Selain tajam, pola sisik keras memang menyerupai kulit nanas, warnanya pun kekuningan.
Duri tajam dan sisik keras tersebut melindungi ikan berukuran rata-rata 30 centimeter ini dari predator. Perlindungan ini penting karena ikan nanas tidak punya kecepatan untuk kabur ketika terancam bahaya.
"Mungkin laut Jepang itu kan dingin dan gelap, biasanya dia hidup di antara karang. Kalau kemudian dia disergap lalu dimakan pemangsa, pasti dilepaskan lagi karena kulitnya tajam," jelas Dewi.
Untuk urusan pemeliharaan dua hewan laut tersebut, Dewi mengakui tantangan paling utama adalah menjaga suhu air tetap dingin. Jika pasokan listrik sedang tidak stabil, staf pengurus wajib gesit memeriksa mesin pendingin.
"Kami juga ada sistem jaga malam. Petugas piket bergantian cek kondisi suhu, panel, dan lain-lain. Jadi, per jam (pada malam hari) pasti ada penjagaan," kata Dewi.
Untungnya, lanjut dia, perawatan hewan-hewan tersebut termasuk mudah. Proses adaptasi ketika sampai di Indonesia pun tak memakan waktu lama, dua hari saja.
Ketika ditanya alasan mendatangkan hewan air dingin tersebut, Dewi menjelaskan Seaworld bermaksud mengedukasi masyarakat Indonesia. Maklum, perairan air dingin punya koleksi hewan laut yang berbeda dengan laut hangat seperti di Indonesia.
"Orang Indonesia tahunya kan yang tropis-tropis saja. Kami ingin memperlihatkan yang ada di dunia, tapi kami mulai dari yang dekat dulu yaitu dari Jepang," ujar Dewi.
"Kebetulan lagi ada acara di Jakarta, pengen jalan-jalan tapi cari yang bermanfaat. Kebetulan juga anak saya yang gede (usia 7 tahun) suka binatang," ucap Febe, salah satu pengunjung yang datang dari Surabaya bersama suami dan dua anaknya.
Selain keluarga, kumpulan anak sekolah dasar (SD) tampak pula berkeliling melihat-lihat hewan dan mencoba wahana yang ada. Mereka datang bersama guru dan orangtua atau wali murid.
"SD kami kan jauh dari laut, mereka pikir semua ikan itu sama. Mereka juga takjub dan baru tahu kalau penyu dan kura-kura itu ternyata berbeda," kata Rita, pengajar salah satu SD negeri di Depok.
Pengetahuan tersebut diharapkan mampu memupuk rasa kecintaan terhadap kekayaan bahari, terutama bagi anak muda. Tongkat "estafet" untuk menjaga kelestarian alam tentunya perlu terus disampaikan pada generasi selanjutnya.
Belajar soal pentingnya menjaga kelestarian alam juga bisa dilakukan dari "monster", bukan?
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.