Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mereguk Pesona Lembah Mandalawangi

Kompas.com - 14/12/2015, 12:09 WIB
KABUT perlahan turun menyelimuti Lembah Mandalawangi saat Fatkhul Barri (19) duduk mendekap lutut di atas rumput. Pandangan matanya menyapu padang edelweis yang terhampar. Lelah dan peluh yang membasahi tubuh terbayar dengan eksotisme sang lembah kasih.

Suasana di sini tenang dan sunyi. Paling pas untuk sejenak melupakan semua persoalan,” ujar Barri, pendaki asal Depok, Minggu (6/9/2015). Bersama dua rekannya, Barri mendaki Gunung Pangrango dari jalur Cibodas, Cianjur, Jawa Barat.

Lembah Mandalawangi terletak sekitar 100 meter dari Puncak Pangrango yang berada di ketinggian 3.019 meter di atas permukaan laut. Lembah seluas sekitar 5 hektar ini merupakan satu dari dua padang bunga edelweis (Anaphalis javanica) di areal Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), selain Alun-alun Suryakencana di dekat Puncak Gunung Gede.

Keindahan Mandalawangi menjawab rindu para pendaki akan kesunyian dan ketenangan alam. Dua rekan Barri, Hari (20) dan Fauzi (19), turut duduk di atas rumput yang lembut. Meski mereka berdekatan, tak ada perbincangan yang terucap. Mereka seolah tersihir pesona Mandalawangi yang begitu menenteramkan hati.

Hamparan bunga abadi itu tetap memancarkan keelokan meski musim mekarnya sudah lewat, tepatnya pada Agustus-September lalu. Puluhan pendaki yang baru tiba di Mandalawangi pun berfoto dengan latar belakang bunga edelweis.

Aroma air hujan yang berbaur dengan hutan hujan tropis melekat di indera penciuman. Angin lembah yang membelai dedaunan membawa hawa dingin yang cukup menusuk. ”Tempat ini cocok untuk mencari kedamaian,” ujar Teddy (25), pekerja swasta asal Pondok Gede, Jakarta Timur, yang mendaki ke Mandalawangi bersama enam temannya.

”Kalau Alun-alun Suryakencana di Gunung Gede sudah terlalu ramai, sedangkan di sini (Mandalawangi) lebih tenang,” kata Niko, teman Teddy.

Hujan membuat percakapan terhenti. Sekelompok pendaki mengajak pendaki lain berteduh di dalam tenda mereka. Obrolan dan canda spontan terlontar menghangatkan suasana. Ditemani kopi hangat, para pendaki itu bercengkerama seperti sudah lama kenal.

”Kadang saat mendaki (gunung) memang tidak saling kenal, tetapi saat turun bisa jadi saudara,” kata Teddy. Ah, alam bebas memang menyatukan manusia.

Soe Hok Gie

Mandalawangi sudah sejak lama menjadi buah bibir para pendaki karena eksotismenya. Bahkan, lembah ini juga menjadi lokasi favorit mendiang Soe Hok Gie. Pada puisi berjudul ”Sebuah Tanya” di buku Catatan Seorang Demonstran, Gie mengutarakan kekagumannya terhadap hamparan padang edelweis yang dia sebut Lembah Kasih Mendalawangi.

Anggota Mapala Universitas Indonesia yang juga aktivis ini meninggal tepat sehari sebelum usia 27 tahun saat mendaki Gunung Semeru pada 16 Desember 1969. Merujuk pada buku Soe Hok Gie…Sekali Lagi yang disusun Rudy Badil, Luki Sutrisno Bekti, dan Nessy Luntungan, abu Soe Hok Gie ditaburkan di Lembah Mandalawangi, tempat yang dia kagumi semasa hidup, enam tahun berselang setelah kematiannya.

Kekaguman Soe Hok Gie terhadap Mandalawangi juga menginspirasi pendaki seperti Bayu (23) untuk mendatangi Pangrango. Guru Bahasa Indonesia di sebuah SMP negeri di Indramayu ini bersama sejumlah rekannya sesama guru penasaran mereguk pesona Lembah Mandalawangi.

