Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Didi Suryadi, Menjaga Warisan Lukisan Jelekong

Kompas.com - 03/05/2017, 13:22 WIB

Proses pengeringan pun sederhana. Mengandalkan terik matahari, pemandangan lukisan dijemur di atap rumah atau pinggir jalan kampung sudah biasa.

Akan tetapi, tidak seperti pelukis kebanyakan yang menunggu ilham dan hanya melukis satu tema di satu kanvas, warga Jelekong punya pilihan lain.

Lukisan dibuat massal berdasarkan pesanan tengkulak atau galeri seni akibat pasar yang terbatas. Aktivitas ini membuat mereka tak keberatan apabila disebut perajin lukisan.

Secara ekonomi, pilihan itu menggerakkan kampung. Setiap hari, 3-8 lukisan bisa dihasilkan dari seorang perajin lukisan.

Dengan harga lukisan Rp 30.000-Rp 90.000 berbagai ukuran, seorang perajin lukisan bisa mendapat rata-rata Rp 2,5 juta per bulan. Artinya, tak kurang dari Rp 18 miliar berputar di kampung saat warga berkarya dalam setahun.

Meski lukisan terus memberi nafkah bagi warga, hati Didi tak tenang melihat masa depan lukisan Jelekong. Satu per satu masalah rentan datang menunggu diselesaikan.

Salah satunya adalah kendala harga cat yang semakin mahal. Untuk membeli lima cat warna dasar berukuran 1 kilogram, warga harus mengeluarkan Rp 420.000 atau naik dua kali lipat ketimbang beberapa tahun lalu.

Cat sebanyak itu biasanya habis selama dua minggu untuk 40 lukisan. Satu lukisan dibanderol Rp 30.000-Rp 200.000, nyaris tak pernah naik selama 10 tahun terakhir.

”Harga cat semakin tinggi, tapi harga lukisan tetap. Kondisi ini membuat melukis tak lagi diminati anak muda. Seperti Rafli, dari enam anak yang belajar, tinggal dia yang masih bertahan,” ungkapnya.

Susun strategi

Tak ingin melihat warisan Odin punah, Didi bersama komunitas seni Gurat menyusun strategi. Didi getol mengajak sekitar 100 anggota Gurat membuat cat sendiri. Inisiatif itu bisa menekan biaya hingga 50 persen.

Tidak hanya itu, mereka juga kerap menggelar acara melukis bersama setiap minggu pagi di Jelekong. Ada puluhan orang yang terlibat setiap acara itu digelar.

Harapannya, ada diskusi karya antarwarga yang telah melukis hingga muncul transfer ilmu baru bagi generasi yang lebih muda.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com