Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencicipi Berkah Gunung Ciremai

Kompas.com - 08/01/2016, 19:26 WIB
HIDUP dari alam bukan berarti mengambil segala yang ada di alam. Justru, menjaga alam menjadi prasyarat memanfaatkan potensi alam. Hal inilah pegangan sejumlah kelompok masyarakat yang berdiam di kaki Gunung Ciremai.

Mereka tak hanya rela kehilangan lahan garapan, tetapi juga ikut melestarikan hewan dan tumbuhan di kawasan konservasi itu. Berkah Gunung Ciremai pun tercicipi.

Belasan pengunjung kawasan wisata Batu Luhur, Desa Padabeunghar, Kecamatan Pasawahan, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, Kamis (17/12/2015), mengerumuni Dodo Darsa, warga setempat.

Pengunjung berebut mencicipi madu dari lebah hutan atau odeng (apis dorsata) yang disajikan Dodo. Tampang penasaran pengunjung berubah jadi mesem kala mencoba madu odeng.

Madu dalam sarang lebah yang ditiris kecil itu lumer di lidah. Tidak tampak lebah di sarang yang berbentuk seperti bola kaki Amerika.

”Koloni lebah masih ada di bagian larva sarangnya. Bagian itu tidak boleh diambil karena generasi lebah yang baru ada di sana,” ujar Dodo yang juga Wakil Ketua Kelompok Pujangga Manik Batu Luhur (KPMBL), kelompok pengelola wisata itu.

Tidak berhenti di situ, pengunjung sontak bergeser saat melihat es cuing (cincau), sejenis tumbuhan merambat berwarna hijau (Cyclea barbata).

Dengan senyum merekah, ibu-ibu setempat menyuguhkan minuman segar itu. Madu dan es cuing didapatkan masyarakat dari hutan setempat yang termasuk dalam kawasan Taman Nasional Gunung Ciremai.

Madu diambil dari sarang lebah yang bertengger di pohon dan bersembunyi di balik batu. Tidak ada pembabatan hutan untuk merasakan sedapnya madu dan cuing.

Untuk mengambil madu dan cuing pun ada tata caranya meski tak tertulis. Selain tidak mengambil bagian larva, madu juga mesti dipanen 15 hari sekali dan tidak boleh mengambil dua sarang lebah yang sepohon. Adapun daun cuing pantang untuk dicabut semuanya, daun muda perlu disisakan.

Seperti itulah cara kelompok Dodo merawat hutan di kawasan Batu Luhur. Namun, itu belum seberapa dibandingkan kesulitan terbesar dalam menjaga hutan, yakni saat ketergantungan hidup di hutan dengan cara berkebun dan bertani harus ditinggalkan.

Kala itu, tahun 2004, sekitar 30 persen dari 2.000 warga Padabeunghar tak lagi boleh bercocok tanam di kaki Gunung Ciremai. hal itu berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 424/Menhut-II/2004 tentang Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Lindung Gunung Ciremai Menjadi Taman Nasional.

Pengembalian fungsi lahan sebagai hutan untuk menjaga sumber mata air dan mencegah longsor menjadi penyebab perubahan fungsi itu. Dalam catatan Kompas, 2.000 hektar areal Gunung Ciremai rusak antara lain karena perubahan fungsi hutan menjadi lahan sayuran dan penebangan liar.

Gunung Ciremai merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat, yakni 3.078 meter di atas permukaan laut, dengan luas 15.518,23 hektar. Gunung ini terletak di dua kabupaten, yakni Kabupaten Kuningan (luas 8.205,38 hektar) dan Kabupaten Majalengka (luas 7.308,95 hektar). Lebih dari 20 desa yang ada masing-masing di Kuningan dan Majalengka, termasuk dalam kawasan tersebut.

Akibat peralihan itu, penghasilan masyarakat di Padabeunghar berkurang. Gejolak terjadi, tetapi meski terpukul, masyarakat berangsur mulai mengerti pentingnya mengembalikan fungsi hutan.

Difasilitasi Balai TNGC, satu per satu warga desa bergabung dalam KPMBL yang kini beranggotakan 50 orang. Mereka mendapat penyuluhan hingga pelatihan untuk memanfaatkan potensi kaki Gunung Ciremai, tanpa menggarap lahan.

”Sekarang, baru terasa. Koloni lebah semakin banyak karena pohon tidak ditebang. Apalagi, pengunjung di Batu Luhur mulai memesan madu dan cuing,” lanjut Dodo.

Untuk sebotol madu ukuran 600 mililiter, misalnya, harganya Rp 250.000. Padahal sebelumnya, masyarakat setempat hanya memanfaatkan madu dan cuing untuk konsumsi rumah tangga. Kini, hasil alam itu telah dikirim ke Cirebon hingga Jakarta.

Kebakaran

Upaya menjaga hutan di Ciremai tidak gampang. Selain harus mengubah kebiasaan bercocok tanam di hutan, masyarakat setempat juga dihadapkan dengan kebakaran hutan. Tahun ini, tercatat 127 hektar hutan di TNGC dilahap api.

Di kawasan wisata Lambosir, Desa Setianegara, Kecamatan Cilimus, Kuningan, misalnya, menjadi salah satu sumber titik api kebakaran hutan saat kemarau ini. Masyarakat yang tergabung dalam kelompok Ciremai Green Lambosir bersama Balai TNGC Kuningan rela tak tidur di rumah bergantian menjaga hutan. Mereka berjaga di pondok yang berada 800 mdpl.

