Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kota Lama, Jalan Terjal Menuju Pusaka Dunia

Kompas.com - 21/07/2016, 19:24 WIB

KOTA Lama, distrik bersejarah di Kota Semarang, Jawa Tengah, didaftarkan menjadi Situs Warisan Pusaka Dunia Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO). Satu jenjang menjelang status destinasi wisata global.

Suatu siang di sudut Jalan Kepodang, Kota Lama, sepasang muda-mudi bergaya mesra di antara kilatan lampu blitz kala menjalani foto pranikah di depan satu bangunan mangkrak. Terpaut belasan meter, kerumunan laki-laki berjongkok membentuk lingkaran, mengitari dua ayam jago yang tengah beradu. Mereka terbahak, kadang memekak.

Ngatiman (61), satu di antara penyabung ayam itu, mengatakan, usia arena adu ayam sudah lebih dari 50 tahun. ”Mulai sekitar 1965-an. Lokasinya berpindah-pindah, tetapi masih di Kota Lama,” ujarnya, Rabu (25/5/2016).

Awalnya tempat itu adalah pasar ayam, lalu lama-lama berubah menjadi tempat adu ayam. Tentu hal ini, diakui Ngatiman, tidak lepas dari perjudian.

Bukan hanya sabung ayam, bagian selatan areal seluas 31 hektar (ha) itu juga dipenuhi bangunan liar untuk berdagang dan bermukim. Bahkan, kala malam menjadi lokasi mangkal pekerja seks komersial dan warung minuman keras.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA Pasangan turis dari Belanda memanfaatkan waktu singgah kapal pesiar yang membawa mereka dengan berjalan-jalan di Kawasan Kota Lama, Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (6/1/2012).
Puluhan tahun, lorong-lorong Kota Lama kumuh. Walau dua tahun terakhir mulai banyak kafe dan ruang publik di ruas utama (Jalan Letjen Suprapto) untuk kegiatan positif, sebagian besar kawasan masih gelap dan suram.

Ini tentu jadi hambatan pariwisata. ”Banyak wisatawan takut. Tidak nyaman berkeliling, terutama di kawasan kumuh. Kadang masih ada juga yang berlaku tidak sopan terhadap turis,” tutur Danny Toledo (35), agen wisata yang sering membawa rombongan pelancong domestik dan asing ke Semarang.

Dirundung masalah

Jika Kota Lama menjadi Situs Warisan Pusaka UNESCO, sebagaimana target Pemkot Semarang, memang menguntungkan, terutama promosi gratis berskala internasional. Bisa dilihat potret serupa seperti Vigan di Filipina dan Penang di Malaysia yang dijejali jutaan turis asing setiap tahun. Namun, siapkah Semarang?

Wakil Wali Kota Semarang Hevearita G Rahayu yang akrab disapa Ita mengakui, kondisi fisik dan nonfisik Kota Lama masih jauh dari ideal. Persoalan sosial menjadi salah satu kendala besar.

Untuk menangani pedagang liar, Pemkot akan merelokasi mereka ke satu bangunan yang pemiliknya telah sepakat untuk bekerja sama dengan pemerintah. Arena sabung ayam dan pemukim liar segera ditertibkan. Terminal angkutan kota yang menempati areal di sekitar Jalan Kepodang juga diharapkan dipindah.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA Petugas jaga memeriksa seputar kawasan Gedung Lawang Sewu yang telah berhasil menjadi contoh konservasi bangunan cagar budaya di Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (20/4/2016). Gedung-gedung tua berarsitektur indah dengan cerita sejarah masa lalu menjadi potensi wisata yang belum tergarap, seperti di Kota Lama.
”Mulai tahun ini kami serius membenahi Kota Lama jadi ikon Kota Semarang,” ujar Ita yang juga Ketua Badan Pengelola Kawasan Kota Lama.

