KOMPAS.com – Dini hari, Minggu (7/2/2016), sekitar 500 orang memakai kostum lari berkumpul di kawasan Pantai Depok, Yogyakarta. Langit gelap dengan pantulan cahaya hanya dari sepotong bulan, tetapi ratusan orang itu terlihat bersemangat. Mereka adalah peserta Coast To Coast Night Trail Ultra 2016.
Lampu portabel tersemat di kepala mereka masing-masing. Maklum, kategori pertama kompetisi lari ini—Coast to Coast Ultra 50K—dimulai pada tengah malam, tepat pada detik pergantian hari. Dua kategori lain—Coast to Coast 25K Start dan Coast to Coast 13K—berturut-turut dimulai pada pukul 04.00 WIB dan 05.00 WIB.
Satu persamaan, semua kategori itu tidak melintasi bidang datar tetapi berlari melewati area pantai, perbukitan, dan bahkan gua di wilayah pantai selatan Yogyakarta. Benar-benar petualangan.
"Jalurnya bikin takjub dan komplet. Naik, turun, mendatar, sampai mlipir-mlipir," ucap Evan Hartanto, salah satu pelari di Coast To Coast Night Trail Ultra 2016, saat bercerita kepada Kompas.com, Selasa (15/3/2016).
Stamina, tutur Evan, adalah modal utama untuk menyelesaikan rute lari tersebut. Dia mengatakan, bukan hal mudah mencapai garis finish kompetisi ini.
Untuk kategori terpanjang, misalnya, dimulai dari Pantai Depok, berlanjut menanjak di sekitar tebing-tebing Pantai Parangtritis, untuk tiba di Dusun Jelumblang.
Menjelang pagi, para pelari tiba di tepian Pantai Parangkusumo. Bukit pasir itu menjadi destinasi terakhir para pelari sebelum tiba di akhir perjalanan.
"Tapi penyiksaan belum selesai," kata Dzaki Wardana, anggota tim penyelenggara ajang lari itu, kepada Kompas.com, Minggu (13/3/2015).
Di bukit berpasir itu rute pamungkas yang harus dilalui adalah lintasan sepanjang tiga kilometer memintas gumuk. Menurut Dzaki, lintasan ini sama susahnya dilewati, bahkan beberapa pelari "tumbang".
Tak hanya itu. Vini juga mengaku mendapat tambahan teman sebagai bonus dari kompetisi ini. Berbagi keringat dan rute yang menyita energi selama berjam-jam, juga diakui Evan telah membangun pertemanan spontan.
"Ada pertemuan dan menjadi persahabatan dengan teman-teman runner perorangan dan komunitas lari,” ujar dia.
Dzaki bahkan menyatakan, jutru pertemanan semacam inilah yang menjadi tujuan akhir penyelenggara.
"Mempersatukan teman-teman komunitas lari," sebut dia.
Terlebih lagi, sesudah kompetisi pun para pelari punya kesempatan untuk saling berbincang dan bertukar pengalaman seru selama melintasi lintasan lari.
Jejak kenangan
Dari semua cerita dan penuturan di atas, foto menjadi tambahan bukti keseruan kompetisi dan pertemanan yang terwujud. Selfie, jadi cara paling marak untuk merekam ekspresi diri para peserta lari ini.
"Banyak dari mereka yang selfie juga bersama medali yang didapatkan. Ada pula yang (memotret) kakinya saja, atau cuma medali dan kausnya, selain (selfie) utuh satu badan sambil menunjukkan kaus dan medalinya," ujar Dzaki.
Langit yang belum sepenuhnya terang tak jadi hambatan. Memakai ponsel berkamera depan pun sudah cukup untuk menghasilkan selfie tak buram. Terlebih lagi sekarang ada ponsel dengan bukaan lensa f/2.0 untuk kamera depannya, memastikan sesedikit apa pun pendar cahaya bisa optimal tertangkap sensor kamera.
Kalau masih kurang, fitur seperti screen flash dan Beautify 3.0 akan membantu menghasilkan selfie yang bisa menjadi jejak kenangan, sekalipun diambil di tempat minim cahaya. Fitur filter menambah pula pilihan efek untuk setiap jepretan selfie.
Jadi, buliran peluh dan pengambilan gambar pada waktu malam tak perlu lagi menjadi batasan untuk selfie. Kalaupun Anda belum berkesempatan mengikuti ajang seperti Coast To Coast Night Trail Ultra 2016, pengalaman dan keseruannya tetap patut menjadi inspirasi, termasuk urusan eksis selfie ini.
Tak percaya? Coba saja!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.