Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gurihnya Bisnis Ikan Asap Sidoarjo

Kompas.com - 10/01/2016, 13:19 WIB
ASAP tidak selalu identik dengan bencana. Di pesisir timur laut Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, asap dimanfaatkan untuk mengolah aneka ikan segar menjadi ikan asap siap santap. Penduduk desa pun menikmati gurihnya rezeki dari bisnis pengasapan tersebut.

Sejak dulu, Sidoarjo terkenal dengan bandeng asap. Jangan sekali-sekali mengaku pernah berkunjung di kota delta ini apabila belum mencicipi gurihnya ikan bandeng berwarna coklat tua yang disantap dengan sambal terasi itu.

Kelezatan bandeng asap asal daerah yang menjadi pintu gerbang Provinsi Jatim ini dihasilkan hanya dari ikan segar yang baru ditangkap. Ikan dibudidayakan dengan memperhatikan sirkulasi air yang bagus agar tidak bau tanah.

Tidak hanya itu, untuk menghasilkan ikan asap nan gurih, ikan harus diolah secara tradisional, hanya dengan bahan alam. Perajin ikan asap telah hafal betul syarat itu dan menjaganya demi kesinambungan usaha mereka.

Sentra usaha ikan asap di Sidoarjo tersebar di Kecamatan Sedati dan Tanggulangin. Namun, yang terbesar berada di Desa Penatarsewu, Kecamatan Tanggulangin. Ikan yang diolah pun tidak terbatas bandeng, tetapi hampir semua jenis ikan hasil tangkapan di laut dan budidaya, seperti mujair, lele, dan tuna.

Berbeda dari karakter desa pada umumnya, hampir di setiap rumah warga di Penatarsewu terdapat cerobong pembakaran. Sebagian cerobong itu terbuat dari besi, tetapi sebagian lainnya dibangun dengan susunan bata merah bercampur adukan pasir dan semen.

Asap putih, terkadang hitam, mengepul dari tiap cerobong. Kepulan itu menandakan aktivitas penghuni rumah yang tengah bergeliat di depan tungku pemanggangan. Beradu cepat dengan bara yang memerah, sebelum akhirnya menghitam menjadi arang.

Di dalam sebuah rumah di Dusun Pelataran, Purwati (36) duduk di depan tungku pemanggangan. Tangan kanannya cekatan membalik ratusan ekor mujair di atas panggangan besi di dalam tungku. Sesekali, tangan kirinya menyeka peluh yang bercucuran membasahi wajah.

Setiap hari, ibu dua anak itu mengasapi 1,5 kuintal atau 150 kilogram ikan mujair segar. Satu kg-nya berisi 20 ekor ikan mujair. Bisa dibayangkan bagaimana Purwati bekerja keras memanggang 3.000 ekor ikan setiap hari.

”Mujair asap, ikannya kecil-kecil. Apalagi di musim paceklik seperti ini. Berbeda dengan bandeng, setiap kg-nya berisi 2-6 ekor,” kata Purwati yang mendapatkan keahlian dari orangtuanya.

Sekitar pukul 17.00, Purwati mengangkat ikan asap terakhirnya dan mematikan bara yang memerah. Seusai beres-beres, dia bergegas menata ikan asap karena hendak dijual ke pasar.

Aktivitas pengasapan ikan di Desa Penatarsewu dilakukan selama pukul 09.00 hingga 17.00. Sebelum diasapi, ikan segar yang baru dipanen dari tambak dibersihkan dan dibuang kotorannya di bagian perutnya.

Setelah bersih, ikan ditusuk seperti sate, per tusuk sekitar 10 ekor. Setelah itu ditata berjajar di atas panggangan kawat yang diletakkan di dalam tungku perapian. Di bawah panggangan itu telah disiapkan batok kelapa yang siap dibakar.

Apabila ibu-ibu berjibaku di depan tungku pengasapan, bapak-bapak berjibaku mencari ikan segar. Mereka berburu ke tambak-tambak yang lagi panen atau berebut ikan yang dijual di pasar ikan dan tempat pelelangan ikan.