”Saya ingin tahu sensasi Mandalawangi seperti cerita Soe Hok Gie. Ingin lihat padang edelweis,” ungkap Bayu.

Menyusuri bentang alam Gunung Gede Pangrango bak menjelajah salah satu laboratorium alam terlengkap di Pulau Jawa. Dengan kekayaan keanekaragaman hayatinya, kawasan ini biasa dijadikan lokasi penelitian.

Berdasarkan informasi dari situs resmi TNGGP, kawasan Gunung Gede Pangrango ditetapkan sebagai taman nasional pada 1980. Dengan luas 22.851,03 hektar, TNGGP ditutupi hutan hujan tropis pegunungan dan menjadi rumah bagi 251 jenis burung dan lebih dari 100 spesies mamalia. Sejumlah satwa yang hampir punah, seperti owa jawa, surili, lutung, dan elang jawa, pun berhabitat di kawasan ini.

KOMPAS/HARRY SUSILO Suasana puncak Gunung Pangrango, Jawa Barat, Minggu (6/12/2015), yang berketinggian 3.019 meter di atas permukaan laut.
Terdapat tiga jalur utama pendakian di TNGGP, yakni Cibodas, Gunung Putri, dan Selabintana. Namun, jika ingin menggapai puncak Gunung Pangrango dan Lembah Mandalawangi, jalur Cibodas di Cianjur merupakan yang terdekat, dengan waktu tempuh 6-10 jam berjalan kaki.

Pihak taman nasional membatasi jumlah pendaki yang hendak berkunjung ke TNGGP dengan kuota 600 orang per hari. Kuota pendakian itu terbagi atas 300 orang di jalur Cibodas, 200 pendaki di Gunung Putri, dan 100 orang di Selabintana.

Jika ingin mendaki Gunung Gede ataupun Pangrango di akhir pekan, sebaiknya mendaftar secara daring sebulan sebelumnya. Mengingat jarak yang tidak terlalu jauh dari Jakarta, hanya sekitar 100 kilometer, kawasan TNGGP menjadi tempat mendaki gunung favorit bagi warga Jabodetabek. Kuota pendakian sebanyak 600 orang hampir selalu terisi para pendaki di akhir pekan.

Beragam panorama

Jauh sebelum Mandalawangi yang ada di dekat puncak Pangrangro, terdapat beragam panorama di areal TNGGP. Begitu memasuki kawasan taman nasional dari jalur Cibodas, misalnya, terdapat danau berukuran 5 hektar yang dinamakan telaga biru. Telaga yang tertutup ganggang biru ini tampak biru saat diterpa cahaya matahari.

Selang 45 menit berjalan, ada Air Terjun Cibeureum setinggi 50 meter yang juga menjadi salah satu tujuan wisata.

Berjarak sekitar 5 kilometer dari Cibodas, ada mata air panas yang mengalir dari tebing bebatuan di sisi jalur pendakian. Di atas lokasi ini, terdapat tanah lapang untuk berkemah yang dinamakan Pos Kandang Badak di ketinggian 2.220 meter.

Medan pendakian hingga Kandang Badak cukup bersahabat bagi pemula. Pos ini juga sebagai penanda persimpangan yang memisahkan jalur pendakian ke Gede dan Pangrango.

Dari Kandang Badak menuju Pangrango, medan tanah liat yang terjal dan licin menanti. Ditambah banyaknya bekas pohon tumbang dan akar pohon yang malang-melintang di tengah jalur membuat para pendaki lebih berhati-hati.

Mendaki Gunung Pangrango pada pengujung tahun membutuhkan tenaga dan kesabaran ekstra karena hujan deras berikut angin kencang dapat datang sewaktu-waktu.

Tak pelak, Gunung Pangrango tidak hanya menghadirkan ketenangan jiwa lewat Mandalawangi, tetapi juga merefleksikan keberanian hidup kala mengarungi medan terjal hingga tiba di puncak. (Harry Susilo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

8 Tips Hindari Barang Bawaan Tertinggal, Gunakan Label yang Mencolok

Travel Tips
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com