Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Gintangan, dari Pelarian Perang sampai Bambu untuk Kerajinan

Kompas.com - 15/05/2017, 09:03 WIB
Kontributor Banyuwangi, Ira Rachmawati

Penulis

BANYUWANGI, KOMPAS.com - Desa Gintangan, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur cukup lama dikenal sebagai sentra pembuatan kerajinan bambu.

Identitas bambu tersebut semakin kuat dengan Festival Bambu yang digelar selama tiga hari sejak 11-13 Mei 2017.

Pada festival yang masuk dalam agenda Banyuwangi Festival tersebut, dipamerkan produk kerajinan anyaman bambu serta karnaval dengan menggunakan kostum yang terbuat dari bambu.

(BACA: Saulak, Tradisi Pra-nikah nan Mistis Suku Mandar di Banyuwangi)

Kepala Desa Gintangan, Rusdianah, kepada KompasTravel, Sabtu (13/5/2017) menceritakan nama Gintangan berasal dari kata "Gontangan" yaitu alat untuk membawa air yang terbuat dari bambu.

KOMPAS.COM/IRA RACHMAWATI Siswa sedang asyik menganyam bambu pada Featival Bambu yang digelar di Desa Gintangan, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (12/5/2017).
Gontangan dibuat oleh Patih Suluh Agung, seorang prajurit pelarian dari Perang Puputan Bayu pada zaman kerajaan Blambangan sebagai cikal bakal Kabupaten Banyuwangi.

"Saat itu Patih Sulung Agung dan pasukannya kalah berperang dengan Belanda dan mereka melarikan diri ke arah timur Bayu Songgon tempat perang berlangsung. Karena banyak prajurit yang sudah tidak kuat berjalan, Patih Sulung Agung meminta agar mereka berhenti untuk beristirahat," tutur Rusdianah.

Patih Sulung Agung kemudian meminta dua prajurit yang masih sehat untuk mencari air dan mereka menemukan "Banyu Panguripan" atau air kehidupan yang kemudian mereka masukkan ke dalam gontangan.

(BACA: Pecel Pitik Banyuwangi, dari Selamatan Naik Kelas ke Restoran)

Air yang dimasukkan ke dalam gontangan tersebut ternyata bisa menyembuhkan prajurit-prajurit yang terluka.

KOMPAS.COM/Ira Rachmawati Anak anak sedang menganyam di Desa Gintangan, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (12/5/2017).
"Tempat beristirahat prajurit tersebut akhirnya disebut Gontangan yang kemudian dikenal dengan Gintangan, ya di wilayah desa sini. Itu cerita tutur yang ceritakan secara turun temurun oleh sesepuh," jelas Rusdianah.

Ia mengatakan awalnya kerajinan bambu yang dibuat adalah alat-alat rumah tangga seperi bakul atau kukusan untuk menanank nasi.

Namun baru pada tahun 1980-an berkembang ke kerajinan yang lebih modern dan bervariatif seperti kap lampu, tempat tisu, tudung saji, hantaran hingga songkok.

Perkembangan kerajinan tersebut tidak lepas dari tangan kreatif Madrawuh, salah satu warga Desa Gintangan yang meninggal pada tahun 1999 di usia 70 tahun. Almarhum Madrawuh lah yang mengawali kerajinan modern di desa Gintangan.

KOMPAS.COM/IRA RACHMAWATI Alat rumah tangga yang dibuat oleh perajian bambu di desa Gintangan, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (12/5/2017).
"Bapak profesinya sebagai petani dan juga seniman. Dia yang mengkreasikan anyaman bambu menjadi lebih berkembangang, bukan hanya sekadar alat dapur dan puncak kejayaan sekitar tahun 1980-an. Bapak memiliki pegawai sampai 50 orang lebih saat itu," kata Amanto (51), anak keempat almarhum Madrawuh.

Saat itu, Madrawuh sendiri yang menjual barang kerajinannya sampai keluar kota Banyuwangi. Jumlah perajin di Desa Gintangan semakin banyak ketika pegawai Madrawuh bekerja mandiri.

"Pegawai bapak kebanyakan warga sini saja. Ada yang sudah pintar kemudian buka sendiri akhirnya ya menyebar hingga seluruh desa," jelas Amanto.

Dari cerita almarhum bapaknya, lanjut Amanto, keahlian membuat bambu didapatkan dari seorang perajin bambu yang berasal dari Kecamatan Giri. Ia mengatakan, kerajinan anyaman bambu disukai oleh banyak orang karena hasil pengerjaannya halus dan rapi.

KOMPAS.COM/IRA RACHMAWATI Kerajinan kap lampu dan songkok dari Bambu di Desa Gintangan, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (12/5/2017).
Selain itu banyak model yang bisa dibuat oleh perajin yang ada di Gintangan. "Saya sempat ada pesanan ke Belanda untuk membuat gantungan kunci sebanyak 10 ribu buah. Beberapa bulan lalu malah kirim hantaran ke Arab satu kontainer yang isinya hampir sekitar 7 ribu buah," jelasnya.

Sementara itu, Untung Hermawan (46) salah satu perajin anyaman bambu di Gintangan menuturkan ada belasan motif dasar yang dimiliki desa Gintangan antara lain liris, liris miring, pipil, pipil kombinasi, pipil miring, druno, matapuro, truntum, truntum bintang, matahari dan cakar gagak.

Dari motif-motif dasar tersebut, menurut Untung, bisa dikombinasikan dan menghasilkan ratusan jenis kerajinan.

"Contohnya satu benda saja yaitu kap lampu bisa berbagai macam model dan juga anyaman yang digunakan. Itu baru kap lampu belum lagi rantang, hantaran, tempat kuah tudung saji dan barang lainnya," jelasnya.

Untuk bambu yang digunakan adalah jenis bambu apus yang didapatkan dari daerah di luar desa seperti Sempu dan Genteng. Biasanya, stok bambu akan diantarkan rutin ke Desa Gintangan.

FIRMAN ARIF Kepala Desa Rusdianah (paling kiri) bersama ibu-ibu menganyam bambu dalam rangka Festival Bambu 2017 di Desa Gintangan, Kecamatan Blimbingsari, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, Jumat (12/5/2017).
"Sebelum dianyam atau dijadikan bentuk kerajinan, bambu tersebut juga ada perlakaun khusus dan dikerjakan secara detail. Hal itulah yang membuat produksi kerajinan bambu dari Desa Gintangan menjadi sangat berkualitas," katanya.

Namun masalah yang muncul adalah jumlah perajin anyaman bambu di Desa Gintangan mulai menurun karena pemuda desa lebih memilih bekerja di Bali.

Dia berharap dengan adanya Festival Bambu akan muncul ketertarikan anak-anak muda untuk meneruskan tradisi menganyam di Desa Gintangan.

"Menganyam tidak perlu dijadikan pekerjaan utama. Bisa dilakukan sambil menonton televisi atau bisa juga sambil mengasuh anak. Dan memang yang terbanyak menganyam bambu ini dari ibu rumah tangga dan biasanya laki-laki yang finishing," pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com