”Dulu, kebutuhan ikan segar dipasok dari tambak-tambak petani di desa ini dan desa sekitar. Namun, seiring naiknya permintaan ikan asap di pasar, kami harus berburu ikan dari luar daerah, seperti Lamongan dan Gresik,” ucap Matsatar (60), ayahanda Purwati.

Ikan segar seperti mujair dibeli Rp 18.000 per kg. Namun, di musim paceklik, harganya bisa Rp 23.000 per kg. Setelah dibersihkan dan diasapi, berat ikan menyusut jadi 0,75 kg. Setelah diasap, ikan dijual Rp 48.000-Rp 50.000 per kg. Perajin ikan asap untung 50 persen.

Mereka butuh biaya operasional, seperti bahan bakar berupa batok kelapa dan membangun tungku raksasa. Biaya pembuatannya, dari susunan bata merah, sekitar Rp 5 juta.

Adapun harga batok kelapa sekitar Rp 25.000 per zak isi 50 kg. Pembakaran batok kelapa menghasilkan arang yang laku juga dijual Rp 50.000 per zak.

Usaha pengasapan ikan ini tidak berdiri sendiri, tetapi ditopang usaha lain, yakni budidaya ikan di tambak atau usaha penangkapan ikan laut. Selain itu, usaha penjualan batok kelapa dan usaha penjualan ikan asap siap saji.

Kepala Desa Penatarsewu Choliq mengatakan, usaha pengasapan ikan sudah ada sejak puluhan tahun silam. Namun, belakangan ini, usaha itu berkembang menjadi tulang punggung ekonomi warganya.

Hampir 80 persen dari 870 kepala keluarga menggeluti usaha ini. Bahkan, dalam satu keluarga, suami dan istri kerap berbagi peran, yakni sebagai pemburu ikan segar dan penjual ikan asap.

Sebelumnya, warga setempat bertani dan jadi buruh tani, baik sawah maupun tambak. Kini, mereka kewalahan memenuhi permintaan pasar yang tinggi.

Tak kurang dari 11 ton ikan asap dihasilkan setiap hari. Artinya, sekitar 15 ton ikan segar dipasok ke Penatarsewu setiap hari dengan perputaran uang di desa ini mencapai Rp 550 juta hingga Rp 1 miliar per hari.

Kebutuhan ikan segar itu tak lagi mampu dicukupi petambak lokal. Sebaliknya, hasil ikan asap terjual di berbagai pasar tradisional, seperti Pasar Porong, Pasar Tanggulangin, Pasar Larangan, dan Pasar Tulangan.

Ikan asap juga laris manis di pasar modern dan pusat penjualan oleh-oleh khas Sidoarjo. Di Bandara Juanda, Surabaya, misalnya, pengunjung dengan mudah menjumpai gerai yang menjual ikan asap.

Bantuan

Choliq mengatakan, sejak menjabat Kepala Desa Penatarsewu 2010, dia mengembangkan usaha rakyat pengasapan ikan. Salah satunya menggandeng perusahaan untuk menyalurkan dana corporate social responsibility kepada pelaku usaha kecil.

Bentuknya berupa bantuan boks penyimpan ikan sehingga kesegarannya terjaga. Saat ini, tak kurang dari 40 boks penyimpan ikan segar telah dibagikan kepada warga.

Perhatian kepada usaha pengasapan ikan juga diberikan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo dengan mengucurkan dana pinjaman modal kerja tanpa agunan. Setiap pelaku UMKM berhak meminjam Rp 10 juta. Namun, apabila ingin nilai pinjaman lebih besar, mereka harus menyertakan agunan dengan nilai sepertiga dari nilai pinjaman.

Agar warganya memiliki barang berharga yang bisa diagunkan ke bank atau lembaga keuangan lain, Choliq proaktif mendatangi Badan Pertanahan Nasional dan menggandengnya untuk mengadakan program sertifikasi gratis.

Semoga cerita dari Penatarsewu ini mampu menginspirasi masyarakat lain agar tak putus menciptakan peluang usaha dan lihai membidik potensi pasar yang berkembang sangat dinamis. (RUNIK SRI ASTUTI)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com