”Penyebabnya diduga dipicu dari masyarakat. Tetapi, yang terpenting bersiaga,” kata Beni Putra Pamungkas, Ketua Ciremai Green Lambosir.

Di wilayah pariwisata Argalingga, Kecamatan Argapura, Kabupaten Majalengka, Jabar, masyarakat setempat tidak melulu mengurus pariwisata. Saat musim kemarau, Kuwu (Kepala Desa) Argalingga Jajang Nurjaman mengatakan, puluhan masyarakat langsung bergerak ke hutan saat kebakaran hutan diumumkan di masjid.

Kendati masyarakat setempat telah kehilangan lebih kurang 500 hektar lahan bercocok tanam di kaki Gunung Ciremai, keinginan untuk menjaga hutan tetap hidup. Pasalnya, lahan pertanian kini mendapatkan pasokan air yang cukup.

”Dulu, saat kemarau, seminggu hanya sekali air mengalir ke sawah. Sekarang, bisa 2-3 kali air mengalir,” ujar Jajang.

Masyarakat juga melestarikan 67 jenis anggrek di Argapura dengan menyimpannya dalam tempat khusus. Tidak hanya itu, jamur kuping dan tiram putih dimanfaatkan jadi produk makanan, seperti keripik hingga nugget. Hasilnya pun dinikmati masyarakat.

Menurut data Balai TNGC, pada 2007, jumlah mata air di wilayah TNGC sebanyak 95 titik. Berkat pemahaman masyarakat yang mulai mengembalikan fungsi hutan, mata air di kawasan tersebut pada 2014 bertambah menjadi 106 titik.

Namun, lanjut Jajang, belum semua masyarakat terlibat dalam pemanfaatan wilayah TNGC. ”Masyarakat masih butuh pelatihan dan pemberdayaan. Sebab, kami kehilangan mata pencarian sejak hutan beralih fungsi,” katanya.

Kepala Balai TNGC Padmo Wiyoso mengatakan, pengelolaan wilayah TNGC untuk wisata oleh masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraan warga setempat. ”Masyarakat desa harus membangun daerahnya, tidak hanya terus-menerus mengandalkan investor,” katanya. (Abdullah Fikri Ashiri)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Harga Tiket dan Jam Buka Pendakian Gunung Lawu via Cemara Kandang

Harga Tiket dan Jam Buka Pendakian Gunung Lawu via Cemara Kandang

Travel Update
Festival Gelar Budaya Hari Nelayan Palabuhanratu Ke-64 di Sukabumi, Ada Atraksi Akrobatik

Festival Gelar Budaya Hari Nelayan Palabuhanratu Ke-64 di Sukabumi, Ada Atraksi Akrobatik

Travel Update
11 Kewajiban Pendaki Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi Demi Keselamatan

11 Kewajiban Pendaki Gunung Lawu via Cemara Kandang, Patuhi Demi Keselamatan

Travel Update
6 Tips Berkunjung ke Kebun Binatang dengan Balita

6 Tips Berkunjung ke Kebun Binatang dengan Balita

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di Taman Satwa Cikembulan, Catat Jadwal Show

Aktivitas Seru di Taman Satwa Cikembulan, Catat Jadwal Show

Jalan Jalan
Gunung Kelimutu Waspada, Wisata ke Danau Kelimutu Dibatasi

Gunung Kelimutu Waspada, Wisata ke Danau Kelimutu Dibatasi

Travel Update
Cara Menuju ke Taman Satwa Cikembulan Garut Jawa Barat

Cara Menuju ke Taman Satwa Cikembulan Garut Jawa Barat

Jalan Jalan
5 Wisata Sejarah Dekat Candi Borobudur, Destinasi Penggemar Sejarah

5 Wisata Sejarah Dekat Candi Borobudur, Destinasi Penggemar Sejarah

Jalan Jalan
Harga Tiket Masuk Terbaru di Taman Satwa Cikembulan

Harga Tiket Masuk Terbaru di Taman Satwa Cikembulan

Jalan Jalan
Taman Satwa Cikembulan, Kebun Binatang Favorit Keluarga di Garut

Taman Satwa Cikembulan, Kebun Binatang Favorit Keluarga di Garut

Jalan Jalan
4 Wisata Dekat Pasar Kreatif Jawa Barat di Bandung, Wisata Edukasi dan Sejarah

4 Wisata Dekat Pasar Kreatif Jawa Barat di Bandung, Wisata Edukasi dan Sejarah

Travel Update
Hujan Misterius Terjadi di Dalam Kabin Pesawat JetBlue A320

Hujan Misterius Terjadi di Dalam Kabin Pesawat JetBlue A320

Travel Update
Desa Lauterbrunnen di Swiss Akan Pungut Biaya Masuk Akibat Lonjakan Wisatawan

Desa Lauterbrunnen di Swiss Akan Pungut Biaya Masuk Akibat Lonjakan Wisatawan

Travel Update
Spot Sunrise Dekat Candi Borobudur, Sekalian Kunjungi

Spot Sunrise Dekat Candi Borobudur, Sekalian Kunjungi

Jalan Jalan
Jumlah Penumpang di Stasiun Malang Saat Libur Waisak Naik 37 Persen

Jumlah Penumpang di Stasiun Malang Saat Libur Waisak Naik 37 Persen

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com