Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pariwisata, Panasea Kemiskinan Orang Pulau

Kompas.com - 02/08/2016, 14:02 WIB

PARIWISATA mengubah wajah pulau-pulau di Kepulauan Seribu. Rumah-rumah semipermanen berganti bangunan kokoh berlantai keramik. Perubahan itu seolah jadi indikator kasatmata membaiknya perekonomian masyarakat. Di tengah minimnya kehadiran negara, pariwisata seperti menjadi panasea, obat mujarab, persoalan sosial dan ekonomi orang-orang pulau.

Kepulauan Seribu memang cantik. Alam bawah lautnya kaya. Lokasinya pun dekat dari daratan Jakarta, hanya 1-2 jam perjalanan menggunakan kapal motor cepat. Ada banyak lokasi penyelaman atau snorkeling untuk melihat-lihat karang aneka warna dan ikan-ikan kecil di pulau itu.

Beberapa turis asal Milan, Italia, yang ber-snorkeling di Pulau Putri, salah satu pulau resor di sisi utara Kepulauan Seribu, pertengahan Juni lalu, membandingkan keindahan terumbu karang di gugusan pulau itu dengan Maladewa dan Karibia, dua tempat yang pernah mereka jelajahi. Kepulauan Seribu tak kalah.

Wisata di Kepulauan Seribu bisa dibagi menjadi tiga kluster. Pertama, wisata pantai dan alam bawah laut yang bisa ditemui di hampir semua pulau. Kedua, cagar budaya di Pulau Onrust, Cipir, Kelor, dan Bidadari. Ketiga, cagar alam seperti di Pulau Bokor. Di Pulau Kelapa Dua dan Harapan, pengunjung yang ingin menikmati wisata edukasi juga bisa menjelajahi hutan bakau atau melihat tukik, anak penyu.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO Pengunjung bersnorkeling di kawasan pantai Pulau Putri, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Sabtu (11/6/2016).
Kepulauan Seribu merupakan bagian dari DKI Jakarta. Namun, bertahun-tahun, penduduk kepulauan ini tereksklusi dari daratan Jakarta, baik dari aspek identitas maupun pembangunan. Persentase jumlah penduduk miskin bisa jadi salah satu indikator.

Tahun 2013, penduduk miskin di Kepulauan Seribu mencapai 11,01 persen atau hampir 3 kali lipat dibandingkan rata-rata di Provinsi DKI Jakarta yang 3,72 persen.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO Pemandangan bawah laut di perairan Pantai Putri, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Sabtu (11/6/2016).
Kendati begitu, observasi di beberapa pulau, seperti Tidung, Kelapa, dan Harapan, menunjukkan perbaikan perekonomian masyarakat. Rumah-rumah permanen dan homestay bagus menggantikan rumah-rumah warga yang dahulu berdinding papan atau anyaman bambu.

Di Pulau Tidung, tak sulit mencari homestay yang menyediakan fasilitas air panas atau penyejuk ruangan. Di beberapa homestay, tak hanya lantai yang berkeramik, tembok dan alas tempat tidur pun dilapis keramik.

Perubahan itu terutama terlihat di pulau-pulau berpenduduk yang dikunjungi banyak wisatawan. Dari 110 pulau di kawasan itu, 11 pulau merupakan pulau penduduk, 60 pulau dikuasai perseorangan atau resor, dan 39 pulau milik pemerintah.

Berubah

Dari sisi historis, relasi Kepulauan Seribu dan daratan Jakarta mengalami pasang surut. Di masa pendudukan Belanda, Kepulauan Seribu menempati posisi penting sebagai benteng pertahanan kota Batavia. Di masa Orde Baru, pulau-pulau di Kepulauan Seribu dikuasai penguasa dan pengusaha, dijadikan lokasi tetirah (beristirahat).

Pada tahun 1970-an, sisi utara Kepulauan Seribu mulai jadi daerah wisata. Sementara penduduk yang mayoritas bermukim di sisi selatan Kepulauan Seribu masih jadi penonton wisata yang mereka sebut ”dollar” dan ”bule”, mengacu pada segmentasi wisata yang mahal, eksklusif, dan menarget wisatawan asing.

Baru pada akhir tahun 2000-an, wisatawan lokal mulai mendatangi pulau-pulau di sisi selatan. Seperti efek bola salju, jumlah wisatawan kian membesar. Pulau yang dikunjungi wisatawan pun bertambah.

Pemerintah lantas mulai hadir membangun infrastruktur penunjang, seperti penerangan, telekomunikasi, jalan lingkungan, kebersihan, air bersih, dan transportasi antarpulau.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO Wisatawan mengunjungi wahana terowongan akuarium bawah laut di Pulau Putri, Kabupaten Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Sabtu (11/6/2016). Sektor pariwisata di Kepulauan Seribu terus berkembang dan menghadirkan mata pencarian bagi warga kepulauan tersebut.
Mencium peluang, warga pun mengambil inisiatif mendulang rezeki dari bisnis wisata. Abdullah (37), warga Pulau Harapan, salah satunya. Pada tahun 2012, ia menggunakan rumahnya untuk usaha homestay. Kini ia mempunyai empat homestay yang menghasilkan sekitar Rp 3 juta per pekan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com