Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ini Perbedaan Jalur Pendakian Gunung Kinabalu Pasca-gempa 2015

Kompas.com - 30/11/2016, 14:05 WIB
Wahyu Adityo Prodjo

Penulis

KINABALU, KOMPAS.com — Tahun lalu, tepat hari Jumat (5/6/2015), gempa bumi berkekuatan 6,0 skala Richter mengguncang Gunung Kinabalu, Sabah, Malaysia. Gempa bumi tersebut menewaskan beberapa pendaki Gunung Kinabalu.

Tak hanya itu, gempa bumi juga menghancurkan jalur pendakiannya. Kini, pendaki Gunung Kinabalu harus melewati jalur pendakian yang berbeda.

Direktur yang juga pemandu wisata di travel agent Basecamp Adventure, Alfira Naftaly, mengatakan, jalur pendakian Gunung Kinabalu kini telah berubah. Saat ini, menurutnya, jalur pendakian Gunung Kinabalu cenderung lebih mudah dibandingkan jalur lama.

BACA JUGA: Kisah Mistis di Balik Gunung Kinabalu Malaysia

“Sekarang lebih mudah sebelum gempa dibanding sesudah gempa. Jalur yang pertama itu kita masih harus memanjat dengan tali yang hampir 80 derajat saat ingin ke puncak Kinabalu. Itu makan energi. Kemudian, jalur yang lama, tangganya tidak sebesar sekarang,” kata Alfira kepada KompasTravel, Senin (28/11/2016).

KOMPAS.com / WAHYU ADITYO PRODJO Pendaki menuju Sayat-Sayat Check Point setelah mencapai puncak Gunung Kinabalu, Sabah, Malaysia, Selasa (22/11/2016). Kini, pasca gempa Gunung Kinabalu pada Juli 2015, pendaki tak perlu berjalan di pinggir tebing gunung untuk menuju Sayat-Sayat Check Point.

Ia menceritakan, sebelum gempa tahun lalu, di jalur menuju puncak Kinabalu, pendaki diharuskan berjalan menyusuri dinding tebing gunung (traverse) sejauh 20-30 meter. Namun, saat ini pendaki dialihkan melalui jalur lain.

“Dulu itu pendaki itu harus traverse lalu naik ke Sayat-Sayat Check Point. Dulu sebelum gempa itu jalurnya masuk ke daerah Ranau, sekarang jalurnya masuk ke Kota Belud,” tambahnya.

BACA JUGA: Keren, Bisa Internetan di Puncak Gunung Kinabalu

Saat ini, lanjut Alfira, pendaki cukup berjalan di tangga menuju Sayat-Sayat Check Point. Jalur baru ini sengaja dibuat oleh pengelola untuk menghindari jalur lama yang rusak.

KompasTravel sempat mencoba jalur pendakian baru Gunung Kinabalu pasca-gempa tahun lalu. Jalur pendakian setelah titik Laban Rata di ketinggian 3.272 meter di atas permukaan laut cenderung didominasi tangga hingga Sayat-Sayat Check Point di ketinggian 3.680 mdpl.

KOMPAS.com / WAHYU ADITYO PRODJO Jalur pendakian setelah Pos Pondok Kandis yang longsor akibat gempa Gunung Kinabalu Juli 2015 lalu dilihat pada Senin (21/11/2016). Dulu jalur di foto tersebut lebih lebar pada saat sebelum gempa.
Alfira mengatakan, jalur pendakian Gunung Kinabalu sebelum gempa lebih terlindung dari terpaan angin. Berbeda dengan saat ini, jalur pendakian yang baru lebih berisiko terpapar embusan angin.

Di titik setelah Pos Pondok Kandis, jalur pendakian Gunung Kinabalu juga berubah. Alfira mengatakan, sebelum gempa, jalur yang dilewati begitu lebar.

BACA JUGA: Mau Mendaki Gunung Kinabalu? Ini Tipsnya...

“Itu gempa dulu kena longsoran batu. Sebelum gempa tak ada jurang,” ujar perempuan yang telah empat kali mendaki Gunung Kinabalu itu.

Pasca-gempa, pengelola Gunung Kinabalu masih menutup jalur pendakian Mesilau. Sebelum gempa, Gunung Kinabalu memiliki dua jalur pendakian, yakni jalur Timpohon dan Mesilau. Pendaki diharuskan melewati jalur Timpohon.

"Jalur Mesilau rusak tertimpa batu. Sekarang seperti kawah pasca-gempa," ujar Alfira.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Ketua PHRI Sebut Perkembangan MICE di IKN Masih Butuh Waktu Lama

Travel Update
Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Astindo Nilai Pariwisata di Daerah Masih Terkendala Bahasa Asing

Travel Update
Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Kereta Api Lodaya Gunakan Kereta Eksekutif dan Ekonomi Stainless Steel New Generation Mulai 1 Mei 2024

Travel Update
Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Deal With Ascott 2024 Digelar Hari Ini, Ada Lebih dari 60 Properti Hotel

Travel Update
4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

4 Tempat Wisata Indoor di Kota Malang, Alternatif Berlibur Saat Hujan

Jalan Jalan
3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

3 Penginapan di Rumpin Bogor, Dekat Wisata Favorit Keluarga

Hotel Story
Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Pendakian Rinjani 3 Hari 2 Malam via Sembalun – Torean, Perjuangan Menggapai Atap NTB

Jalan Jalan
Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Rekomendasi 5 Waterpark di Tangerang, Harga mulai Rp 20.000

Jalan Jalan
Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Tips Pilih Kursi dan Cara Hindari Mual di Pesawat

Travel Tips
4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

4 Playground di Tangerang, Bisa Pilih Indoor atau Outdoor

Jalan Jalan
Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Tradisi Syawalan di Klaten, Silaturahmi Sekaligus Melestarikan Budaya dan Tradisi

Jalan Jalan
Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Aktivitas Seru di World of Wonders Tangerang, Bisa Nonton 4D

Jalan Jalan
Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Cara ke Pasar Senen Naik KRL dan Transjakarta, buat yang Mau Thrifting

Travel Tips
8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

8 Tips Kemah, dari Barang Wajib DIbawa hingga Cegah Badan Capek

Travel Tips
Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Harga Tiket Candi Borobudur April 2024 dan Cara Belinya

Travel Update
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com