Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Masakan "Ndeso" yang Menggoyang Lidah

Kompas.com - 21/11/2015, 11:40 WIB

MAKANAN tradisional berbahan sederhana yang dimasak ala rumahan tak kalah memikat lidah. Masakan ”ndeso” hingga kini tetap dicari karena kenangan dan kelezatannya.

Di Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah, yang dikenal sebagai produsen mi ayam dan bakso, ada dua kuliner tradisional khas yang sampai kini masih terus lestari, yaitu nasi tiwul dan jangan ndeso alias jangan lombok.

Kedua kuliner khas Wonogiri itu sangat populer di daerah asalnya dan masih dinikmati masyarakat setempat sebagai menu sehari-hari. Bahannya sederhana dan mudah didapat, sementara cita rasanya tak kalah nikmat dari masakan-masakan khas Nusantara lainnya.

Nasi tiwul yang menjadi salah satu makanan utama di Wonogiri lahir di masa penjajahan Jepang. Saat itu nasi merupakan barang mewah. Untuk menyiasatinya, masyarakat kemudian mengganti nasi dengan singkong yang banyak ditanam di Wonogiri. Muncullah nasi tiwul.

Setelah masa penjajahan usai, nasi tiwul masih menjadi makanan pokok di Wonogiri. Namun, saat ini, nasi tiwul tidak lagi didominasi oleh singkong. Masyarakat mengolahnya dengan campuran beras sehingga ketika sudah masak, nasi tiwul memiliki dua warna, yaitu putih dan coklat muda. Bulir-bulir tiwul berukuran lebih kecil daripada bulir-bulir nasi.

KOMPAS/DWI AS SETIANINGSIH Buntil
Nasi tiwul memiliki cita rasa yang berbeda dengan nasi putih biasa. Gula merah yang menjadi bahan dalam pembuatan tiwul membuat nasi tiwul lebih manis. Sementara teksturnya lebih kenyal karena bahan baku singkong yang digunakan.

Sebagai paduan nasi tiwul adalah jangan ndeso yang juga disebut jangan lombok. Dalam bahasa Jawa, jangan artinya sayur. Sementara lombok artinya cabai. Umumnya, jangan lombok ini menggunakan cabai keriting berwarna hijau.

Jangan lombok berupa sayur bersantan yang berbahan dasar potongan-potongan cabai hijau dipadukan dengan irisan cabai rawit, tempe, dan petai sebagai pelengkap. Karena bahan utamanya berupa cabai hijau dan cabai rawit, jangan lombok ini pedas di lidah.

Jumlah cabai yang digunakan kadang tidak tanggung-tanggung. Hampir sebanding dengan tempe yang juga menjadi bahan utama jangan ndeso. Meski demikian, rasa pedas itu justru membuat jangan lombok makin nikmat.

Menurut Nanik, warga Wonogiri yang bekerja di Kantor Bupati Wonogiri, jangan lombok sudah menjadi makanan sehari-hari masyarakat Wonogiri sejak lama.

”Jangan lombok bisa dihidangkan setiap saat. Sekarang, sayur ini menjadi salah satu menu favorit dalam berbagai acara seperti pernikahan dan khitanan. Beberapa warung makan Wonogiri bahkan menjadikan sayur ndeso sebagai menu wajib,” kata Nanik.

KOMPAS/DWI AS SETIANINGSIH Ayam panggang khas Klaten
Nasi tiwul dan jangan ndeso semakin lengkap disajikan dengan tongseng sapi khas Wonogiri yang bercita rasa manis-gurih-pedas, dengan daging yang dimasak hingga empuk.

Ayam panggang dan buntil

Di Klaten pun menu tradisional masih terus dicari orang. Salah satu yang cukup populer adalah ayam panggang. Kisah tentang ayam panggang Klaten yang terkenal itu ada di buku karya Umar Kayam, Mangan Ora Mangan Kumpul (1995).

Di buku tersebut, dikisahkan Pak Joyoboyo yang biasa menjajakan ayam panggang melafalkan ayam panggang dengan penggeng eyem. Sebelum diulurkan kepada pembeli, penggeng eyem dibungkus dengan daun pisang. Bau gurih bercampur manisnya penggeng eyem selalu menerbitkan air liur.

