”Saya jatuh cinta sejak pertama kali melihat Danau Toba pada 1996,” kata Yustinus (48), warga Jakarta, di Balige, akhir Juni 2016, seperti dikutip harian Kompas, Selasa (2/8/2016).
Setiap kali datang ke Toba, sarjana geografi itu mengaku selalu kagum karena keindahan yang didapatkannya di Toba selalu berbeda.
Diperkirakan, empat letusan Toba terjadi pada 1,2 juta tahun lalu hingga 74.000 tahun lalu. Letusan-letusan dahsyat itu menghasilkan kaldera Haranggaol, Parapat, Porsea, Silalahi, dan Sibandang.
Letusan terakhir disebut yang terdahsyat. Sebanyak 2.800 kilometer kubik piroklastik silika terlontar dari perut bumi, terbang hingga menutupi Asia Selatan, Arab, India, dan Laut Tiongkok Selatan.
Letusan itu tercatat 35 kali lebih dahsyat dibandingkan Tambora, 150 kali lebih hebat daripada Krakatau, dan 50.000 kali kekuatan bom Hiroshima hingga menabalkan nama Super Volcano Toba.
Akibat letusan itu, bumi gelap selama enam tahun, suhu udara turun hingga 5 derajat celsius. Migrasi manusia terhenti dan nyaris melenyapkan peradaban manusia seperti diceritakan Ahmad Arif, dkk dalam Ekspedisi Cincin Api Kompas, Toba Mengubah Dunia.
Berasa tengah berziarah?
Destinasi wisata kelas dunia
Danau Toba tak cuma hamparan luas air yang diam membosankan. Ada beragam cerita dan budaya lokal yang masih kental terasa, ada banyak keindahan lain yang melingkupi danau ini.
Kemunculan Pulau Samosir, misalnya, juga punya cerita tersendiri. Riset mendapati, aktivitas tektonik daratan Sumatera telah membuat danau berbentuk tak beraturan.
Gerakan magma dari sisa letusan terakhir dan gerakan lempeng Indo Australia yang memengaruhi sesar Sumatera mendorong naiknya perut bumi dari dalam danau 33.000 tahun lalu.
Proses alam itu menciptakan panorama luar biasa indah yang dikagumi Yustinus. Panorama danau di Parapat menyuguhkan danau yang luas. Di Desa Sigaol Simbolon, Samosir, Danau Toba lebih mirip sungai lebar karena jarak Pulau Samosir dan Sumatera yang pendek.
Jernihnya air terjun Sipiso-piso di Karo berbeda dengan air terjun di Desa Bonan Dolok, Pangururan, yang airnya mirip air teh. Pesona terasering dengan batu besar terserak di Desa Sabulan, Samosir, berbeda dengan hamparan padi di Balige, Toba Samosir.
Pemandangan menawan juga terhampar ketika menyusuri danau dengan kapal. Susunan bukit tufa yang terbentuk akibat letusan gunung berapi dari Balige hingga Pulau Sibandang di Tapanuli Utara atau dari Pangururan menuju Silalahi, bisa dinikmati di sini.
Tebaran pesona itu sempat mencatatkan kunjungan wisatawan asing hingga 249.656 orang per tahun. Namun, itu cerita 20 tahun lalu. Waktu itu 1996, Indonesia belum mengalami krisis ekonomi, belum masuk pula era reformasi, dan kabut asap belum menutupi Sumatera.
Kini, Danau Toba masih terseok-seok menanti wisatawan, terutama dari luar negeri. Merujuk catatan Badan Pusat Statistik pada 2015, wisatawan nusantara datang jumlahnya mencapai 1.268.445. Sedangkan wisatawan asingnya hanya berjumlah 61.337.