Infrastruktur juga jadi perhatian. Tahun ini, Pemkot Semarang menganggarkan Rp 69 miliar untuk perbaikan infrastruktur Kota Lama, antara lain perbaikan drainase. Selama ini, setiap hujan deras dan limpasan air laut melanda, Kota Lama sulit lepas dari genangan. Di beberapa titik, ketinggiannya mencapai 30 sentimeter. Air menggenang karena tumpukan sampah menyumbat gorong-gorong.

Agar fokus, dibentuk enam kelompok kerja di lingkungan dinas terkait untuk menyelesaikan setiap hambatan. Targetnya, akhir tahun persoalan sosial yang merundung kawasan itu teratasi.

Kepala Bidang Perencanaan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah Kota Semarang M Farchan mengatakan, perbaikan infrastruktur juga meliputi pemasangan paving block dan pembuatan interior jalan (street furniture) seperti lampu hias dan kursi.

Dua jalan, yakni Jalan Merak (Noorderwalstaat) dan Jalan Mpu Tantular (Westerwalstraat dan Parkhuisstraat), juga diperbaiki dan akan diteruskan ke jalan lain.

Ironisnya, sejak 2003, Pemkot sebenarnya telah memiliki Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan Kota Lama. Namun, pelaksanaannya tumpul. Misalnya, ada larangan truk berbobot lebih dari 3 ton melintas. Nyatanya, siang-malam truk berat lalu-lalang di sana.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA Banyaknya penyelenggaraan acara festival seni, budaya, dan kuliner mulai menghidupkan kawasan Kota Lama di Kota Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (19/9/2015). Upaya meramaikan kawasan Kota Lama yang telah dilakukan banyak komunitas ini mulai banyak menarik investor.
Sangat disayangkan karena dari sisi akomodasi, kawasan ini mulai berbenah menjadi tujuan wisata. Ini bisa dilihat dari tumbuhnya hotel-hotel berbintang di dekat Kota Lama. Dari segi transportasi, penerbangan menuju Semarang bisa dijangkau dari sejumlah kota besar, bahkan dari Kuala Lumpur, Malaysia dan Singapura.

Warisan sejarah

Berdasarkan data Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Semarang, jumlah kunjungan wisatawan ke ibu kota Jateng ini setiap tahun meningkat tipis. Pada 2014, jumlah wisatawan sekitar 4,2 juta orang. Pada 2015 menjadi 4,4 juta orang. Sayangnya, dari jumlah 4,4 juta orang itu, wisatawan asing hanya 52.000 orang.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Semarang Masdiana Safitri berharap, revitalisasi Kota Lama akan mendongkrak kunjungan wisman. ”Kota Lama bisa jadi pusat wisata sejarah di Jateng. Sejarah perdagangan dunia bisa dipelajari dari sini. Kami akan lebih sering mengadakan acara di Kota Lama,” ujarnya.

Ditilik dari kerangka sejarah, kawasan berjuluk ”Little Netherland”—karena dibangun menyerupai kota-kota modern di Belanda—ini memuat nilai historis begitu besar.

Dalam buku Island of Java, John Joseph Stockdale pada 1811 mencatat, sejak benteng yang melindungi daerah itu dihancurkan pada 1791, kawasan di muara Kali Semarang itu telah menjadi pusat kantor dagang.

Kota yang dibangun pada abad ke-17 ini kian megah didukung perdagangan hasil bumi seperti, karet, kopra, gula, dan aneka rempah. Arsitekturnya cermin kota modern Eropa yang dipengaruhi banyak latar budaya, seperti Belanda, Jerman, Yunani, dan Spanyol.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA Kawasan Kota Lama masih meninggalkan jejak keindahan bangunan masa lalu di Kota Semarang, Jawa Tengah, Jumat (6/6/2014). Kemegahan Kota Lama yang dulu metropolis meredup seiring hancurnya bangunan-bangunan karena tak terawat setelah ditinggalkan pemiliknya.
Pemerhati cagar budaya Tjahjono Rahardjo menilai pentingnya pembuatan urban planning atau tata rencana kota. Dokumen ini harus jadi acuan detail revitalisasi di bidang fisik dan nonfisik. ”Bagaimana pedestrian, akses ke ruang publik, lalu lintasnya, hingga pemanfaatan bangunan,” ujarnya.