Zaman dahulu, ayam panggang Klaten dijajakan berkeliling kota oleh penjualnya dengan menggunakan tenongan. Namun, saat ini, penjual tenongan sudah tidak ada lagi. Sebagai gantinya, ayam panggang disajikan sebagai menu utama di sejumlah rumah makan di Klaten.

Ayam panggang khas Klaten ini berwarna kecoklatan. Biasanya dimasak utuh dari bahan baku berupa ayam kampung. Kombinasi penggunaan santan dan gula merah menjadi kunci bagi cita rasa ayam panggang yang lezat.

Paduan rempah-rempah seperti ketumbar, merica, jintan, kemiri, kencur, jahe, kunyit, dan lengkuas menjadikan ayam panggang khas Klaten legit dan gurih. Disantap dengan nasi putih yang panas mengepul, serta sambal merah dan lalapan segar, hmmm... sangat nikmat.

Selain ayam panggang, kuliner khas Klaten yang kini sudah sulit ditemui adalah buntil daun singkong. Bahan baku utama masakan tradisional ini adalah daun singkong, yang dimasak dengan kelapa parut dan berbagai jenis rempah.

Rasa gurih berasal dari kelapa parut dan bumbu rempah yang melimpah. Zaman dulu, buntil biasa menjadi sajian sehari-hari di rumah warga.

KOMPAS/DWI AS SETIANINGSIH Peserta tur Warisan Budaya Bengawan Solo menikmati menu khas Klaten seperti ayam panggang dan buntil saat berkunjung ke Pedan, Klaten, Jawa Tengah.
Daun singkong yang menjadi bahan baku utama dimasak dengan cara sederhana, yaitu dikukus. Setelah itu, daun singkong yang sudah diikat menggunakan benang kasur, dimasak dalam kuah bumbu hingga matang dan seluruh bumbu meresap sempurna. Paduan daun singkong yang lembut dan kuah kental yang gurih-pedas menjadikan buntil istimewa di lidah.

Salah seorang pencinta kuliner Nusantara, Dewi Anthy, menuturkan, buntil yang dia temui di Klaten memiliki cita rasa yang sangat enak.

”Dari sekian banyak makanan yang saya coba selama perjalanan Solo-Wonogiri-Pacitan-Klaten, inilah masakan yang paling enak. Daun singkongnya lembut, bumbunya pun merasuk. Beruntung sekali saya bisa menikmatinya saat berkunjung ke Klaten,” tutur Anthy.

Masakan boleh ndeso, tapi soal rasa, tetap nomor satu. (DWI AS SETIANINGSIH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

6 Taman untuk Piknik di Jakarta, Liburan Hemat Bujet

Jalan Jalan
7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

7 Taman Gratis di Yogyakarta, Datang Sore Hari Saat Tidak Terik

Jalan Jalan
Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Istana Kepresidenan Yogyakarta Dibuka untuk Umum, Simak Caranya

Travel Update
Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Jadwal Kereta Cepat Whoosh Mei 2024

Travel Update
Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Cara Berkunjung ke Museum Batik Indonesia, Masuknya Gratis

Travel Tips
Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Amsterdam Ambil Langkah Tegas untuk Atasi Dampak Negatif Overtourism

Travel Update
Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Perayaan Hari Tri Suci Waisak 2024 di Borobudur, Ada Bhikku Thudong hingga Pelepasan Lampion

Travel Update
Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Destinasi Wisata Rawan Copet di Eropa, Ternyata Ada Italia

Jalan Jalan
Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Kenaikan Okupansi Hotel di Kota Batu Tidak Signifikan Saat Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus

Travel Update
KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

KA Bandara YIA Tambah 8 Perjalanan Saat Long Weekend Kenaikan Yesus Kristus, Simak Jadwalnya

Travel Update
Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Kekeringan Parah Ancam Sejumlah Destinasi Wisata Populer di Thailand

Travel Update
Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Libur Panjang Kenaikan Yesus Kristus, Kunjungan Wisatawan ke Kota Batu Naik

Travel Update
Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Bangka Bonsai Festival Digelar Sepekan di Museum Timah Indonesia

Travel Update
Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Cara ke Tebing Keraton Bandung Pakai Angkot, Turun di Tahura

Jalan Jalan
Kemenparekraf Dorong Parekraf di Bogor Lewat FIFTY, Ada Bantuan Modal

Kemenparekraf Dorong Parekraf di Bogor Lewat FIFTY, Ada Bantuan Modal

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com