Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Ledakan" dari Cirebon

Kompas.com - 26/02/2017, 20:04 WIB

PULUHAN tahun lalu, bakpia khas Cirebon, Jawa Barat, yang dikenal dengan nama atom hanya terselip di deretan berbagai jajanan pasar tradisional.

Namun, lewat ide Fauzi Fahmi (39) dan tangan istrinya nan terampil, Ayu Widianti (30), serta bantuan pemasaran Hanifah (38), atom cirebon kini ”meledak” hingga ke luar negeri.

Sejam sebelum mal besar di Kota Cirebon, Jawa Barat, tutup, Ayu masih sibuk memenuhi permintaan konsumen Tomcir, singkatan dari Atom Kota Cirebon.

Di kios berukuran 2 meter x 1 meter itu, Ayu membakar atom isi cokelat dan durian. Aroma wangi makanan mengundang pengunjung mal yang sedang melintas.

”Tomcir sekarang ada di mal,” sapa Ayu, beberapa waktu lalu.

(BACA: Jalan-jalan Seharian di Cirebon, Contek Itinerary Berikut)

Pada Maret 2016, produk buatan tangan Ayu itu dipamerkan di Cirebon Super Blok, Kota Cirebon, sebagai salah satu oleh-oleh khas Cirebon. Saat itu, hanya Warung Tomcir di Jalan Pemuda yang menjajakan kue tradisional.

Kini, ada tiga kios di wilayah Cirebon yang secara khusus menjajakan Tomcir.

Sejumlah lokasi kuliner ternama di Cirebon, seperti Empal Gentong H Apud dan Mang Dul, serta sejumlah toko oleh-oleh khas Cirebon, turut menjual bakpia tersebut.

Kondisi ini sangat berbeda dengan puluhan tahun lalu, ketika atom hanyalah camilan biasa yang terperangkap dalam stoples. Kue berisi kacang hijau itu terselip di antara jajaran penganan di pasar tradisional.

”Padahal, atom adalah kue tradisional Cirebon. Waktu kecil, saya masih mencicipinya,” ujar Fauzi.

(BACA: Cirebon Andalkan Wisata Kuliner dan Belanja)

Namun, warga Cirebon, khususnya anak muda, tidak banyak yang tahu perihal warisan kuliner tersebut.

Ingatan Fauzi tentang atom sontak muncul ketika ia berwisata ke Pangalengan, Bandung, Jabar. Daerah wisata tersebut menyajikan bakpia khas Pangalengan. Ia merasa miris. Sebab, atom Cirebon tak jelas nasibnya.

”Dari situ saya punya keinginan bagaimana membuat atom yang nantinya menjadi oleh-oleh khas Cirebon,” ungkapnya.

Idenya, isi atom harus lembut, berbeda dengan bagian luarnya yang keras. Pegawai negeri sipil di Pemerintah Kota Cirebon ini lalu menantang Ayu untuk membuat atom yang berbeda.

Ayu yang hobi membuat kue menyambut tantangan itu. Apalagi, oven seharga Rp 3 juta, hadiah Fauzi untuknya, hanya digunakan sekali dalam setahun, yakni menjelang Lebaran.

Setelah dua pekan mencoba, tepatnya pada September 2014, jadilah bakpia khas Cirebon ala pasangan suami-istri tersebut. Bakpianya beda dan unik. Cokelat dalam bakpia, misalnya, terasa lembut.

Cara membuatnya pun ekstra hati-hati karena rentan bocor sebelum adonannya sempurna. Ketika digigit, cokelat di dalam bakpia lumer di lidah. Rasanya seperti ada ledakan di dalam mulut.

Pemasaran

Tulisan ”Atom Kocir, Bakpia’e Wong Cerbon, Mbledug Rasae!” pun tertera dalam bungkus kertas tebal warna coklat yang didesain Fauzi.

Kemasannya sederhana, hanya menampung lima atom. ”Saat itu printer saya cuma cukup untuk lima buah. Makanya, satu pak isi lima,” ujarnya.

Fauzi mulai memasarkan Tomcir ke teman-teman kerjanya saat itu, yakni di Komisi Pemilihan Umum Kota Cirebon. Tomcir sebanyak 22 pak, sesuai pesanan, ludes dalam sehari. Saat itu, untuk promosi, makanan kecil itu dihargai Rp 16.000 per bungkus.

Tomcir juga dijajakan melalui media sosial. Respons positif berdatangan. Hanifah, teman Fauzi, yang boleh dibilang pelanggan sejak awal, tertarik untuk memasarkan Tomcir.

Sebagai pembeli yang kembali menjual produk (reseller), Hanifah menjual Tomcir ke kerabat, toko oleh-oleh, dan restoran.

Hanifah mengenang, ada pemilik restoran yang sempat meremehkan Tomcir. Namun, Hanifah tak surut. Ia menantang orang itu mencoba Tomcir. Tak dinyana, setelah mencicipi, pemilik restoran itu memesan 60 pak.

Kehadiran Tomcir seakan menghidupkan kembali warisan kuliner bakpia khas Cirebon. ”Makanya, slogan Tomcir adalah heritage snack, modern taste,” kata Fauzi.

Tomcir menjadi kue warisan kuliner dengan rasa yang kekinian. Saat ini ada 13 varian rasa antara lain kacang hijau, cokelat, keju, durian, dan sosis.

Ada pilihan Tomcir yang dibakar dan digoreng. Cokelat untuk isinya didatangkan dari pabrik cokelat di Jakarta. Adapun durian didatangkan dari Medan.

Perpaduan rasa modern dengan warisan kuliner, plus pemasaran secara dalam jaringan, membuat Tomcir terus dicari.

Kini, setiap pekan, Tomcir terjual 1.000-1.500 pak ke sekitar Cirebon, Bandung, Jakarta. Bahkan, makanan ini sudah terbang hingga ke Australia, Belanda, dan Hongkong.

Lebih dari 20 orang, baik pekerja maupun pembeli yang menjual lagi, kini bergantung pada produk buatan rumah tangga tersebut. Teknik penjualan melalui reseller menjadi salah satu keunikan Tomcir.

”Targetnya membentuk jaringan agar Tomcir sebagai bakpia khas Cirebon dikenal di mana saja. Intinya, berbagi rezeki,” kata Fauzi.

Di sejumlah laman penjualan daring, seperti Lazada.com dan Bukalapak.com, Tomcir pun tersedia.

Tomcir juga telah mendapatkan sertifikat ISO 9001, setelah terpilih sebagai salah satu pemenang dalam ajang produk unggulan usaha mikro, kecil, dan menengah yang digelar Badan Standardisasi Nasional.

Kini, geliat Tomcir kian gesit dan optimal. Setidaknya, makanan kecil tradisional itu telah ”meledak” di mulut banyak orang. (ABDULLAH FIKRI ASHRI)

Versi cetak artikel ini terbit di harian Kompas edisi 25 Februari 2017, di halaman 19 dengan judul ""Ledakan" dari Cirebon".

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com