Kota Lama, lanjut Tjahjono, mesti diarahkan menjadi warisan sejarah yang hidup (living heritage). Bangunan tak dimaknai semata artefak, tetapi juga sejarah dinamis dengan kehidupan di dalamnya yang melintasi peradaban.

Untuk itu, upaya memfungsikan kembali bangunan bersejarah menjadi target utama. ”Tumbuhkan kafe, restoran, atau toko, daripada ditinggal dan ambruk. Yang penting tidak mengubah bangunan cagar budaya,” katanya.

Yang terpenting, pemerintah tak semestinya menjadikan pengakuan UNESCO sebagai tujuan. (Gregorius Magnus Finesso)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Penerbangan di Bandara Incheon Korea Terganggu akibat Balon Isi Tinja

Penerbangan di Bandara Incheon Korea Terganggu akibat Balon Isi Tinja

Travel Update
Pameran Wonderlab di Grand Indonesia, Instalasi Teknologi Masa Depan

Pameran Wonderlab di Grand Indonesia, Instalasi Teknologi Masa Depan

Travel Update
TMII Gelar Festival Musim Panas Jepang untuk Sambut Libur Sekolah

TMII Gelar Festival Musim Panas Jepang untuk Sambut Libur Sekolah

Travel Update
Cara ke Pameran Biang Kerok Benyamin Sueb di Jakarta, Bisa Naik KRL

Cara ke Pameran Biang Kerok Benyamin Sueb di Jakarta, Bisa Naik KRL

Travel Tips
Gunung Bromo Buka Lagi Usai Kebakaran, Simak Aturan Berkunjung

Gunung Bromo Buka Lagi Usai Kebakaran, Simak Aturan Berkunjung

Travel Update
Gunung Kerinci Jadi Lokasi Pembuatan Dokumenter soal Risiko Pendakian

Gunung Kerinci Jadi Lokasi Pembuatan Dokumenter soal Risiko Pendakian

Travel Update
10 Tempat Liburan di Purwakarta, dari Alam hingga Sejarah

10 Tempat Liburan di Purwakarta, dari Alam hingga Sejarah

Jalan Jalan
Liburan ke Jakarta Aquarium & Safari, Ada Bajak Laut dan Kapibara

Liburan ke Jakarta Aquarium & Safari, Ada Bajak Laut dan Kapibara

Travel Update
5 Tempat Liburan Keluarga di Bandung, Ada yang Cocok untuk Piknik

5 Tempat Liburan Keluarga di Bandung, Ada yang Cocok untuk Piknik

Jalan Jalan
Promo Libur Sekolah di Rivera Outbound & Edutainment Bogor, mulai Rp 65.000

Promo Libur Sekolah di Rivera Outbound & Edutainment Bogor, mulai Rp 65.000

Travel Update
231 Penerbangan di Bandara AP II Layani Kepulangan Jemaah Haji

231 Penerbangan di Bandara AP II Layani Kepulangan Jemaah Haji

Travel Update
Ada Usulan Kenaikan Tarif Pungutan Turis Asing di Bali, Sandiaga: Harus Dilihat Dulu

Ada Usulan Kenaikan Tarif Pungutan Turis Asing di Bali, Sandiaga: Harus Dilihat Dulu

Travel Update
Harga Tiket dan Jam Buka Terkini Sungai Maron Pacitan

Harga Tiket dan Jam Buka Terkini Sungai Maron Pacitan

Travel Update
Taman Aglaonema Terbesar Indonesia di Sleman, Ini Jam Buka dan Harga Tiket Masuknya

Taman Aglaonema Terbesar Indonesia di Sleman, Ini Jam Buka dan Harga Tiket Masuknya

Travel Update
Visa Kunjungan Jangka Pendek di Kepulauan Riau Akan Diumumkan Segera

Visa Kunjungan Jangka Pendek di Kepulauan Riau Akan Diumumkan Segera

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com