Lokasi itu memang berada di ketinggian, dan meliputi kawasan seluas 48 hektar dari total 762,09 hektar luas Desa Nglanggeran. Dari Yogyakarta lokasi wisata yang sudah banyak didatangi orang ini berjarak sekitar 25 kilometer.
Tak ada angkutan umum yang sampai di Nglanggeran. Pengunjung harus menyewa kendaraan sendiri untuk sampai di sini. Kami pun menyewa kendaraan roda empat yang dikemudikan oleh Ade sekaligus menjadi pemandu kami.
Selesai memarkir kendaraan, kami menuju loket tiket dan membayar biaya masuk sebesar Rp 7.000 per orang dan Rp 5.000 biaya parkir. "Sangat murah," ujar rekan kami dari Manado dengan muka keheranan.
Walau dengan biaya murah seperti itu, pengelolaan wisata di Nglanggeran telah mampu mendatangkan pendapatan sebesar Rp 1,4 miliar pada tahun 2014 dengan jumlah kunjungan wisatawan mencapai 325.000 orang.
Sebuah angka fantasitis, jika mengingkat dulunya kawasan ini sering dieksploitasi warga dengan mengambil batu dan menebang pohonnya. Lewat pendekatan sekelompok anak muda yang tergabung dalam Karang Taruna, desa ini kemudian disulap menjadi desa wisata dengan konsep pengelolaan ekowisata.
Di pintu masuk ke pendakian Gunung Api Purba telah disambut dengan bangunan pendopo khas Yogya, dan beberapa ornamen pelengkap, seperti lampu taman. Toilet yang bersih juga terdapat di beberapa sudut. Papan-papan penunjuk tersebar di mana-mana yang memudahkan pengunjung mendapatkan informasi.
Pendakian pertama kami telah disambut oleh sebuah batu raksasa seukuran rumah yang bertumpuh pada dua batu lainnya. Beberapa pengunjung mencoba mengabadikan diri di situ.
Pendakian berikutnya adalah menaiki tangga-tangga yang terbuat dari batu. Tak jarang di beberapa rute pendakian, pengelola telah menyediakan tali guna membantu pengunjung yang tak kuat mendaki. Walau dipenuhi dengan batu-batuan, tapi berbagai pohon tumbuh sepanjang rute pendakian.
Pengelola sengaja menjaga pepohonan tersebut dan menanamnya untuk mempertahankan kelestarian alam. Dengan demikian, walau menguras tenaga, kesejukan tetap dirasakan.
Kami beberapa kali beristirahat sembari meneguk air mineral yang dibawa. Beberapa tangga yang terbuat dari kayu juga disiapkan untuk pendakian vertikal.
Keluar dari celah cempit itu, sebuah batu raksasa di sisi kiri menjadi pilihan untuk berselfie ria, sementara dinding tebing batu di sebelah kanan seakan menjadi benteng alam yang kokoh.
Ke atas sedikit, lokasi pandang di Pos 1 menyajikan pemandangan yang luar biasa. Kota Yogyakarta terlihat di kejauhan sementara sawah-sawah warga di sekitar Gunung Kidul menyajikan pemandangan hijau yang tak kalah indahnya.
"Jika malam, dari sini terlihat hamparan lampu-lampu Yogyakarta," ujar Ade sembari kami beristirahat di Pos 1.
Jutaan Tahun
Gunung Api Purba Nglanggeran terletak di zona Pengunungan Selatan Jawa Tengah-Jawa Timur atau di sub zona Pengunungan Baturagung dengan ketinggian 700 meter dari permukaan laut. Beberapa lerengnya cukup curam dan terjal, bahkan beberapa membentuk dinding batu.
Gunung ini secara geologi merupakan endapan vulkanik tua berjenis andesit, yang diperkirakan berumur antara 60 hingga 70 juta tahun yang lalu. Batu-batu raksasanya membentang sekitar 800 meter dan setinggi 300 meter.
Selain potensi gunung api purbanya, di kawasan ekowisata Nglanggeran juga dijumpai fauna dan flora langka seperti tanaman tremas dan kera ekor panjang. Di sekitar lokasi itu juga masih berkembang kegiatan seni dan budaya lokal seperti bersih desa.
Keunikan lainnya adalah di puncak Nglarenggang terdapat Dusun Tlogo Mardidho yang hanya boleh dihuni oleh tujuh kepala keluarga. Warga di sana percaya jika kepala keluarga yang tinggal di dusun ini kurang atau lebih, maka akan terjadi hal-hal buruk yang tidak diinginkan.
Hingga saat ini, dusun itu tetap dipertahankan dihuni oleh tujuh kepala keluarga. Jika ada anak-anak mereka membentuk keluarga baru, maka keluarga tersebut harus meninggalkan dusun Tlogo Mardhido.
Tak hanya trekking ke Gunung Api Purba, di kawasan ekowisata Nglanggeran terdapat juga beberapa obyek wisata seperti Embung Nglanggeran dan Air Terjun Kedung Kandang serta aktifitas bercocok tanam warga di sana.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.