbing. Bupati Bojonegoro Suyoto sering mengajak tamu pemerintah daerah, seperti anggota DPR, menteri, investor, atau mitranya, ke Ringinrejo agar potensi itu lebih dikenal luas. Dinas pengairan menyiapkan sarana untuk memenuhi kebutuhan air, dinas pekerjaan umum membuatkan gasebo-gasebo. Dinas pariwisata dan budaya membangun ruang pertemuan dan paving akses jalan masuk agar pengunjung nyaman. Para perangkat desa dan warga juga swadaya menyiapkan perahu untuk paket wisata susuri Bengawan Solo. (ADI SUCIPTO KISSWARA)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.