Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Pulang dari Darwin Tanpa Lihat Buaya

Kompas.com - 04/08/2016, 07:10 WIB
Caroline Damanik

Penulis

Giovanna mengatakan, pantang untuk menempatkan buaya jantan dalam satu tempat karena mereka akan saling memangsa. Oleh karena itu, Harold berada di satu kandang sendiri, di seberang kandang buaya jantan lainnya, Bruce.

Keduanya sering menjadi tontonan para turis yang mengambil paket wisata edukasi di Crocodylus Park and Zoo, terutama saat mereka tengah diberi makan. Daging diikat di semacam alat pancing yang dipegang oleh pemandu lalu diturunkan mendekati permukaan air tempat Harold berada.

Mencium bau daging segar, Harold lalu muncul ke permukaan. Si pemandu menaikkan pancingnya, Harold pun mulai mengikutinya. Pada saat itu, Harold akan melompat untuk menjangkau daging tersebut. Aksi Harold dan teman-temannya di breeding pens ini biasa disebut crocodile jump.

Setelah melihat Harold dan Bruce makan siang, pengunjung ditawarkan untuk semakin dekat dengan buaya air asin.

KOMPAS.com/Caroline Damanik Emilio Moreen (kiri) dan Kenny Peckham, dua remaja keturunan suku Aborigin, penduduk asli Australia, saat menjadi pegawai magang di Crocodylus Park and Zoo di Darwin, Northern Territory, Australia.
Kenny tiba-tiba datang membawa seekor bayi buaya air asin di tangannya. Panjangnya hanya sekitar 30-40 sentimeter. Kenny mengatakan, si bayi buaya sudah berusia satu tahun.

Saat itu, mulut bayi buaya diikat dan matanya terbuka lebar.

“Meskipun masih bayi, giginya sudah sangat tajam. Sudah diikat pun kita harus tetap hati-hati,” tambah Kenny sambil mengajarkan cara memegang bayi buaya yang benar.

Menurut Giovanna, para turis yang mengambil paket wisata bisa merasakan pengalaman ini lalu berfoto bersama. Lalu selain melihat buaya, pengunjung juga bisa melihat sejumlah hewan lain, seperti babon, singa putih, emu, burung unta, harimau, kura-kura, kuda, kanguru, kakatua, hingga banteng.

Dari telur jadi tas

Giovanna mengatakan, karena berburu buaya dilarang, pihaknya turun mengambil langkah membantu pengendalian populasi buaya dengan mengambil telur buaya dari alam liar dan tidak mengawinkan buaya. Strategi ini mendapat izin dari pemerintah.

"Kami menggunakan strategi untuk mengendalikan populasi buaya. Orang lain bisa mendapatkan manfaatnya dan kami tetap bisa mengendalikan populasi buaya," tuturnya.

Di Northern Territory, lanjut Giovanna, Crocodylus Park and Zoo mengambil telur buaya dari alam satu kali setahun, yaitu dalam rentang waktu Desember hingga Februari. Telur-telur itu lalu dibawa ke penangkaran dan dirawat hingga menetas.

"Anak buaya itu tumbuh sangat cepat," ucapnya.

"Karena begitu banyak anak buaya di sini, kami juga memproduksi kulit buaya. Jadi taman buaya ini tidak hanya menampilkan atraksi buaya, tetapi berbisnis peternakan dan kulit buaya," lanjut Giovanna.

Anak-anak buaya yang dikembangbiakkan lalu akan dipanen kulit hingga dagingnya. Kulitnya akan diolah menjadi berbagai produk fesyen, mulai dari ikat pinggang, dompet hingga tas.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com